Massa Serikat Pekerja Perkebunan PTPN 2 Kembali Bersiaga Hadang Eksekusi

Sebarkan:

Karyawan dan Serikat Pekerja Perkebunan PTPN 2 berjaga di lokasi afdeling III Kebun Kelapa Sawit Penara, TGMPM di Desa Penara, Kecamatan Tanjung Morawa, Deliserdang, Sabtu 10/06/2022.

DELISERDANG |
Massa Serikat Pekerja Perkebunan PTPN2 kembali berjaga jaga di lahan perkebunan Afdeling III Penara Kebun Tanjung Garbus Pagarmerbau di Desa Penara, Kecamatan Tanjung Morawa, Kabupaten Deliserdang, Sabtu 10/06/2022.

Hal ini dilakukan menyusul adanya informasi kembali tentang rencana pembacaan eksekusi oleh Pengadilan Negeri Lubukpakam atas gugatan Rokani dkk yang di dampingi HKTI. Massa Serikat Pekerja mengantisipasi hal ini dengan berjaga dan memasang tenda di lokasi lahan perkebunan sawit.

Humas PTPN2 Rahmat Kurniawan mengatakan ini adalah gerakan pengamanan aset lahan perkebunan sawit yang kini di garap oleh sekelompok orang atas nama HKTI,  itu adalah lahan HGU nomor 62 milik PTPN2. Lokasi ini berada di Afdeling III Kebun TGPM.

Pengadilan Negeri Lubukpakam  berniat melaksanakan pengukuran ulang (konstatering) terhadap lahan PTPN2 yang berlokasi di Afdeling III Penara Kebun Tanjung Garbus, Desa Penara Kebun seluas 464 hektar yang merupakan tahapan untuk dilaksanakannya eksekusi.

Atas hal itu PTPN 2 akan tetap mempertahankannya. Terkait dengan perkaranya PTPN2 saat ini  melakukan upaya hukum dengan Peninjauan Kembali (PK) Nomor 4/2022 tanggal 16 Maret 2022 kemarin. Selain itu juga, sudah buat laporan atas dugaan tindak pidana pemalsuan surat atau menggunakan surat palsu atas lahan itu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 263 KUHPidana di Polda Sumut yang sudah naik ketingkat penyidikan" kata Rahmat.

Ditambahkan Rahmat, Pidsus Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara dan perlawanan atas penetapan eksekusi (verzet) masih berjalan. Karenanya, PTPN2 keberatan atas rencana PN Lubukpakam melaksanakan eksekusi atas lahan Afdeling III Penara Kebun Tanjung Garbus.

" Selain masih ada upaya hukum yang ditempuh oleh PTPN2 juga terbukti bahwa objek perkara dengan objek eksekusi berbeda. Yang menjadi objek perkara merupakan tanah Eks PTP IX, sedangkan tanah yang menjadi objek eksekusi merupakan tanah eks PTPN2. Kami juga dapat membuktikan bahwa surat – surat yang digunakan oleh masyarakat dalam mengajukan gugatan di Pengadilan Negeri Lubuk Pakam diduga palsu. Dan terkait hal tersebut PTPN2 sudah ditangani Polda Sumut," tegas Rahmat.

 

Masih kata Rahmat, Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara saat ini juga sedang melakukan penyelidikan terkait dugaan tindak pidana korupsi atas permasalahan lahan Afdeling III Penara Kebun Tanjung Garbus milik PTPN2.

 "Afdeling III Penara diperoleh Negara Republik Indonesia dari Nasionalisasi Perusahaan Belanda berdasarkan Undang – undang Nomor 86 Tahun 1958 jo Peraturan Pemerintah No 19 Tahun 1959. Dengan demikian tidak mungkin lahan Afdeling III Penara merupakan milik masyarakat, ini masih merupakan aset negara sesuai dengan Sertifikat HGU Nomor 62 Penara yang berlaku hingga tahun 2028, ucap Rahmat.

Sebelumnya, Kepala Bagian Hukum, Ganda Wiatmaja dalam keterangan persnya, juga menegaskan telah melaporkan Rokani Dkk  ke Polda Sumatera Utara atas dugaan tindak pidana menggunakan surat palsu,  sebagaimana diatur dalam Pasal 263 KUH Pidana jo. Pasal 266 KUH Pidana dalam perkara perdata No 05/Pdt.G/2011/Pn-LP dengan objek perkara lahan Afdeling III, Kebun Tanjung Garbus.

Dugaan pemalsuan atau penggunaan surat palsu yang dilakukan oleh Rokani cs terkait surat klaim afdeling III Kebun Penara berupa SKTL (Surat keterangan Tentang Pembagian Tanah Sawah dan Ladang) yang diterbitkan tanggal 20 Desember 1953 juga data indentitas para Penggugat.

"Setelah penyidik melakukan pemeriksaan saksi, ahli dan pengumpulan bukti-bukti, maka saat ini penyidik Poldasu telah meningkatkan status perkara laporan PTPN2 tersebut  ke tahap penyidikan.Dengan status penyidikan tersebut, tidak lama lagi diharapkan akan segera ditetapkan tersangka," Ucap Ganda.

Kata Ganda, bahwa lahan  afdeling III Penara, kebun Tanjung Garbus ( TGP) Kecamatan Tanjung Morawa seluas 533 hektar sejak dilakukan Nasionalisasi tahun 1958 dikuasai dan kelola oleh Perusahaan Negara  Perkebunan (PNP) hingga saat ini di oleh PTPN II dengan alas hak HGU yang telah dilakukan perpanjangan terakhir berdasarkan  sesuai SK HGU No. 62/Penara tanggal 20 Juni 2003.

Terkait dengan langkah-langkah hukum atas putusan Mahkamah Agung atas lahan itu, Penasehat Hukum PTPN 2 Hasrul Benny Harahap juga menguatkan dengan mengambil langkah hukum di antaranya mengajukan PK (Peninjauan Kembali), sesuai surat permohonan no.4/2022 tanggal 16 Maret 2022 kemarin.

Hasrul menduga ada keterlibatan mafia tanah untuk menguasai lahan HGU seluas 464 hektar milik PTPN2 itu. Karena  pihaknya mengendus adanya sejumlah kejanggalan dalam putusan Mahkamah Agung RI yang di keluarkan.

"Posisi lahan yang strategis sebagai pengembangan bandara membuat banyak pihak yang mengincar lahan itu, padahal lahan masih dalam kondisi produktif tanaman kelapa sawit, ratusan kepala keluarga menggantungkan hidup atas lahan itu dari karyawan PTPN2 hingga buruh harian lepas. Kami heran bagaimana bisa lahir putusan pengadilan atas lahan itu," beber Hasrul.(wan)

Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini