Ratusan Nasabah Ikuti Rapat Perdana Kreditur di PN Medan, Putusan Sela PKPU Yayasan SAN Kontroversi?

Sebarkan:




Ratusan nasabah Yayasan Sari Asih Nusantara (SAN) mengikuti jalannya rapat perdana para kreditur di Pengadilan Niaga Medan. (MOL/ROBS)



MEDAN | Sekira ratusan nasabah Yayasan Sari Asih Nusantara (SAN) mengikuti jalannya rapat perdana para kreditur di Cakra 1 (Utama), Senin (5/7/2021) pascaputusan sela majelis hakim Pengadilan Niaga pada PN Medan.


Majelis hakim diketuai Tengku Oyong, Senin (21/6/2021) lalu antara lain menyatakan, mengabulkan permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) pemohon melalui tim kuasa hukumnya.


Rapat perdana tersebut dihadiri oleh 317 kreditur yang diwakilkan oleh 12 kuasa hukumnya dari berbagai daerah di Sumut. dimotori pengurus yang ditunjuk majelis hakim yakni Marudut Simanjuntak dan diawasi Hendra Sutardodo SH selaku hakim pengawas. 


Turut hadir debitur juga pemohon PKPU yakni Jenris Siahaan, selaku kuasa hukum Yayasan SAN bersama Rosmani Manurung selaku Ketua  dan Marlince Hutabarat selaku Bendahara yayasan serta kreditur separatis yang berasal dari dua bank. 


Ucok Lumban Gaol mewakili para nasabah yang berdomisili di Kabupaten Dairi dan Pakpak Bharat menuturkan, pihaknya sudah memverifikasi para nasabah di lokasi tersebut yang mencapai ribuan orang.


"Ada 4.000 nasabah. Kami sudah melakukan verifikasi, Adapun kewajiban atau hak mereka yang harus diselesaikan pemohon  Rp17,5 Mlmilyar," katanya di hadapan hakim pengawas Hendra Sutardodo.


Selain itu Ucok juga mempertanyakan legalitas yayasan tersebut. Sebab informasi dihimpun,  ada beberapa pengurus yayasan yang sudah meninggal dan mengundurkan diri.


"Pengawas, pembina yang ada dalam akte ini tidak lagi sesuai dengan tubuh yayasan. Kami mau tanya kepada pengawas apa landasan yayasan ini? Karena akte ini sudah tidak sesuai lagi strukturnya dengan yang ada pada yayasan," cecarnya.


Masih Menagih


Fakta lainnya terungkap dalam rapat para kreditur,  tertanggal 12 Juni, kolektor ataupun karyawan masih menagih kepada para nasabah, padahal PKPU di persidangan tengah berjalan. 


Tidak hanya Ucok, perwakilan dari Simalungun juga mengeluhkan hal yang sama, bahkan lebih parahnya tanggal 24 Juni masih ada kutipan.


"Kami mewakili 600 kreditor, di antara beberapa kreditur ini banyak yang mengaku bahwa tanggal 24 Juni masih ada kutipan. Kenapa hal itu masih terjadi? Sementara ini sudah masuk tahap persidangan. Apakah pihak kreditur tidak mengetahui bahwa yayasan ini sudah bermasalah," katanya.


Perwakilan nasabah dari Simalungun itu juga mengeluhkan bahwa karyawan Yayasan SAN yang melakukan pengutipan, tidak membubuhkan keterangan di buku tabungan.


"Apakah ini nanti tanggung jawab yayasan atau bagaimana? Karena saat kita kroscek langsung ke yang mengutip mereka menjawab nanti akan kita kroscek. 


Tapi saat ini kami melihat antara karyawan dan pimpinan sudah tidak sinkron lagi. Bahkan mereka mengklaim bahwa hak mereka juga tidak dipenuhi oleh pemohon PKPU. Bagaimana kita mau menuntut yang mengutip, sementara hubungan mereka juga tidak sinkron lagi," cecarnya.


Minta Maaf


Menjawab pertanyaan tersebut, pihak pemohon PKPU menimpali, semenjak putusan PKPU diterima di pengadilan, pihaknya sudah menginformasikan ke seluruh pimpinan yayasan agar proses pengutipan diberhentikan.


"Setelah keluar putusan sudah kita umumkan kepada pimpinan bahwa penagihan tidak ada lagi, ternyata kata bapak tadi masih ada (tanggal 24). Mohon maaf atas kejadian itu," kata Ketua Yayasan Rosmani Manurung.


Usai mendengar beberapa keluhan para nasabah, hakim pengawas Hendra Sutardodo pun menunda rapat hingga 26 Juli 2021 mendatang.


Kontroversi


Putusan sela majelis hakim diketuai Tengku Oyong yang mengabulkan permohonan PKPU Yauasan SAN dikuatirkan kontroversi. Sebab yayasan bergerak di bidang sosial alias bukan mencari keuntungan (nonprofit). Berbeda dengan dunia perbankan, asuransi maupun koperasi simpan pinjam.


Selain itu menurut advokat dikenal kritis asal Medan Gindo Nadapdap perkara tersebut tidak murni perdata. Ada tanggung jawab pidana yang harus dimintai oleh pihak kepolisian terhadap ketua yayasan tersebut.


"Ini mirip kasus-kasus asuransi, pengumpulan dana masyarakat mencapai 30.000 orang tidak bisa serta-merta hanya pertanggungjawaban perdata. Tapi juga harus dibarengi dengan pertanggungjawaban pidananya. Jadi pihak kepolisian harus meminta pertanggungjawaban pidana dari pimpinan Yayasan SAN," ujar Gindo Nadapdap.


Belum Berkomentar


Jika penggunaan dana disebut-sebut mencapai Rp86 miliar tidak sesuai dengan legalitasnya sebagai yayasan, berpotensi terkena pasal penipuan atau penggelapan atau tindak pidana pencucian uang (TPPU) atau mungkin pidana perbankan, pungkasnya.


Sementara Tengku Oyong yang dicoba dikonfirmasi lewat pesan teks WhatsApp (WA), Jumat (2/7/2021), belum memberikan komentar seputar pertimbangan hukum atas putusan sela dikabulkannya permohonan PKPU Yayasan SAN. (ROBS)





Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini