Korupsi Rp32,5 M, Kabag Bank Mandiri Pusat: Belakangan Tahu Jual Beli Kebun Sawit Seolah Rp48 M

Sebarkan:



Bona Alfrin (kanan atas) saat didengarkan keterangannya sebagai saksi secara vicon. (MOL/ROBS)



MEDAN | Bona Alfrin, salah seorang Kepala Bagian (Kabag) di PT Bank Mandiri Pusat, Kamis (29/7/2021) menjalani pemeriksaan 3 jam lebih sebagai saksi secara video teleconference (vicon) di Cakra 4 Pengadilan Tipikor Medan.


Mendapat cecaran pertanyaan tim JPU yang didominasi Kejaksaan Agung (Kejagung RI juga secara vicon), saksi membenarkan belakangan mengetahui kalau jual beli kebun kelapa sawit seolah sebesar Rp48 miliar.


"Tahu setelah menjalani pemeriksaan  di kejaksaan," tegasnya.


Baik terdakwa Memet Soilangon Siregar selaku Direktur PT Tanjung Siram (TS) maupun Dhanny Surya Satrya sebagai Pejabat Kepala Cabang (Pj  Kacab) PT Bank Syariah Mandiri (BSM), imbuhnya, tidak pernah memberitahukan hal itu. Fakta sebenarnya adalah Rp32 miliar.


Pihak manajemen PT BSM Pusat memang ada melakukan pememeriksaan dokumen yang disampaikan terdakwa Dhanny Surya Satrya sebagai prinsip kehati-hatian sebelum permohonan fasilitas kredit kepada PT TS disetujui.



Tim JPU dari Kejari Simalungun (kiri) dan penasihat hukum (PH) kedua terdakwa bersidang di Cakra 4 Pengadilan Tipikor Medan. (MOL/ROBS)



Ketika ditanya tentang pemberian fasilitas kredit I oleh KCP PT BSM Perdagangan yang berkantor di Pematangsiantar, Provinsi Sumut kepada PT TS sebesar Rp5 miliar dan tahap II Rp30 miliar sekaligus alias tidak sesuai dengan progres di lapangan, menurut saksi, merupakan tanggung jawab terdakwa Dhanny Surya Satrya.


Bila Surat Hak Guna Usaha (SHGU) yang diagunkan ke bank 'plat merah' tersebut berakhir di 2010, seharusnya juga dilakukan perpanjangan.


Demikian halnya dengan pembayaran fasilitas kredit yang diberikan ke PT TS kemudian digunakan untuk membayar utang pemilik lahan kebun sawit sebelumnya lewat transfer ke PT Bank Republik Indonesia (BRI), juga tidak diperbolehkan.


"KCP PT BSM Perdagangan seharusnya melakukan monitoring aliran dananya. Yang bertanggungjawab atas penyimpangan tersebut adalah terdakwa Dhanny Surya Satrya," pungkas Bona Alfrin.


Kredit Macet


Sementara dalam dakwaan diuraikan, terdakwa Memet Soilangon Siregar menggunakan lahan (kebun sawit) seluas 704,62 hektar sebagai agunan ke KCP PT BSM Perdagangan pada 2019 lalu.


Setahu bagaimana, Dhanny Surya Pj Kacab PT BSM Perdagangan (berkas penuntutan terpisah) tanpa ketentuan meloloskan pinjaman kepada terdakwa total sebesar Rp35 miliar, tanpa melalui progres.


Di antaranya tidak melampirkan Rencana Anggaran Biaya (RAB), Dhanny Surya juga sebagai Account Officer (AO) periode 2009 hingga 2010 menyetujui pencairan dana Fasilitas I sebesar Rp5 miliar.


Yakni untuk pembiayaan replanting serta perawatan tanaman kelapa sawit di Kebun Aek Kanan, Kabupaten Paluta, Provinsi Sumut.


Demikian halnya dalam pencairan kredit II untuk pembelian, rehabilitasi dan perawatan tanaman bunga sebesar Rp30 miliar.


Ternyata lahan yang diagunkan ke KCP PT BSM Perdagangan malah berada di Kawasan Hutan Produksi Terbatas. Tidak lernah diberitahukan sebelumnya ke Kantor Bank Mandiri Pusat.


Hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK RI), kasus dimaksud dipastikan kredit macet. Akibat perbuatan terdakwa Memet Soilangon Siregar dan Dhanny Surya Satrya, negara dirugikan Rp32,5 miliar.


Kedua terdakwa dijerat dengan dakwaan primair,  Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1  KUHPidana.


Subsidair, Pasal 3 Jo Pasal 18 UU Pemberantasan Tipikor Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana. (ROBERTS)






Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini