Telaah Laporan Keuangan Tak Hambat APH Periksa Pejabat Terindikasi Korupsi

Sebarkan:
TEBINGTINGGI | Telaah atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) adalah pelaksanaan prosedur permintaan keterangan dan analisis yang menghasilkan dasar memadai bagi akuntan untuk memberikan keyakinan terbatas bahwa tidak ada modifikasi material yang harus dilakukan atas laporan keuangan agar laporan tersebut sesuai dengan prinsip akuntasi yang berlaku umum di Indonesia atau sesuai hasil basis akuntansi komprehensif yang lain sebagaimana diterangkan dalam Standart Profesional Akuntansi Publik (SPAP).

Demikian ulasan singkat Wali Kota LIRA Tebingtinggi Ratama Saragih kepada Metro-online.co, Jumat (7/08/2020) melalui pesan WhatsApp.

Pengamat Kebijakan Anggaran dan Publik ini menjelaskan bahwa Telaah yang dilakukan APIP sesungguhnya bertujuan untuk memberikan keyakinan terbatas atas laporan keuangan dalam rangka pernyataan tanggungjawab (Statemen of Responsbility) atas laporan keuangan tersebut.

Pernyataan tanggung jawab menyatakan bahwa laporan keuangan telaah disusun berdasarkan sistem pengendalian intern yang memadai.

"Namun demikian, sistem pengendalian intern yang ditelaah dibatasi pada pengendalian yang berkaitan dengan penyusunan laporan keuangan," ujar Ratama.

Menurut Jejaring Ombudsman ini, mustahil seorang kepala daerah (Gubernur/Bupati/Walikota) dapat meyakini sendiri bahwa semua transaksi keuangan tersebut telah dicatat dan disajikan secara benar sesuai dengan SAP tanpa dibantu oleh perangkatnya, dalam hal ini Inspektorat.

Untuk lebih memberikan keyakinan kepada kepala daerah, itulah diperlukan Inspektorat untuk lakukan telaah atas LKPD yang dimaksud.

LKPD yang disampaikan ke BPK tersebut akan dijadikan bahan/dokumen untuk dilakukan pemeriksaan LKPD, sehingga dihasilkan pendapat (opini) dari BPK sebagai Raport Kepala Daerah.

Persoalannya, sekarang bahwa masyarakat mengklaim jika telaah disamakan dengan audit, sehingga digeneralisasi bahwa tidak perlu lagi dilakukan pemeriksaan, audit, atau pemanggilan oleh Aparat Penegak Hukum (APH) kepada Pengguna Anggaran karena sudah dilakukan telaah oleh APIP.

Penggiat dan Responder BPK ini juga mengutarakan perbedaan hakiki telaah dan audit sesungguhnya terletak pada pembatasan tindakan, artinya pada telaah tidak mencakup tindakan pengujian terhadap Sistem Pengendalian Intern (SPI), catatan akuntansi dan pengujian atas respon terhadap permintaan keterangan melalui perolehan barang bukti, serta prosedur lainnya seperti yang dilaksanakan dalam suatu audit.

Sebagai contoh, dalam hal pengadaan barang modal yang nilai material, proses telaah hanya meyakinkan bahwa pengadaan barang telah dicatat dalam aktiva tetap. Sedangkan dalam audit harus dilakukan pengujian bahwa prosedur pengadaan barang tersebut telah dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Telaah tidak mencakup suatu pengujian atas kebenaran substansi dokumen sumber seperti perjanjian kontrak pengadaan barang/jasa, bukti pembayaran/kuintansi, serta berita acara fisik atas pengadaan barang/jasa, dan prosedur lainnya yang lazim dilakukan dalam audit.

Maka dapat dipastikan jika dalam pelaksaan telaah tidak akan mengemukakan temuan-temuan yang berindikasi kerugian daerah/negara atau masalah-masalah yang berkaitan dengan unsur tindak pidana korupsi dikarenakan beda metoda dengan audit.

"Dengan demikian, patutlah dilakukan pemeriksaan oleh APH yang menerima informasi awal adanya kerugian daerah/negara didalam tubuh lembaga yang menggunakan Anggaran Negara. Sebab, APH adalah pintu masuk bagi BPK untuk menguji sampai kepada bukti-bukti transaksi. Jika demikian, maka APH dituntut bekerja profesional dan proposional dengan memberdayakan masyarakat terutama Penggiat, LSM dan Media," ungkap Ratama.

"Telaah perlu dilakukan semata-mata bukan sebagai dasar penghalang bagi APH untuk melakukan pengujian bukti dengan tujuan menghindarkan kerugian daerah/negara yang lebih besar lagi serta sebagai langkah preventif terjadinya korupsi," tutupnya. (Sdy)
Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini