Perkara Korupsi Terpidana Mantan Kadisdik Tebingtinggi, Ahli: Rekanan Dilarang Pinjam Perusahaan Ikuti Tender

Sebarkan:

 





Ketiga ahli berbeda disiplin ilmu (bawah) didengarkan pendapatnya di Pengadilan Tipikor Medan. (MOL/ROBERTS)



MEDAN | Tiga ahli berbeda disiplin ilmu dihadirkan secara bergiliran dalam perkara korupsi terpidana 5 tahun penjara mantan Kadbis Pendidikan Kota Tebingtinggi H Pardamean Siregar dan oknum rekanan Suryanto, Senin (23/5/2022) di Cakra 2 Pengadilan Tipikor.


Welly Tanjung selaku ahli pengadaan barang dan jasa pemerintah menegaskan, berdasarkan Peraturan Presiden (Perpre) No 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, rekanan atau penyedia jasa yang mengikuti tender tidak memperbolehkan (dilarang) meminjam perusahaan orang lain.


Kelompok Kerja Unit Layanan Pengadaan (Pokja ULP)  seharusnya melakukan klarifikasi ke perusahaan yang dipakai peserta sebelum pemenang tendernya diumumkan maupun tanggung jawab hukumnya. 


"Dilarang melakukan pengadaan praktik monopoli dengan cara meminjamkan perusahaan orang lain saat ikut tender," tegas Welly Tanjung menjawab pertanyaan JPU dari Kejari Tebingtinggi.


Perpres dimaksud juga menekankan efisiensi disesuaikan dengan dana terbatas, efektif waktu, transparansi, terbuka buat siapa saja, bersaing tanpa persekongkolan, adil (tidak diskriminatif), serta  akuntabel.


"Seharusnya direktur perusahaan yang menandatangani dokumen ikut tender. Bukan wakil direktur. Pokja ULP dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) renovasi gedung Museum Kota Tebingtinggi TA 2019 bisa menganulir pemenang tender bila ditemukan ada masalah," pungkasnya.


Bingung


Sementara itu Coster selaku ahli bidang konstruksi menegaskan, ada melakukan pengecekan sekaligus membandingkan rencana pekerjaan sebagaimana disebutkan dalam kontrak (CCO) pekerjaan dengan kondisi riil di lapangan.


"Saya sempat bingung Yang Mulia. Gambar yang dituangkan dalam kontrak pekerjaan  tidak sama dengan fakta di lapangan. Banyak tidak sesuai. Mana yang baru dan yang lama," uraiannya menjawab pertanyaan hakim ketua Sulhanuddin.


Di bagian lain ahli berpendapat bahwa kualitas pekerjaan penyedia jasa dinilai baik. Hanya saja kuantitas (volume) hasil pekerjaan ada kurang. Menurut Saya terjadi kelebihan pembayaran antara isi kontrak dengan hasil pekerjaan sebesar Rp266.914.000," tegasnya.


Selanjutnya ahli akuntansi dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Sumut Bakti Ginting berpendapat, volume terpasang bandingkan volume dibayarkan sesuai kontrak (CCO) ditemukan selisih pembayaran dengan harga satuan. Ada kelebihan pembayaran.


"Hasil audit yang dilakukan sebesar Rp296 juta lebih kerugian keuangan negaranya," kata ahli. Sulhanuddin pun melanjutkan persidangan pekan depan.


Kedua terdakwa dijerat dengan dakwaan primair, Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 ayat (1) huruf a, b,  ayat (2) dan ayat (3) UU Nomor 31 Tahun 1999 Perubahan atas UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana. Subsidair, Pasal 3 jo Pasal 18 ayat (1) huruf a, b,  ayat (2) dan ayat (3) UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.


PL


Dalam dakwaan diuraikan, Tahun Anggaran (TA) 2019 lalu Disdik Kota Tebingtinggi memperoleh Dana Alokasi Umum (DAU) sebesar Rp2 miliar untuk kegiatan Pekerjaan  Renovasi Gedung Museum.


H Pardamean Siregar ketika itu selaku Pengguna Anggaran (PA) dan sekaligus menjadi Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Kuat dugaan pekerjaan renovasi museum 'sengaja dikondisikan' agar tidak dilaksanakan secara tender terbuka. 


Melainkan lewat Penunjukan Langsung (PL). selain itu, menurut tim penyidik pada Kejari Tebingtinggi, hasil pekerjaan tidak sesuai dengan isi kontrak pekerjaan.


5 Tahun


Sementara sebelumnya, Senin (9/8/2021) di Cakra 3 Pengadilan Tipikor Medan majelis hakim diketuai Jarihat Simarmata menyatakan mantan Kadisdik H Pardamean terbukti bersalah turut serta melakukan tindak pidana korupsi terkait proyek Pengadaan Buku Panduan Pendidik di Disdik bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kota Tebingtinggi.


H Pardamean Siregar dihukum pidana selama 5 tahun dan membayar denda Rp200 juta subsidair (bila denda tidak dibayar maka diganti dengan pidana) 3 bulan kurungan. (ROBERTS)





Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini