Mantan Sekda Tanjungbalai Menangis Mohon Hukumannya Diringankan, PH: JPU Keliru Terapkan Pasal Tuntutan

Sebarkan:

 


Terdakwa Yusmada sembari menangis saat membacakan pledoi atas dirinya di Pengadilan Tipikor Medan. (MOL/ROBS)



MEDAN | Mantan Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Tanjungbalai Yusmada, selaku terdakwa pemberi uang suap Rp100 juta kepada eks Walikota M Syahrial, Senin  (3/1/2022) lewat sidang secara video teleconference (vicon) menangis saat membacakan nota pembelaan (pledoi) atas dirinya.


Lewat layar monitor di Cakra 8 Pengadilan Tipikor Medan, terdakwa memohon agar majelis hakim diketuai Eliwarti nantinya menjatuhkan hukuman yang seringan-ringannya. Yusmada sangat ingin merawat ibu kandungnya yang baru saja berstatus janda.


"Saya tidak lagi menjadi PNS sampai menjadi Sekda Kota Tanjungbalai. Saya lebih mengutamakan pekerjaan daripada pribadi Saya. Saat ini Saya hanya sebagai seorang suami yang tidak memiliki uang.


Pada saat dipanggil ke Jakarta oleh KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), ayah Saya meninggal dunia. Ibu Saya masih terpukul atas meninggalnya ayah. Apalagi saat ini berposes di persidangan, Saya merasa sangat bersalah kepada ibu kandung Saya Yang Mulia," urainya dengan sesekali mengusap air matanya.


Sejak perkara korupsi berbau suap menjerat, terdakwa otomatis tidak lagi memiliki pekerjaan. Sedangkan tabungannya sejak menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) tidak bisa dipergunakan karena rekeningnya di bank, turut diblokir oleh penyidik pada KPK.


Untuk itu dia juga bermohon agar majelis hakim nantinya memerintahkan JPU KPK agar membuka pemblokiran rekening tabungannya karena uang tersebut akan dijadikannya untuk menyambung hidup sekaligus bisa menafkahi keluarganya.


JPU Keliru


Sebelumnya tim penasihat hukum (PH) terdakwa dimotori Dr Panca Sarjana Putra juga menyampaikan permohonan keringanan hukuman serupa kepada majelis hakim dengan anggota Immanuel Tarigan dan Ruri Ningrum.


Tim PH terdakwa dimotori Panca Sarjana Putra (kiri) saat membacakan pledoi. (MOL/ROBS)



JPU Siswhandono dinilai keliru ketika menuntut kliennya dengan dakwaan alternatif pertama, pidana Pasal 5 ayat (1) huruf b UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.   


Sebab dari fakta-fakta hukum terungkap di persidangan, terdakwa Yusmada melanggar dakwaan alternatif kedua, tindak pidana gratifikasi yakni Pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.


Demikian halnya dengan penerapan tuntutan denda Rp200 juta subsidair (bila denda tidak dibayar maka diganti dengan pidana) 4 bulan kurungan, menurut Panca, bukan suatu keharusan. 


"Cukup dengan pidana penjara atau denda. Bila majelis hakim Yang Mulia berpendapat lain, mohon diputus dengan seadil-adilnya," kata Panca.


Ketika dikonfrontir, JPU pada KPK menyebutkan akan memberikan tanggapan alias replik, namun secara lisan. "Kami tetap pada tuntutan Yang Mulia," kata Zainal Abidin. 


Sementara tim PH terdakwa juga menyampaikan duplik secara lisan. Juga tetap pada pledoi yang baru dibacakan. Eliwarti pun melanjutkan persidangan 2 pekan mendatang dengan agenda pembacaan vonis.


"Dari awal klien kami menolak tawaran M Syahrial saat itu sebagai Walikota Tanjungbalai melalui orang dekatnya, saksi Sajali Lubis. M Syahrial kemudian memperpanjang pendaftaran seleksi calon Sekda. Karena ada SK walikota kepada para Organisasi Perangkat Daerah (OPD), maka klien kami ikut seleksi.


Fakta terungkap di persidangan, tim seleksi penjaringan calon sekda tidak pernah diintervensi walikota saat itu. Murni terdakwa Yusmada nomor urut pertama perolehan nilai tertinggi. Para tokoh masyarakat juga ditanya, memang Yusmada dinilai paling pantas menduduki posisi itu. 


Uang Rp100 juta yang diberikan melalui Sajali Lubis  tidak lebih sebagai ungkapan terima kasih kepada M Syahrial. Bukan uang suap. Karena sejak awal dia (Yusmada) menolak tawaran dijadikan Sekda Kota Tanjungbalai karena masa pensiunnya juga masih lama," pungkas Panca Sarjana Putra. (ROBERTS)





Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini