SERDANGBEDAGAI | Ekspor 'sate' lipan yang diproduksi Ricky Santri Kurniawan (23), mengalami peningkatan yang signifikan.
Hingga semester I-2020, pengiriman kelabang (lipan) kering yang difasilitasi Karantina Pertanian Medan mencapai 3.591 kilogram (kg) dengan total nilai ekspor berkisar Rp.4.309.200.000.
"Berdasarkan data Indonesian Quarantine Full Automation System (IQFAST), sampai dengan Juni 2020, frekuensi pengiriman ada 9 kali dengan total volume sebanyak 3.591 kg dengan nilai ekspor berkisar Rp.4.309.200.000," ujar Kepala Karantina Pertanian Medan Hafni Zahara, saat melakukan supervisi ke tempat pengepul dan pengolahan lipan milik Ricky, di Dusun Belimbing, Desa Melati II, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai (Sergai), Sumut.
Dalam supervisi itu, Hafni Zahara yang didampingi Kasie Karantina Hewan Wagimin dan Untung Dalimunthe mengatakan, negara tujuan ekspor lipan kering ini, antara lain Vietnam, Hongkong dan Amerika Serikat.
"Volume dan frekuensi ekspor binatang berbisa ini untuk tahun 2020, khususnya di semester I meningkat tajam dibandingkan tahun 2019. Yang mana, tahun 2019, pengiriman hanya dilakukan sekali saja sebanyak 189 kg dengan nilai ekspor berkisar Rp.228.500.000. Bila dipresentasikan peningkatan terjadi sekitar 1.800 persen," kata Wagimin.
Ricky Santri Kurniawan adalah eksportir millenial yang tergolong cerdas dan mampu mengambil peluang pasar. Ia bersama keluarganya merupakan pengepul lipan untuk diolah menjadi lipan kering dan selanjutnya diekspor ke sejumlah negara.
Dari kunjungan itu, Hafni melihat langsung proses pengolahan sate lipan yang dilakukan Ricky. Lipan-lipan yang dikumpulkan dari masyarakat sekitar itu setelah dimatikan, dicuci kemudian dikelompokkan berdasarkan ukuran atau panjang lipan sesuai permintaan pasar.
Sementara, Ricky menjelaskan, pengelompokan dilakukan berdasarkan panjang lipan yakni 17 cm, 16 cm dan 13-14 cm. Lipan kemudian ditusuk dengan potongan bambu tipis (seperti tusukan sate) di bagian kepala dan ekornya. Lipan yang telah ditusuk disusun berbaris diatas keranjang pengasapan.
"Selanjutnya dimasukkan kedalam tungku berbahan bakar kayu dan sabut kelapa. Lipan diasapi hingga kering. Dan, pengasapan biasanya dilakukan berkisar empat jam untuk memperoleh lipan kering siap ekspor. Setelah diasap, lipan dipacking ke dalam kantong plastik. Lipan kering ini bisa disimpan antara 5 sampai 6 bulan," ungkap Ricky, Kamis (23/7/2020).
Karena sifatnya yang kanibal, hingga saat ini belum ada warga yang dapat membudidayakan binatang berbisa itu.
"Saya sendiri pernah sekali mencoba untuk membudidayakan lipan, tapi tidak berhasil karena lipan itu kanibal," jelasnya.
Ricky yang banyak mempekerjakan ibu-ibu rumah tangga ini, pertama sekali melakukan ekspor lipan kering pada Juni 2019 sebanyak 189 kg ke Vietnam.
Lipan kering tersebut pada umumnya digunakan untuk bahan baku obat dan pakan hewan seperti burung dan ikan.
Kementan Dukung Ekspor
Menurut Hafni, sejak pandemi Covid-19 merebak di dunia, ekspor lipan sempat terkendala hingga tiga bulan lamanya.
Kondisi itu membuat ibu-ibu yang selama ini turut membantu Ricky dalam proses pengolahan lipan kering tidak lagi memiliki penghasilan.
"Ya, mereka tidak punya pendapatan lagi karena ekspor terganggu. Rata-rata ibu-ibu itu bekerja mulai pukul 09.00-12.00 WIB dengan penghasilan berkisar Rp.60.000 per orang. Tapi sekarang mereka sudah tersenyum lagi. Ekspor lipan sudah berjalan kembali," terang Hafni.
Hafni mengatakan, untuk mendukung ekspor, Kementerian Pertanian (Kementan) mendorong para pengusaha dan eskportir agar melipatgandakan lalu lintas ekspor pertanian menjadi tiga kali lipat.
Program yang disebut sebagai Gerakan Tiga Kali Lipat Ekspor (Gratieks) ini, menurut Hafni, digagas oleh Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo sebagai upaya ikut memberikan kontribusi pada perekonomian Indonesia.
"Sejalan dengan peningkatan frekuensi dan volume ekspor tersebut, kami akan terus mendukung para eksportir dan berharap dapat menciptakan eksportir-eksportir millenial yang dapat menggerakkan roda perekonomian terutama di bidang pertanian," ucapnya. (Wan)
Hingga semester I-2020, pengiriman kelabang (lipan) kering yang difasilitasi Karantina Pertanian Medan mencapai 3.591 kilogram (kg) dengan total nilai ekspor berkisar Rp.4.309.200.000.
"Berdasarkan data Indonesian Quarantine Full Automation System (IQFAST), sampai dengan Juni 2020, frekuensi pengiriman ada 9 kali dengan total volume sebanyak 3.591 kg dengan nilai ekspor berkisar Rp.4.309.200.000," ujar Kepala Karantina Pertanian Medan Hafni Zahara, saat melakukan supervisi ke tempat pengepul dan pengolahan lipan milik Ricky, di Dusun Belimbing, Desa Melati II, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai (Sergai), Sumut.
Dalam supervisi itu, Hafni Zahara yang didampingi Kasie Karantina Hewan Wagimin dan Untung Dalimunthe mengatakan, negara tujuan ekspor lipan kering ini, antara lain Vietnam, Hongkong dan Amerika Serikat.
"Volume dan frekuensi ekspor binatang berbisa ini untuk tahun 2020, khususnya di semester I meningkat tajam dibandingkan tahun 2019. Yang mana, tahun 2019, pengiriman hanya dilakukan sekali saja sebanyak 189 kg dengan nilai ekspor berkisar Rp.228.500.000. Bila dipresentasikan peningkatan terjadi sekitar 1.800 persen," kata Wagimin.
Ricky Santri Kurniawan adalah eksportir millenial yang tergolong cerdas dan mampu mengambil peluang pasar. Ia bersama keluarganya merupakan pengepul lipan untuk diolah menjadi lipan kering dan selanjutnya diekspor ke sejumlah negara.
Dari kunjungan itu, Hafni melihat langsung proses pengolahan sate lipan yang dilakukan Ricky. Lipan-lipan yang dikumpulkan dari masyarakat sekitar itu setelah dimatikan, dicuci kemudian dikelompokkan berdasarkan ukuran atau panjang lipan sesuai permintaan pasar.
Sementara, Ricky menjelaskan, pengelompokan dilakukan berdasarkan panjang lipan yakni 17 cm, 16 cm dan 13-14 cm. Lipan kemudian ditusuk dengan potongan bambu tipis (seperti tusukan sate) di bagian kepala dan ekornya. Lipan yang telah ditusuk disusun berbaris diatas keranjang pengasapan.
"Selanjutnya dimasukkan kedalam tungku berbahan bakar kayu dan sabut kelapa. Lipan diasapi hingga kering. Dan, pengasapan biasanya dilakukan berkisar empat jam untuk memperoleh lipan kering siap ekspor. Setelah diasap, lipan dipacking ke dalam kantong plastik. Lipan kering ini bisa disimpan antara 5 sampai 6 bulan," ungkap Ricky, Kamis (23/7/2020).
Karena sifatnya yang kanibal, hingga saat ini belum ada warga yang dapat membudidayakan binatang berbisa itu.
"Saya sendiri pernah sekali mencoba untuk membudidayakan lipan, tapi tidak berhasil karena lipan itu kanibal," jelasnya.
Ricky yang banyak mempekerjakan ibu-ibu rumah tangga ini, pertama sekali melakukan ekspor lipan kering pada Juni 2019 sebanyak 189 kg ke Vietnam.
Lipan kering tersebut pada umumnya digunakan untuk bahan baku obat dan pakan hewan seperti burung dan ikan.
Kementan Dukung Ekspor
Menurut Hafni, sejak pandemi Covid-19 merebak di dunia, ekspor lipan sempat terkendala hingga tiga bulan lamanya.
Kondisi itu membuat ibu-ibu yang selama ini turut membantu Ricky dalam proses pengolahan lipan kering tidak lagi memiliki penghasilan.
"Ya, mereka tidak punya pendapatan lagi karena ekspor terganggu. Rata-rata ibu-ibu itu bekerja mulai pukul 09.00-12.00 WIB dengan penghasilan berkisar Rp.60.000 per orang. Tapi sekarang mereka sudah tersenyum lagi. Ekspor lipan sudah berjalan kembali," terang Hafni.
Hafni mengatakan, untuk mendukung ekspor, Kementerian Pertanian (Kementan) mendorong para pengusaha dan eskportir agar melipatgandakan lalu lintas ekspor pertanian menjadi tiga kali lipat.
Program yang disebut sebagai Gerakan Tiga Kali Lipat Ekspor (Gratieks) ini, menurut Hafni, digagas oleh Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo sebagai upaya ikut memberikan kontribusi pada perekonomian Indonesia.
"Sejalan dengan peningkatan frekuensi dan volume ekspor tersebut, kami akan terus mendukung para eksportir dan berharap dapat menciptakan eksportir-eksportir millenial yang dapat menggerakkan roda perekonomian terutama di bidang pertanian," ucapnya. (Wan)