Selamat Jalan ‘Tulang’ Dr Fadil Harahap, 5.161 Tersangka Perkara Humanis tidak Berakhir di Penjara

Sebarkan:


Dokumen foto almarhum Dr Fadil Zumhana Harahap dan ekspos secara online perkara humanis diselesaikan lewat pendekatan RJ di wilayah hukum Kejati Sumut. (MOL/Ist)



JAKARTA | Kabar duka baru saja menyelimuti instutisi Kejaksaan RI. Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM Pidum) Dr Fadil Zumhana Harahap, Sabtu (11/5/2024) diinformasikan telah meninggal dunia. Menurut Kapuspenkum Kejagung RI Dr Ketut Sumedana, almarhum sudah dua bulan berjuang melawan penyakit yang dideritanya di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta.

Ibarat pepatah usang, ‘Harimau mati meninggalkan belang, gajah mati meninggalkan gading, manusia mati meninggalkan nama’. 

Karier alumni Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan Bandung itu dimulai saat pertama kali menjabat sebagai jaksa fungsional pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (JAM Pidsus) Kejaksaan Agung pada era 1993. 

Seiring berjalannya waktu, almarhum menjabat pada beberapa posisi strategis di Kejaksaan RI, bahkan hingga di Kementerian Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenkopolhukam) RI.

“Kejaksaan saat ini dan ke depannya adalah lembaga penegakan hukum yang profesional, berintegritas dan berhati nurani. Ini menjadi komitmen untuk dijalankan,” sebutnya, sebagaimana dikutip dari Adhyaksadigital (3 Januari 2023).

Pria kelahiran 14 Oktober 1964 itu secara konsisten mengawal amanah Jaksa Agung Prof Dr ST Burhanuddin terhadap semangat penegakan hukum secara humanis yang modern. 

Yakni Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia (Perja RI) Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif atau Restorative Justice (RJ). Sebab, tidak semua tersangka perkara tindak pidana harus berakhir di penjara. 

Mantan Kepala Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur (Kajati Kaltim) itu telah menyelesaikan 5.161 perkara humamis di Kejaksaan di pelosok negeri Tanah Air lewat pendekatan RJ.

Almarhum Dr Fadil Zumhana hampir setiap hari memimpin langsung ekspose RJ dengan satuan kerja Kejaksaan Negeri (Kejari) dan Kejaksaan Tinggi (Kejati) secara virtual. 

Salah satu kutipan yang sering disampaikan oleh Fadil Zumhana Harahap, bahwa RJ adalah kebijakan hukum yang sangat kuat bagi Jaksa selaku pemilik dominus litis.

Menurutnya, UU Kejaksaan RI sudah cukup jelas menyatakan kewenangan Jaksa dalam mediasi penal, bahwa prosedur penghentian penuntutan berdasarkan RJ terdapat syarat-syarat dan ketentuannya. 

Oleh karenanya, ekspose dipimpin langsung oleh almarhum untuk mempertahankan kualitas yang patut dan layak untuk sebuah perkara dihentikan penuntutannya berdasarkan keadilan restoratif.

Menurut mantan Asisten Tindak Pidana Khusus (Aspidsus) Kejaksaan Tinggi (Aspidsus Kejati) Jawa Barat tersebut, keadilan substantif adalah keadilan yang dirasakan, memperhatikan kepentingan korban, dan kerugian korban terpulihkan. 

Pada hakikatnya, jaksa selaku pemegang hak oportunitas memiliki hak untuk tidak melakukan penuntutan dengan treatment yang lebih arif dan adil dalam melakukan proses penegakan hukum yakni dengan mekanisme RJ.

Tak hanya itu, penyelesaian perkara melalui mekanisme keadilan restotlratif memiliki kelebihan yaitu tidak mengedepankan pemidanaan, melainkan pemulihan kepada korban. Dr Fadil Zumhana Harahap menekankan kepada jaksa di satuan kerja tingkat daerah agar selalu memperhatikan kepentingan korban.

“Belakangan ini dalam rangka mengasah kearifan lokal, kita semakin banyak melakukan ekspos perkara Restorative Justice bahkan satu hari bisa mencapai lebih dari 20 perkara. Saya bersedia melakukan ini untuk memberikan keadilan kepada rakyat miskin dan demi menegakkan keadilan bagi masyarakat kecil,” ujar mendiang pada suatu kesempatan, mengutip pers rilis Kapuspenkum Ketut Sumedana.

Almarhum juga pernah berpesan agar para Jaksa tetap mematuhi Perja, khususnya Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022. Selain itu, senantiasa awasi Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) karena semangat harmoni budaya warisan nenek moyang adalah komunal. Kehadiran negara dalam proses penegakan hukum adalah melalui Jaksa, dan merupakan kewajiban Jaksa dalam melakukan penegakan hukum yang bermanfaat.

Mendiang dikenal sebagai pribadi yang tegas dan setia dalam mengabdi kepada negara sampai akhir hayatnya. Kini mendiang telah tiada, namun kiprah dan legacy-nya menorehkan catatan sejarah yakni penegakan hukum yang humanis. 

Selamat Jalan ‘tulang’ Dr Fadil Zumhana Harahap. Semoga keluarga besar almarhum diberikan kekuatan dan penghiburan dariNya. Dedikasimu akan selalu menjadi penyemangat bagi para Adhyaksa muda yang tangguh khususnya menuju Indonesia Emas 2045 mendatang. (ROBERTS)



Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini