Grand Mansion Hotel Batal Dibangun, Pemko Tebingtinggi Diduga Lakukan Maladministrasi Terkait Izin

Sebarkan:
Lokasi di Jalan KF Tandean Kota Tebingtinggi yang awalnya direncanakan bangun hotel bintang 4, kini berubah menjadi rumah toko (Ruko).
TEBINGTINGGI - Pemerintah Kota (Pemko) Tebingtinggi melalui Dinas Perizinan diduga melakukan perbuatan melawan hukum sehingga mengakibatkan Maladministrasi.

Pasalnya, Dinas Perizinan diduga menerbitkan IMB yang tidak sesuai dengan prinsip izin peruntukan awal pada lokasi yang saat ini tengah dibangun ruko sebanyak 50 unit di Jalan KF Tandean, Kota Tebingtinggi.

Pada Ground Breaking alias peletakan batu pertama pembangunan Grand Mansion Hotel berbintang 4, Selasa (12/11/2019) lalu oleh Wali Kota Tebingtinggi Umar Zunaidi Hasibuan yang disaksikan pengelola dan para stakeholder lainnya, menjadikan hal ini semakin nyata dugaan unsur perbuatan melawan hukumnya.

"Peletakan batu pertama Grand Mansion Hotel berbintang 4 itu mengisyaratkan bahwa urusan izin dan persyaratan lainnya pasti sudah tersedia semua," ujar Ratama Saragih selaku Wali Kota LSM LIRA Kota Tebingtinggi melalui keterangannya kepada redaksi, Sabtu (6/6/2020).

Pengamat Kebijakan Publik dan Anggaran ini menambahkan bahwa jika kemudian faktanya bukan hotel bintang 4 yang terbangun, melainkan ruko, maka patut diduga adanya Maladministrasi.

"Bukan itu saja, potensi dugaan unsur gratifikasi dan suap bisa saja terjadi, sebab mengubah izin awal yang tidak sesuai peruntukan semula itu hanya bisa dilakukan oleh pejabat yang punya wewenang dan otoritas," ungkapnya.

Selain Maladministrasi, lanjut Ratama,  Pemko Tebingtinggi juga kecolongan potensi PAD (Pendapatan Asli Daerah) dari retribusi pembangunan Grand Mansion Hotel tersebut.

"Bisa ditaksir kontribusi dari retribusi pembangunan hotel bintang 4 tersebut sampai Miliaran rupiah, dibanding retribusi ruko sebagaimana dijelaskan dalam paragraf 3 pasal 89 Perda Tebingtinggi Nomor 6 Tahun 2011 tentang Retribusi Daerah, dimana rumusannya adalah RIMB = NHB x 0,5 % yakni RIMB adalah Retribusi Izin Mendirikan Bangunan sama dengan Nilai Harga Bangunan di kali 0,5%," katanya.

Selain itu, kata Ratama yang juga Responder resmi BPK ini, DPRD patut membentuk Pansus untuk menelusuri unsur kerugian negaranya. Sebab, tanah yang digunakan untuk bangunan ruko tersebut adalah tanah eks rumah dinas TNI AD.

"Ini perlu untuk membuka tabir, sehingga harga diri dan eksistensi penguasa Pemerintah masih dipercaya masyarakat, kalau tidak mau di cap stempel menjadi penguasa yang "Asal Bapak Senang" alias ABS," imbuhnya.

Dijelaskan Ratama, masyarakat sekitar pembangunan rencana Grand Mansion Hotel tersebut, khususnya pengangguran sudah tentu kecewa berat, sebab impian mereka tinggal angan-angan belaka untuk dipekerjakan di hotel bintang 4 yang gagal bangun tersebut.

"Fakta ini tidak boleh terjadi lagi, DPRD dan LSM serta media harus terus mengawal dan mengawasi kebijakan publik yang tidak berpihak kepada rakyatnya," pungkasnya. (Red)
Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini