DELISERDANG - Pandemi wabah Virus Covid-19 hingga kini masih belum juga hilang dari masyarakat, meski sudah berjalan hampir tiga bulan lamanya.
Kondisi saat ini di Kabupaten Deliserdang khususnya, jumlah pasien Covid-19 menurut data tim Gugus Tugas terus mengalami peningkatan yaitu 53 orang masih dirawat status PDP dan 10 orang meninggal dinyatakan positif Covid-19. Datanya ini dicatat pada 10 Juni 2020 sore.
Dengan terus berkembangnya wabah ini, sejumlah masyarakat Kabupaten Deliserdang menjadi gusar dan bahkan ada beranggapan data sosialisasi yang disampaikan oleh Gugus Tugas Covid-19 Deliserdang itu tidak dipahami masyarakat dan tidak transparan.
Bono, salah seorang tokoh masyarakat Kecamatan Tanjung Morawa menyebutkan masyarakat saat ini semakin cemas bukan karena penyebaran Virus Covid-19, namun karena kejelasan wilayah terpapar.
Dimana wilayah yang terpapar Virus Covid-19 dan siapa yang terpapar warga mana itu tidak pernah jelas. Bahkan sudah beberapa kali ada statement dari pihak Gugus Tugas Covid-19 bahwa sejumlah warga atau pejabat positif terpapar virus Covid-19 namun ternyata akhirnya negatif.
"Sekarang masyarakat kebanyakan tambah bingung, ini benar ada virus Covid-19 seperti yang di sosialisasikan atau hanya sekedar menghabiskan anggaran. Lihat sekarang masyarakat semakin kesulitan ekonomi tidak menentu, mau kerja tidak bisa, mau usaha dilarang, di rumah saja mau makan apa? Jadi masyarakat harus gimana saat ini, apa harus mati pelan-pelan?," ungkapnya.
Pendapat berbeda dari Tokoh Pemuda Kabupaten Deliserdang Bobi Lusaka Purba. Ia menyebutkan tidak sependapat bila ada tudingan petugas medis memanfaatkan wabah Virus Covid-19 untuk mendulang keuntungan.
Karena sejauh ini wabah virus Covid-19 ini sudah mendunia dan hampir seluruh negara itu terjangkit virus Covid-19. Memang transparansi Pemerintah itu diperlukan agar masyarakat informasi yang di dapat masyarakat itu tidak simpang siur seperti yang beredar di medsos.
"Apakah memang sangat mahal biaya yang dikeluarkan pemerintah untuk satu pasien Covid-19 tersebut? kalau benar berapa itu?." ucapnya sembari berharap pandemi Covid-19 ini segera berakhir.
Sementara itu Yahya Saragih selaku Pengurus Lumbung Informasi Rakyat (LIRA) Deliserdang beranggapan, masa pandemi Covid-19 ini sangat banyak memakan anggaran.
Meski demikian, kata dia, gejolak masyarakat juga terjadi karena merasa Pemerintah tidak dapat menjalankan program sosial secara adil kepada masyarakat terdampak Covid-19 di Kabupaten Deliserdang khususnya.
"Kalau terkait tudingan petugas medis bermain untuk mendapatkan keuntungan menggunakan dalih pasien Covid-19 itu sangat disesalkan bila benar terjadi. Karena saat ini bukan saatnya memanfaatkan situasi dimana masyarakat sedang dihantui kecemasan dan krisis ekonomi," ucap Yahya.
Ia menegaskan, mestinya pemerintah daerah itu memberikan transparansi dan pengawasan yang maksimal kepada masyarakat agar tidak terjadi kesalahpahaman dan pengawasan pada petugas medis rumah sakit atau perusahaan farmasi.
"Ini sangat diperlukan ,agar masa-masa pandemic seperti ini tidak menjadi ajang bisnis," ungkapnya.
Sebelumnya sempat muncul permasalahan yang menuding para dokter dan tenaga kesehatan berkonspirasi dalam penetapan status PDP maupun Positif Covid-19 untuk mendapatkan keuntungan.
Stigma negatif yang dialamatkan kepada dokter dan tenaga medis muncul akibat protes dan keributan warga sebagai respons atas penetapan status PDP maupun positif Covid-19.
Akibatnya timbul ketidakpercayaan masyarakat terhadap tenaga medis sehingga muncul beberapa kasus penjemputan paksa pasien atau jenazah PDP dan Positif Covid-19. (Wan)
Kondisi saat ini di Kabupaten Deliserdang khususnya, jumlah pasien Covid-19 menurut data tim Gugus Tugas terus mengalami peningkatan yaitu 53 orang masih dirawat status PDP dan 10 orang meninggal dinyatakan positif Covid-19. Datanya ini dicatat pada 10 Juni 2020 sore.
Dengan terus berkembangnya wabah ini, sejumlah masyarakat Kabupaten Deliserdang menjadi gusar dan bahkan ada beranggapan data sosialisasi yang disampaikan oleh Gugus Tugas Covid-19 Deliserdang itu tidak dipahami masyarakat dan tidak transparan.
Bono, salah seorang tokoh masyarakat Kecamatan Tanjung Morawa menyebutkan masyarakat saat ini semakin cemas bukan karena penyebaran Virus Covid-19, namun karena kejelasan wilayah terpapar.
Dimana wilayah yang terpapar Virus Covid-19 dan siapa yang terpapar warga mana itu tidak pernah jelas. Bahkan sudah beberapa kali ada statement dari pihak Gugus Tugas Covid-19 bahwa sejumlah warga atau pejabat positif terpapar virus Covid-19 namun ternyata akhirnya negatif.
"Sekarang masyarakat kebanyakan tambah bingung, ini benar ada virus Covid-19 seperti yang di sosialisasikan atau hanya sekedar menghabiskan anggaran. Lihat sekarang masyarakat semakin kesulitan ekonomi tidak menentu, mau kerja tidak bisa, mau usaha dilarang, di rumah saja mau makan apa? Jadi masyarakat harus gimana saat ini, apa harus mati pelan-pelan?," ungkapnya.
Pendapat berbeda dari Tokoh Pemuda Kabupaten Deliserdang Bobi Lusaka Purba. Ia menyebutkan tidak sependapat bila ada tudingan petugas medis memanfaatkan wabah Virus Covid-19 untuk mendulang keuntungan.
Karena sejauh ini wabah virus Covid-19 ini sudah mendunia dan hampir seluruh negara itu terjangkit virus Covid-19. Memang transparansi Pemerintah itu diperlukan agar masyarakat informasi yang di dapat masyarakat itu tidak simpang siur seperti yang beredar di medsos.
"Apakah memang sangat mahal biaya yang dikeluarkan pemerintah untuk satu pasien Covid-19 tersebut? kalau benar berapa itu?." ucapnya sembari berharap pandemi Covid-19 ini segera berakhir.
Sementara itu Yahya Saragih selaku Pengurus Lumbung Informasi Rakyat (LIRA) Deliserdang beranggapan, masa pandemi Covid-19 ini sangat banyak memakan anggaran.
Meski demikian, kata dia, gejolak masyarakat juga terjadi karena merasa Pemerintah tidak dapat menjalankan program sosial secara adil kepada masyarakat terdampak Covid-19 di Kabupaten Deliserdang khususnya.
"Kalau terkait tudingan petugas medis bermain untuk mendapatkan keuntungan menggunakan dalih pasien Covid-19 itu sangat disesalkan bila benar terjadi. Karena saat ini bukan saatnya memanfaatkan situasi dimana masyarakat sedang dihantui kecemasan dan krisis ekonomi," ucap Yahya.
Ia menegaskan, mestinya pemerintah daerah itu memberikan transparansi dan pengawasan yang maksimal kepada masyarakat agar tidak terjadi kesalahpahaman dan pengawasan pada petugas medis rumah sakit atau perusahaan farmasi.
"Ini sangat diperlukan ,agar masa-masa pandemic seperti ini tidak menjadi ajang bisnis," ungkapnya.
Sebelumnya sempat muncul permasalahan yang menuding para dokter dan tenaga kesehatan berkonspirasi dalam penetapan status PDP maupun Positif Covid-19 untuk mendapatkan keuntungan.
Stigma negatif yang dialamatkan kepada dokter dan tenaga medis muncul akibat protes dan keributan warga sebagai respons atas penetapan status PDP maupun positif Covid-19.
Akibatnya timbul ketidakpercayaan masyarakat terhadap tenaga medis sehingga muncul beberapa kasus penjemputan paksa pasien atau jenazah PDP dan Positif Covid-19. (Wan)

