Ahli Kejari Dairi: Kerugian Negara Real Cost, PPK Bibit Kopi Harusnya Blacklist Rekanan In Absentia

Sebarkan:


Ahli dari LKPP Jufri Antoni (atas) saat dimintai pendapatnya di Pengadilan Tipikor Medan. (MOL/ROBERTS)



MEDAN | Dua ahli berbeda disiplin ilmu secara terpisah dihadirkan tim JPU pada Kejaksaan Negeri (Kejari) Dairi dalam sidang lanjutan dua terdakwa korupsi pengadaan bibit kopi Arabika -istilah warga setempat: kopi ‘Sigarar Utang’ (kopi untuk bayar utang)- Jumat siang hingga petang (3/5/2024) di Cakra 9 Pengadilan Tipikor Medan. 

Ahli dari Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang / Jasa Pemerintah (LKPP) Jufri Antoni ST MSi lebih dulu dimintai pendapatnya. Disusul ahli pada Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Provinsi Sumatera Utara (Sumut) Bakti Gtg SE Ak CA CFrA, juga secara video teleconference (vicon).

Terdakwa Lamhot Silalahi selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) kegiatan pengadaan bibit kopi pada Dinas Pertanian Ketahanan Pangan dan Perikanan
(DPKPP) Kabupaten Dairi dihadirkan langsung di ruang sidang. Sedangkan rekanan atas nama Wellington Simarmata, disidangkan tanpa kehadiran terdakwa alias in absentia karena berstatus buronan.

Saat ditanya ketua tim JPU Candra didampingi Ahmad Husein, ahli Jufri Antoni berpendapat, perubahan harga bibit kopi semula disebutkan dalam kontrak Rp4.300 ke Rp3.100 per bibit, memperlihatkan di tahapan perencanaan tidak matang.

Menurutnya, PPK (terdakwa Lamhot Silalahi) dalam melaksanakan tugasnya tidak berdasarkan data dan tidak akuntabel. “Penawaran yang dibuat PPK yaitu Harga Perkiraan Sendiri (HPS) berbeda dengan pelaksanaan pekerjaan, seharusnya tidak boleh terjadi. 

Dalam kontrak yang telah ditandatangani sebesar Rp4.300 per bibit (termasuk polybag bibit) dengan tinggi bibit 30 Cm, pihak penyedia jasa seharusnya tetap di harga itu. Penyedia jasa tidak punya kewenangan merubahnya.

Seharusnya PPK membatalkan kontrak kerja yang telah disepakati dengan penyedia jasa. Bahkan perusahaan yang digunakan ikut tender, bisa diberikan sanksi blacklist,” tegas ahli di hadapan hakim ketua Cipto Hosari Silaban didampingi anggota majelis Andriyansyah dan Dr Edwar. 

Mengenai keuntungan sebesar 15 persen yang telah diperoleh, sambung Jufri Antoni, rekanan (penyedia jasa) tidak berhak mendapatkannya. Karena faktanya, terdakwa in absentia Wellington Simarmata yang meminjam CV Panahan Laut (PL), tidak memiliki pengalaman dalam pengadaan bibit kopi Arabika. 

Demikian halnya CV Wahana Graha Makmur (WGM) selaku perusahaan pendukung dari CV PL (dibuat orang yang sama) kemudian diupload secara sistem di Dinas DKPP Kabupaten Dairi Tahun Anggaran (TA) 2021, faktanya tidak mampu menyediakan bibit kopi sebanyak 301.800 batang bibit kopi ‘Sigarar Utang’. 

“Tidak sesuai isi kontrak, penyedia jasa seharusnya tidak berhak mendapatkan keuntungan. Putuskan kontrak. Solusi lain, PPK bisa mengalihkan kontrak pekerjaan kepada pemenang lelang peringkat kedua. Namun dalam perkara ini Yang Mulia, tidak ada perusahaan pemenang kedua. Ketiga, bisa dilakukan Penunjukan Langsung,” pungkasnya.

Real Cost

Sementara ahli dari BPKP Perwakilan Sumut Bakti Ginting berpendapat, dalam perkara terdakwa PPK Lamhot Silalahi dan rekanan in absentia Wellington Simarmata penghitungan kerugian keuangan negara sebesar Rp491.989.675 merupakan real cost. Nyata, bukan Total Loss.

“Pelaksanaan kontrak dengan menurut kami terindikasi tindakan kolusi dan manipulatif. (Terdakwa) Lamhot Silalahi selaku PPK semestinya tidak bisa mencampuri rekanan soal penawaran harga semula di kontrak Rp4.300 menjadi Rp3.100 per bibit kopi,” urai Bakti Ginting.

Menurutnya, PPK tidak boleh menandatangani Berita Acara Surat Perintah Membayar (SPM) tertanggal 10 Desember 2021 sementara di tanggal 21 dan 22 Desember 2021 masih ada penyerahan bibit kepada para kelompok tani (poktan). Bertentangan dengan Perpres Nomor 16 Tahun 2018.

“Maksud saudara ahli kerugian keuangan negara Rp491.989.675 itu selisih nilai proyek 1.627.569.675 dipotong pajak, ongkos transpor bibit dikurangkan dengan sesuai dengan realisasi uang yang digunakan rekanan?” cecar hakim ketua dan dibenarkan ahli Bakti Ginting.

Kedua terdakwa dijerat dengan dakwaan primair, Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) UU Nomor 31 Tahun 1999 telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.

Subsidair, Pasal 3 ayat (1) Jo Pasal 18 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.

DPO

Usai persidangan, ketua tim JPU Candra mengatakan, terdakwa rekanan Wellington Simarmata disidangkan secara in absentia dikarenakan sejak 2023 lalu berstatus Daftar Pencarian Orang (DPO).

“Sewaktu dipanggil sebagai saksi sempat datang. Saat dipanggil lagi, gak datang-datang. Pembayaran pekerjaan ditransfer ke rekening perusahaan yang dipinjam Wellington Simarmata. Akibat perbuatan terdakwa PKK memperkaya diri rekanan,” katanya. (ROBERTS)



Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini