Merasa Kapolres Dizolimi, Masyarakat Asahan Gelar Aksi Demo

Sebarkan:

Aksi demo puluhan orang di Mapolda Sumut menyampaikan aspirasi terkait adanya kasus tangkap lepas terhadap bandar narkoba di wilayah hukum Polres Asahan, membuat masyarakat yang tergabung dari Aliansi Masyarakat Asahan Anti Narkoba dan ibu perwiritan marah besar.

Mereka menganggap aksi itu merupakan perbuatan yang tidak bertanggung jawab yang telah menzolimi Kapolres Asahan AKBP Kobul Syahrin Ritonga yang dianggap terus memberantas peredaran narkoba di Kabupaten Asahan.

Dalam giat Aksi unjuk rasa spontanitas Aliansi Masyarakat Asahan Anti Narkoba, mereka mendukung Polres Asahan untuk pemberantasan narkoba. Mereka berjalan dari rute tugu juang Jalan Cokroaminoto Kisaran hingga Mako Polres Asahan.

Aksi spontanitas ini dikordinator oleh Heri Lobe (Wakil Ketua Granat Kabupaten Asahan), Ustad Raja Dedi (Tokoh Agama) dan Ucok Sakir Samosir (Tokoh Masyarakat).

Heri Lobe kordinator aksi dalam orasinya mengucapkan terima kasih kepada Kapolres Asahan AKBP Kobul Syahrin Ritonga Sik yang telah memberantas Narkoba.

"Kami warga Kisaran sangat merasakannya. Kami masyarakat mendukung Polres Asahan dalam memberantas Narkoba menuju Asahan yang bebas Narkoba. Allahu Akbar," teriak Heri Lobe dalam orasinya.

"Kami masyarakat Asahan anti Narkoba tidak setuju dengan adanya oknum yang mengatasnamakan Mahasiswa berdemo Ke Polda Sumut yang menyatakan bahwa Kapolres Asahan AKBP Kobul Syahrin Ritonga tidak bekerja memberantas narkoba di Asahan dan mereka bukanlah masyarakat Asahan," tambahnya.

Lanjut Heri lobe lagi dalam orasinya, sebagai masyarakat Asahan mendukung sepenuhnya segala upaya tindakan yang telah dilakukan oleh Kapolres dalam menangkap dan memberantas jaringan narkoba di Kabupaten Asahan.

"Kami bermohon kepada bapak Kapolres beserta jajarannya untuk secara terus-menerus dan berkesinambungan menjalankan program pemberantasan narkoba dan jaringannya di Kabupaten Asahan," ucapnya.

Selain itu Ustaz Raja Dedi sebagai Toko Agama dalam orasinya, mengutuk keras secara pribadi yang tidak bertanggung jawab dan mengatasnamakan masyarakat Asahan yang telah mendiskreditkan mendzolimi dan membuat statement serta info sesat yang dapat melemahkan upaya Kapolres Asahan untuk memberantas jaringan narkoba.

"Saya meminta kepada Bapak Kapolda Sumut untuk memberikan dukungan kepada Kapolres Asahan yang telah secara profesional dan kami anggap berhasil dalam menangani pemberantasan jaringan narkoba di Kabupaten Asahan," ucapnya. 

Lina (46) seorang ibu perwiritan warga jalan Panglima Polem saat dimintai keteranganya di Mapolres Asahan mengatakan, mereka tidak terima apa yang telah dilakukan oleh pihak mengatasnamakan Kumpulan Anak Perantau Asahan (KAPAS).

"Pak kapolda, semua itu fitnah, karena kami sebagai masyarakat Asahan sangat merasakan semenjak bapak Kobul Syahrin Ritonga menjabat menjadi Kapolres Asahan," katanya.

"Dahulu kampung kami di jalan Panglima Polem peredaran narkoba sangat luar biasa, seperti jual kacang goreng, setelah bapak Kapolres turun langsung kekampung kami, semua di berantas habis, dan kami sebagai masyarakat Panglima Polem Kisaran sangat berterima kasih dengan pihak Polres 4sahan yang di pimpin AKBP Kobul Syahrin Ritonga, itu semua kami rasakan dengan kepemimpinan beliau," lanjut dikatakannya.

Dalam pantauan wartawan, setelah orator selesai membacakan pernyataan sikap, kemudian perwakilan pengunjuk rasa menyerahkan pernyataan sikap yang diterima oleh Waka Polres Asahan Kompol Bernad Panjaitan.

Sebelumnya, diduga sering melakukan tangkap lepas terhadap bandar narkoba, puluhan orang yang mengatasnamakan Kumpulan Anak Perantau Asahan (KAPAS) melakukan aksi demo ke Markas Polda Sumatera Utara (Sumut), pada Rabu (7/2/2018) kemarin.

Dalam aksinya, mereka menuntut Kapolda Sumut Irjen Pol Paulus Waterpauw untuk mencopot jabaran Kapolres Asahan AKBP Kobul Syahrin Ritonga.

Menurut Koordinator Aksi Arigusti Syahputra, banyak oknum penegak hukum di Asahan menjadikan ajang pemberantasan narkoba sebagai lahan untuk mencari keuntungan, khususnya di Polres Asahan.

Dia menuding, beberapa kurir dan bandar narkoba yang ditangkap dengan barang bukti ekstasi, sabu-sabu maupun ganja dibebaskan kembali dengan dalih rehabilitasi.

"Padahal jelas di dalam Undang-undang, MoU antara kepolisian, BNN, kejaksaan, Kementerian Kesehatan, Kementerian Sosial, dan Kemenkumham, yang boleh direhabilitasi adalah pengguna narkoba, bukan kurir atau bandar," ujar Arigusti dalam orasinya.

Ditegaskannya lagi, proses rehabilitasi juga tidak sembarangan, harus melalui rekomendasi Tim Asessment Terpadu (TAT) yang melibatkan Kejaksaan, BNN dan Kepolisian.

Berdasarkan hasil analisa dan data yang mereka kumpulkan menyebutkan, proses rehabilitasi yang dilakukan Polres Asahan menyalahi prosedur karena tanpa rekomendasi TAT.

"Ada bandar narkoba yang ditangkap lalu dibebaskan dengan cara rehabilitasi, ada apa ini? Ini yang kami pertanyakan kepada Bapak Kapolda," tegasnya.

Arigusti mencontohkan, beberapa kasus tidak jelas kelanjutannya bahkan ada yang diputus rehabilitasi. Seperti kasus Samsul alias Kecubung, yang ditangkap dengan barang bukti sabu 4 gram, dibebaskan karena rehabilitasi.

Selain itu, ada juga kasus Wijaya dengan barang bukti 12 gram sabu, proses hukumnya tidak jelas. Sementara, bandar narkoba Ucok, dilepaskan dengan alasan situasi Kamtibmas yang tidak kondusif. 

Kemudian, razia di Salon Neta pada 30 Desember 2017, terdapat 13 orang yang tengah pesta narkoba diamankan dengan barang bukti ekstasi. Dari razia itu, 2 orang ditetapkan menjadi tersangka, sementara 11 lainnya dibebaskan dengan alasan rehabilitasi. (rial) 
Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini