Perkara Korupsi Rp731 Juta, Ahli: Irigasi Sorkam tak Sesuai Rencana, Saluran Air Mentok di Titik 790 M

Sebarkan:



Ahli konstruksi teknik sipil Victor G Sinaga (kanan) dan ahli dari BPKP Provinsi Sumut Sepanya Hutapea saat dimintai pendapatnya. (MOL/ROBS)



MEDAN | Dua ahli beda disiplin ilmu telah dihadirkan JPU dari Kejati Sumut pada sidang lanjutan perkara korupsi Rp731 juta terkait pekerjaan Rehabilitasi Daerah Irigas (DI) di Desa Sorkam Barat, Kecamatan Sorkam Barat, Kabupaten Tapanuli Tengah (Tapteng) TA 2015, Kamis (1/4/2021) di Cakra 4 Pengadilan Tipikor Medan.


Ahli konstruksi teknik sipil Victor G Sinaga berpendapat, bangunan irigasi sepanjang sepanjang 1,7 Km yang semestinya mengairi 200 Ha sawah warga, tidak sesuai dengan perencanaan alias gagal. Air yang dipompa dari sungai ke bak penampungan mentok di saluran irigasi titik 790 meter. 


"Ketika ditinjau ke lokasi, bak penampungan air hampir penuh Yang Mulia. Mentok di titik 790 meter. Karena bangunan saluran air lebih tinggi di hilir," urai Victor Sinaga menjawab pertanyaan penasihat hukum (PH) salah seorang terdakwa.


Menjawab pertanyaan JPU Hendri Sipahutar, ahli menimpali, dia bahkan sudah dua kali berangkat ke lokasi bersama tim dari Kejati Sumut dan perwakilan Dinas Pekerjaan Umum (PU) Kabupaten Tapanuli Tengah (Tapteng).


Dokumen rencana pekerjaan kemudian bandingkan dengan fakta di lapangan. Dilakukan pengukuran kondisi irigasi dengan menggunakan alat khusus untuk mengukur campuran semen. Ada pertambahan kelokan dan di antaranya kelokannya patah.


"Ibarat kita mengendarai mobil tentunya akan melambat bila jalannya berkelok tajam Yang Mulia," katanya di hadapan majelis hakim diketuai Syafiil Batubara. 


Bahkan ketika dirinya datang kedua kalinya ke lokasi sempat diolok-olok warga. Saluran irigasi yang mereka bangun secara swadaya di bawahnya justru berfungsi mengaliri sawah mereka.


Ditanya tentang akurasi data yang diungkapkan ahli di persidangan karena pekerjaan bangunannya sekitar 1,5 tahun dengan kedatangannya ke lokasi, Sinaga menimpali, berdasarkan UU Jasa Konstruksi, kondisi bangunani masih bisa diukur bahan campurannya di usia 10 tahun.


Sementara menurut ahli Ahli dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Provinsi Sumut  Sepanya Hutapea, sesuai dokumen diperbuat ahli konstruksi teknik sipil tersebut, dapat dihitung kerugian keuangan negara. Bedanya, BPKP menghitung ada 2 pintu air dan menurut kepala desanya, 2 pintu lainnya hilang.


3 Terdakwa


JPU berpendapat 3 terdakwa patut dimintai pertanggungjawaban hukum. Yakni Unggul Sitorus, Sahrul Badri selaku Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan (PPHP) dan rekanan Hotman Simanjuntak selaku Wakil Direktur CV Dame Rumata yang menandatangani permohonan pembayaran pekerjaan 100 persen sudah sesuai antara isi kontrak dengan pekerjaan di lapangan.


Terdakwa Syahrul Badri, Unggul Sitorus dan terdakwa Hotman Simanjuntak (barisan belakang). (MOL/ROBS)



Mereka dijerat pidana menyuruh melakukan, atau turut melakukan, secara melawan hukum memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.


Primair pidana pasal 2 ayat (1) jo  pasal 18 UU  Nomor 31 Tahun 1999 diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana. Subsidair, Pasal 3 Jo   Pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo  pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana. (ROBERTS)



Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini