Hentikan Proses Kasus Korupsi, Kejatisu Digugat

Sebarkan:
[caption id="attachment_40881" align="aligncenter" width="495"]Gedung Kejatisu, tempat para penyidik memeroses perkara dugaan korupsi RSUD Nisel hingga akhirnya mengeluarkan SP-3 Gedung Kejatisu, tempat para penyidik memeroses perkara dugaan korupsi RSUD Nisel hingga akhirnya mengeluarkan SP-3[/caption]

Merasa tidak puas dengan kinerja Kejatisu yang menghentikan proses penyidikan dugaan korupsi pengadaan lahan pembangunan RSUD di Nias Selatan (Nisel) yang sebelumnya dikabarkan telah menetapkan 17 orang tersangka, Front Komunitas Indonesia Satu (FKI1) ajukan pra peradilan (Prapdi) di Pengadilan Negeri (PN) Medan, Selasa (6/10).

Namun sidang itu tidak dihadiri oleh pihak Kejatisu, selaku tergugat dalam perkara ini. Alhasil, sidang yang digelar di Ruang Cakra VI PN Medan itu, harus ditunda oleh Majelis hakim tunggal Toto Ridarto hingga pekan depan.

Toto mengatakan karena ketidakhadiran pihak Kejati Sumut, selaku tergugat, maka sidang ditunda hingga Selasa (13/10/2015) mendatang dengan agenda pembacaan gugatan dari pemohon.

Sementara itu, kuasa hukum organisasi masyarakat yang tergabung dalam aliansi FKI 1, Wardaniman Larosa, hanya menunjukkan berkas-berkas dan identitas diri kepada majelis hakim pada sidang itu.

"Panggilan sudah dilayangkan, tapi kok gak hadir ya, kita panggil sekali lagi lah ya, untuk itu kita undur sampe seminggu ke depan, tanggal 13 Oktober," katanya.

Usai sidang, kuasa hukum Warda mengaku kecewa dan mempertanyakan soal ketidakhadiran pihak Kejatisu. "Kita kecewa. Kita bertanya, kenapa termohon tidak datang hari ini. Kenapa termohon tidak berani datang ke sini. Ada apa?" herannya.

Dia menyebutkan bahwa tujuan prapid ini, untuk mengetahui prosedur hukum yang dilakukan penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejati Sumut, yang menghentikan penyidikan kasus korupsi tersebut.

Dijelaskannya, di dalam gugatan, pihaknya mempertanyakan kenapa di dalam kasus dugaan korupsi penggelembungan harga/mark up dana pengadaan tanah untuk Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) di Nias Selatan yang merugikan negara sekitar Rp 5,1 miliar dari anggaran sebesar Rp 7,1 miliar dari APBD Nisel TA 2012, pihak Kejatisu mengeluarkan Surat SP3 hanya kepada 6 orang setelah menetapkan 17 tersangka.

"Gugatan ini berkaitan dengan SP3 Kejatisu terhadap 6 tersangka dari 17 tersangka pada tangggal 11 Agustus 2015. Kenapa hanya 6 orang? Kenapa tidak semuanya di SP3 kan?" tanya Wardaniman.

Terkait dengan pengembalian uang kerugian negara sebagaimana di dalam Laporan Hasil Perhitunngan (LHP) BPK RI pada 4 November 2013 terdapat kerugian negara sebesar Rp 5,1 miliar. Menurutnya hal tersebut tidak menghilangkan unsur pidananya melainkan hanya bentuk meringankan.

"Kita dari Front Komunitas I, sangat keberatan dengan SP3 itu karena ini merusak proses penegakan hukum di Indonesia. Bagaimana sebenarnya dengan prosedur hukum atas SP3 yang dikeluarkan," tuturnya.

Secara terpisah, Kepala Seksi Penyidikan (Kasidik) Kejati Sumut, Novan Hadian menyebutkan, pihaknya tidak mengetahui adanya sidang gugatan pra peradilan di Pengadilan Negeri Medan. "Tidak ada undangan sampai ke Kejatisu, jadi kami tidak hadir dan kami juga tidak tahu ada sidang pra peradilan itu," akunya.

Dia juga membantah bahwa SP3 hanya kepada enam orang, melainkan untuk perkaranya."Bukan enam orang, tapi semuanya, 17 orang tersangkanya," ungkapnya.

Sebagaimana diketahui, penanganan kasus dugaan korupsi dalam penggunaan Rp 7,5 miliar APBD Nisel TA 2012, untuk pengadaan tanah/lahan pembangunan Rumah Sakit Umum Daerah(RSUD) di Nisel, dengan tersangka 17 orang pejabat/staf Pemkab Nisel, akhirnya dihentikan Kejatisu dengan alasan tidak ada alat bukti dari ahli terkait perhitungan kerugian negara.

Padahal penanganan kasus ini sudah dimulai sejak dua tahun lalu menyusul penetapan 17 tersangka sekitar Oktober 2013 lampau. Sedikitnya 26 orang pejabat/staf dan pihak terkait juga telah diperiksa termasuk Bupati dan Wakil Bupati Nisel.

"Benar, tim penyidik di Pidsus Kejatisu sudah menghentikan penanganan kasus itu karena tidak ada alat bukti ahli," ungkap kepala seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejati Sumut, Chandra Purnama menjawab wartawan, pekan lalu.

Seperti dibertikan sebelumnya, Tim penyidik Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejatisu) ternyata telah mengeluarkan surat penghentian penyidika perkara (SP3) kasus dugaan korupsi pengadaan lahan pembangunan RSUD di Nias Selatan (Nisel) yang menetapkan 17 orang tersangka.

Dimana, Kejatisu menetapkan 17 tersangka dalam kasus ini pada 29 Oktober 2013 lalu. Antara lain Sekretaris Daerah (Sekda) Nisel Asa'aro Laia, Kepala BPN Nisel Aminuddin Siregar.

Kemudian juga menyeret panitia pengadaan tanah dan tim penaksir harga. Yakni Ketua panitia pengadaan tanah, Tongoni Tapunao, Wakil Ketua Panitia Pengadaan Tanah, Lahumezaro Zebua, Nurudodo Sarumaha, Warisan Ndruru, Monasduk Duha, Meniati Dachi, Fohalowo Laia.

Kemudian, anggota panitia pengadaan tanah, Ahlan Waw. PPAT Kecamatan Fanayama, Siado Zai, Ketua tim penaksir harga; Sugianto, Sekretaris penaksir harga, Ikhtiar Dhuha, Yockie AK Dhuha dan Abdril Samosir, anggota tim penaksir harga. Juga pihak swasta yang ikut jadi tersangka, yaitu Firman Adil Dachi, yang merupakan adik Bupati Idealisman Dachi dan Sushi Marlina Dhuha.

Namun ke-17 tersangka ini baru dua orang yang ditahan, karena menjadi terpidana korupsi pengadaan lahan pembangunan Balai Benih Induk (BBI) di Nisel yakni Asa'aro Laia dan Firman Adil Dachi.

Para tersangka diduga telah menggelembungkan harga dalam pengadaan 2 persil tanah seluas 60 ribu meter persegi pada 2012. Lahan itu diperuntukkan bagi pembangunan RSUD Lukas Hilisimaetano di Teluk Dalam. Sehingga merugikan negara Rp7,5 miliar. Kasus ini ditangani penyidik setelah mendapatkan laporan dari masyarakat pada 2012.(bbs)
Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini