Ahli Waris Minta Aset PT Moeis Dikembalikan

Sebarkan:
Salah satu aset PT MOEIS

MEDAN-Meski telah berkekuatan hukum tetap (incrah), namun putusan Mahkamah Agung RI No:1262.K/pdt/2011 tanggal 29 November 2011 lalu, seolah tak berarti. Buktinya, sampai hari ini seluruh aset-aset milik PT Moeis masih dikuasai para mafia tanah.

 Amar putusan MA yang memerintahkan Pengadilan  Negeri (PN) Medan untuk mengeksekusi objek perkara juga dikangkangi oknum-oknum mafia hukum dan tanah. Aset-aset yang diwariskan Abdul Moeis Nasution (almarhum) memiliki akta pendirian perusahaan Nomor: 59 dibuat oleh notaris Kas Muliyanto Ongko alias Ongko Kiem Lian dengan SK Menteri Kehakiman (Menkeh) dengan No: 96/1958 termaktub di dalam Tambahan Lembaran Negara RI No: 74 tertanggal 16 September 1959 didaftarkan dan disahkan Menkeh dengan No: YA,5/49/25.

 Ahli waris sah Zulkarnaen Nasution menjelaskan, berdasarkan penetapan PN Medan No 124/Pdt.g/2009/PN-Mdn,No 01/CB/2009/PN-kis tanggal 18 Agustus 2009, tanah beserta perkebunan kelapa sawit seluas 1.073 hektar di Sipare-Pare, Kec. Air Putih, Kab.Asahan juga telah diletakkan sita jaminan (conservatoir beslag). Dengan demikian, aset tersebut tidak boleh dialihkan pada pihak lain, dijual, dihepotikan,digadaikan-dihibahkan, diwasiatkan dan ditukar atau dengan cara apapun  yang sifatnya mengalihkan hak-haknya. "Jual beli yang dilakukan tergugat, dan akte-akte yang diterbitkan Notaris Dana Batal semua batal demi hukum. Ini sesuai dengan putusan Mahkamah Agung RI,"tegas Zulkarnaen.  Sita jaminan tersebut lanjutnya, ditandatangani oleh panitra/juru sita PN Kisaran, Mara Enda SH, dan diketahui oleh Lurah Perkebunan Sipare-pare, Siti Aisyah serta saksi-saksi Helmi SH, Setiaman dan Abdul Munir Nasution.

 "Putusan tersebut  4 tahun kamudian baru diketahui para ahli waris. Tapi suratnya malah disembunyikan dan dikuasai oleh para mafia tanah," kesalnya. Ironisnya lagi lanjut Zulkarnaen, perkebunan kelapa sawit seluas 1.073 hektar di Sipare-pare yang terdaptar di BPN No 17/Hgu/Bpn/90 tanggal 30 April 1990 yang dijadikan jaminan gugatan penggugat dalam perkara No 124/pdt.G/2009/PN-Mdn itu, justru dibaliknamakan oleh para pelaku. "Atas dasar apa Yuandi alias Andi sebagai Dirut PT Moeis dan menjadi pembeli aset PT Moeis. Sementara kami sebagai ahli waris sama sekali tidak pernah melakukan jual beli. Kami juga tidak pernah menandatangani akta apa pun dihadapan Notaris Dana Barus seperti yang tercantum dalam perdamaian yang telah mereka rekayasa (causa prima gugatan perdata dan kronologis terbitnya akte nomor 43 tanggal 24 Nopember 2011 lalu)," tegas Zulkarnaen.

 Seharusnya dalam hal ini lebih dulu diadakan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Namun  dalam hal ini, Zulkarnaen yang menjabat sebagai Dirut PT Moeis yang sah tidak pernah mengadakan RUPS. Lanjut Zulkarnaen, akte nomor 38 dan 39 pada tanggal 17 Januari 1994 dan akte nomor 17 tanggal 23 Maret 1998 tentang risalah rapat PT Moeis semuanya telah dibatalkan dan cacat hukum sesuai dengan putusan PN Medan, PT Medan dan Mahkamah Agung RI yang telan incrah dan berkekuatan hukum tetap.

 Namun anehnya lanjut Zulkarnaen, muncul akte baru bernomor 43 tanggal 24 November 2011 yang diterbitkan notaris Dana Barus. "Semua akte yang mereka terbitkan palsu dan abal-abal. Notaris Dana Barus juga harus segera diperiksa," pintanya.

 Tak kunjung terlaksananya eksekusi inilah yang membuat para ahli waris geram, hingga mereka mengadu sekaligus minta perlindungan ke Presiden RI Jokowi,Menkumham, Mahkamah Agung,Jaksa Agung, Komisis Yudisial, Kapolri hingga KPK.

 Dalam laporannya, Zulkarnaen meminta pemerintah dan institusi penegah hukum membantu para ahli waris mengembalikan aset-aset mereka yang masih dikuasai para mafia hukum dan peradilan dari tahun 2009 hingga sekarang. Selain itu, Zulkarnaen juga meminta penegak hukum menindak tegas dan membersihkan para mafia yang masih 'berkuasa' di Sumatera Utara dibantu oknum-oknum pengadilan.

 Dalam surat tersebut,pihaknya juga melampirkan bukti acara sita jaminan perkebunan kelapa sawit seluas 1.073 hektar di Sipare-pare terdaptar di BPN No 17/Hgu/Bpn/90 tanggal 30 April 1990 yang dijadikan jaminan gugatan penggugat dalam perkara No 124/pdt.G/2009/PN-Mdn tanggal 18 Agustus 2009. "Hukum harus ditegakkan. Saya sebagai ahli waris tak akan mundur dan menyerah. Meski diintimidasi dan dikriminalisasikan, saya tidak akan pernah mau menandatangani surat pernyataan dan perdamaian yang diberikan Yuandi alias Andi. Hak-hak kami harus segera dikembalikan," tegasnya.

 Seperti diketahui, perjuangan para ahli waris untuk mendapatkan hak-hak mereka terus mendapat rintangan. Alih-alih mendapatkan keadilan, ahli waris sah PT Moeis itu justru dijadikan sebagai tersangka. Zulkarnaen dan adiknya Abdul Munir Nasution justru dilaporkan melakukan pencurian buah sawit milik PT Moeis yang notabene adalah milik mereka sendiri.

 Ironisnya, Polres Batubara justru menerima mentah-mentah laporan tersebut dan menetapkan Zulkarnaen dan Abdul Munir sebagai tersangka. Tragisnya, Abdul Munir malah ditangkap, ditahan hingga sakit dan meregang nyawa. "Perkara ini harus diusut tuntas hingga ke akar-akarnya. Pihak-pihak yang terlibat harus dipenjarakan hingga tak ada lagi rakyat  yang jadi korban mereka. Hukum dan kebenaran  harus ditegakkan,"tandasnya. (red)
Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini