Korupsi Transportasi Pemantauan Covid, Data Pembayaran Nakes di Puskesmas Sadabuan Kota Padangsidimpuan 'Marsamburetan'

Sebarkan:



Para saksi dan tim JPU (kiri atas), kedua terdakwa (kiri bawah) dan PH terdakwa bersidang secara vicon. (MOL/ROBS)



MEDAN | Data pembayaran uang transportasi para tenaga kesehatan (nakes) yang melakukan pemantauan dan penanggulangan kasus Covid-19 di jajaran Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) Sadabuan, Kota Padangsidimpuan dinilai 'masamburetan' alias berbeda jauh dari fakta sebenarnya.


Fakta terbilang mencengangkan itu terungkap dalam sidang lanjutan perkara korupsi beraroma pungutan liar alias pungli dana transportasi nakes dengan 2 terdakwa yakni Filda Susanti Holilah (39) selaku Kapuskesmas Sadabuan dan Sofiah Mahdalena Lubis, sebagai Pengelola Keuangan Bantuan Operasional Kesehatan (BOK).


Tiga saksi unsur nakes Puskesmas Pembantu berbeda di wilayah Puskesmas Sadabuan dihadirkan JPU dari Kejari Padangsidimpuan secara video teleconference (vicon) di Cakra 4 Pengadilan Tipikor Medan.


Para saksi mengaku tidak pernah menandatangani perintah tugas dari terdakwa Kapuskesmas Filda Susanti Holilah untuk memantau perkembangan kasus Covid-19 di wilayah tugasnya.


Mereka juga tidak pernah menandatangani berkas penerimaan uang transportasi yang bersumber dari dana BOK tersebut. Tidak diketahui siapa yang memalsukan tanda tangan mereka.


Menurut Nora Efrida Hasibuan, dirinya ada menerima uang transportasi pemantauan kasus Covid-19  sebesar Rp140 ribu. Ketika diperlihatkan tim JPU alat bukti berupa daftar pembayaran tertulis Rp1.190.000 teken dulu sebelum diberikan uangnya.


"Kata (terdakwa) Kapuskesmas Filda namaku cuma dipinjam saja. Tapi di dokumen (pembayaran uang transportasi nakes) itu bukan tanda tangan Saya, Pak. 


Kapuskesmas juga secara lisan bilang tolong dipantau di wilayah masing-masing. Saya nggak ada mantau ke lapangan," urainya.


Hal senada seputar 'marsamburetannya' dokumen pembayaran uang transportasi nakes juga diungkapkan tenaga nakes lainnya, Fauziah.


Saksi tidak pernah menandatangani berkas (dokumen) pembayaran transportasi pemantauan kasus Covid. Fauziah mengaku pernah menerima Rp1,5 juta, melalui teman saksi, Evalina. Namun di dokumen tertera Rp2.380.000.


Berlebih


Berbeda dengan yang dialami saksi lainnya, Evalina. Saksi justru menerima uang transportasi pemantauan kasus Covid-19 berlebih. Saksi menerima Rp2,5 juta. Namun di berkas (dokumen) tertera Rp1.150.000.


"Iya. Saya terima lebih dari yang tertulis di dokumen Pak. Nggak tahu entah tanda tangan siapa itu. Tapi namanya, nama Saya. Ada Saya pantauan ke lapangan. Terus Saya laporkan ke tenaga surveilans," urainya.


Usai mendengarkan keterangan ketiga saksi, majelis hakim diketuai Maruli Tua Pasaribu yang juga Wakil Ketua (Waka) PN Medan pekan depan dan memerintahkan kedua terdakwa (berkas penuntutan terpisah-red) di persidangan secara vicon.



Rekayasa Data


Sementata JPU dalam dakwaannya menguraikan, Puskesmas yang dipimpin terdakwa Filda Susanti Holilah mendapatkan dana BOK sebesar Rp690.400.000 bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK) TA 2020 dan Rp136 juta di antaranya untuk transportasi nakes dan surveilans pemantauan kasus Covid-19.


Kedua terdakwa merekayasa data petugas yang melakukan surveilans serta melakukan pemotongan biaya perjalanan dinas para nakes dan petugas surveilans. 


Keduanya dijerat dan diancam dengan dakwaan primair, Pasal 2 ayat (1) Jo pasal 18  UU Nomor 31 tahun 1999 telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke- 1 KUH Pidana.


Subsidair, Pasal 3 Jo pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke- 1 KUH Pidana.


Yakni melakukan, menyuruh melakukan dan turut serta melakukan yang secara melawan hukum telah melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan atau perekonomian negara sebesar Rp64.332.000. (ROBERTS)





Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini