Perkara ITE Ketua KAMI Medan, Ahli Bahasa: Istilah 'Wereng Coklat' Saat Demo Ditujukan ke Polri

Sebarkan:



Terdakwa perkara ITE Khairi Amri (monitor bawah), selaku Ketua Grup WA KAMI Medan mengikuti persidangn secara daring dari RTP Polda Sumut. (MOL/ROBERTS)


MEDAN | Giliran ahli bahasa dari Universitas Sumatera Utara (USU) Medan  T Kasa Rullah Adha dihadirkan tim JPU dari Kejaksaan Agung (Kejagung) dan Kejari Medan dalam sidang lanjutan perkara postingan mengandung unsur kebencian menjerat Khairi Amri, selaku Ketua Grup WhatsApp (WA) Koalisi Aksi Masyarakat Indonesia (KAMI) Medan.


Dalam hitungan menit suasana sidang di Cakra 2 PN Medan, Rabu (10/3/2021) langsung menghangat. T Kasa Rullah Adha langsung dicecar dengan sejumlah pertanyaan dari penasihat hukum (PH) terdakwa Khairi Amri.


Menurut ahli bahasa tersebut, istilah 'wereng coklat' yang disingkat dengan 'wercok' pada postingan terdakwa di Grup WA KAMMI Medan ditujukan kepada institusi Polri.


Sebab postingan (berisikan percakapan terdakwa dengan anggota grup WA-red) tersebut bertepatan dengan aksi demo menolak disahkannya UU Cipta Kerja (Omnibus Law) di depan gedung DPRD Sumut di mana aparat kepolisian berpakaian dinas coklat berjaga-berjaga.


"Kalau dikatakan 'wereng coklat' pada saat menggelar demo penolakan UU Omnibus Law dan ada aparat kepolisian di situ secara pengetahuan Saya, ditujukan kepada aparat polisi. 


Kecuali tadi, misalnya tanda kutip dia (terdakwa) menggunakan kata wereng coklat pada saat di sawah. Kan tidak mungkin menuju kepada kepolisian. Tapi menuju hewan wereng coklat," urainya menjawab pertanyaan ketua tim JPU Arif Susanto didampingi Nur Ainun Siregar.


Intinya, ahli bahasa itu berpendapat bahwa istilah 'wereng coklat' atau 'wercok' tersebut termasuk penghinaan yang ditujukan kepada institusi Polri.


Dalam kesempatan tersebut salah seorang tim PH terdakwa Khairi Amri meminta penegasan dari T Kasa Rullah Adha,  apakah hal itu merupakan kesimpulan pribadi atau berdasarkan disiplin ilmu yang ditekuninya sebagai ahli bahasa Indonesia.


"Itu asumsi Saya. Penggunaan istilah 'wereng coklat' itu menuju kepada polisi. Bahwasanya polisi bajunya warna coklat," tegasnya.


"Berarti Itu asumsi ahli?" cecar PH terdakwa dan ditimpali T Kasa Rullah, frasa tersebut dilihat penggunaannya pada saat kejadiannya apa dan konteksnya apa.


Tim JPU (kiri) seyogianya juga akan menghadirkan hukum ahli hukum pidana. (MOL/ROBERTS)



Ahli Hukum Pidana


Seyogianya tim JPU juga akan menghadirkan ahli hukum pidana dari USU Medan Dr Edi Yunara SH MHum guna didengarkan pendapatnya dalam perkara Khairi Amri, namun akhirnya ditunda hakim ketua Tengku Oyong.


"Kalau gitu kita tunda ajalah mendengarkan keterangan saudara ahli ini ya penuntut umum? Karena nggak dibawa beliau ini pula katanya surat penugasan dari pimpinan universitas," tegas T Oyong.


Postingan (chat) terdakwa dalam Grup WA KAMI Medan di sela-sela menggelar aksi demonstrasi 2 hari berturut-turut menolak disahkannya UU Omnibus Law, Kamis dan Jumat (9/10/2020) lalu antara lain, Gawat x ah... Wercok ini... Baru lagi saya dapat telpon mengingatkan,,, kalau KAMI dan PETA jangan turun aksi.... Paranoid ini saya pikir...  


Bahkan melarang saya hadir ke sana... Saya jawab.... Kelen aja lah yang jangan kesana.... Aku kerja dan cari makan di gedung DPRD SUMUT sejak 2004...”


“Yg penting KAMI dan PETA tdk ikut2an”, yang diikuti postingan emoji/gambar jari tangan menunjukkan pesan ke atas dengan maksud agar seluruh anggota grup KAMI Medan turut membenci atau memusuhi anggota Kepolisian Republik Indonesia (Polri) yang disamakan penyebutannya dengan “wereng coklat' disingkat 'Wercok'.


Khairi pun didakwa dengan pasal pidana berlapis. Primair pertama, Pasal 45A Ayat (2) UU No 19 Tahun 2016 Perubahan Atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP. Kedua, Pasal 14 Ayat (1) Lampiran Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.


Kedua, Pasal 14 Ayat(2) Lampiran UU Peraturan Hukum Pidana jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana. Atau ketiga, Pasal 160 KUHPidana jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana. (ROBERTS)





Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini