PH Mohon Hakim Tipikor Bebaskan Kadis Kesehatan Sumut dari Segala Dakwaan

Sebarkan:



Giliran terdakwa Alwi Mujahit Hasibuan menyampaikan eksepsi melalui tim PH-nya. (MOL/ROBERTS)




MEDAN | Tim penasihat hukum (PH) Kepala Dinas (Kadis) Kesehatan Provinsi Sumatera Utara (Provsu) dr Alwi Mujahit Hasibuan memohon majelis hakim diketuai M Nazir untuk membebaskan kliennya dari segala dakwaan JPU pada Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumut dihadiri Hendri Edison Sipahutar dan Gomgom Halomoan Simbolon. 


Permohonan itu disampaikan Hasrul Benny Harahap selaku ketua tim PH terdakwa saat membacakan nota keberatan (eksepsi) atas surat dakwaan JPU, Senin (22/4/2024) di Cakra Utama Pengadilan Tipikor Medan.


Secara materiil, penuntut umum dinilai keliru mendakwa kliennya melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama terkait pengadaan Alat Pelindung Diri (APD) Covid-19 Tahun 2020 yang katanya merugikan keuangan negara hingga Rp24 miliar.


“Pandangan kami sebagai PH terdakwa inti dari perkara ini ketidakcermatan penuntut umum di mana? Ini kan dalam situasi darurat. Kita semua ini lagi ngapain (masa pandemi Covid-19)? 


Banyak produk peraturan dalam situasi bencana tersebut, termasuk dalam pengadaan barang dan jasa. bagaimana cara mendakwa seseorang dalam situasi normal terhadap situasi yang tidak normal?,” kata Hasrul seolah menginginkan jawabannya kepada awak media. 


Selanjutnya adalah tingkat kewenangan di mana kliennya sebagai Pengguna Anggaran (PA). ‘Anehnya’ dalam perkara ini, sambungnya, kesemuanya dilimpahkan kepada kliennya.


Keanehan lainnya menyangkut nilai kerugian keuangan negara berdasarkan hasil perhitungan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Tadulako di Palu, Sulawesi Tengah.


“Apa dia (Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Tadulako) punya kewenangan mendeclare nilai kerugian keuangan negara? Rekan-rekan wartawan Saya rasa tahu lah siapa yang berwenang mendeclare kerugian keuangan negara,” pungkasnya.


Harapan serupa juga disampaikan tim PH rekanan Robby Messa Nura (terdakwa berkas terpisah). Memohon agar majelis hakim diketuai M Nazir dalam putusan sela nantinya membebaskan klien mereka dari segala dakwaan JPU.


APD


Sementara dalam dakwaan disebutkan, kedua terdakwa tersandung perkara korupsi terkait pengadaan APD masa Pandemi Covid-19 di Dinkes Provsu TA 2020.


Robby Messa Nura, terdakwa rekanan yang diperkenalkan orang lain ditunjuk Kadis Alwi Mujahit Hasibuan sebagai pihak melaksanakan kegiatan pengadaan rapid test dan APD dengan menggunakan dana Belanja Tak Terduga (BTT). 


Pada saat itu saksi Hariyati, meminta company profile kepada saksi Robby Messa Nura kemudian diberikan. Sementara berpedoman pada Surat Edaran Kepala LKPP Nomor 3 Tahun 2020 tentang Penjelasan atas Pengadaan Barang/ Jasa dalam Rangka Penanganan Covid-19, pada poin E.3.a disebutkan, ‘Menunjuk Penyedia yang antara lain pernah menyediakan barang/ jasa sejenis di instansi pemerintah atau sebagai penyedia dalam katalog elektronik. 


Penunjukan penyedia dimaksud, kata penuntut umum Hendri Edison Sipahutar, dilakukan walaupun  harga perkiraannya belum dapat ditentukan’. Sehingga perusahaan yang dapat ditunjuk sebagai penyedia barang / jasa dalam kegiatan pengadaan rapid test dan APD pada masa pandemi covid-19 adalah perusahaan yang pernah menyediakan barang / jasa sejenis yaitu berupa alat-alat Kesehatan.  


Karena Robby Messa Nura hanya memiliki perusahaan PT Bangun Asahan (BA) yang bergerak di bidang konstruksi dan tidak memenuhi persyaratan sebagai penyedia barang / jasa kegiatan penanganan Covid-19, terdakwa dan dr AY meminta saksi Hariyati untuk mencarikan perusahaan yang cocok untuk kegiatan tersebut agar Robby Messa Nura dapat menjadi penyedia barang / jasa dalam pengadaan APD. 


Saksi Hariyati kemudian merekomendasikan 2 (dua) Perusahaan yaitu PT Sadado Sejahtera Medika (SSM) dan PT Mutiara Insani Alkesindo (MIA) serta memberikan nomor handphone saksi Mareko Nduru alias Eko dari PT SSM dan nomor Hanafi dari PT MIA.


Keduanya dijerat dakwaan primair, Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) UU Nomor 31 Tahun 1999 telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.


Subsidair, Pasal 3 ayat (1) Jo Pasal 18 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana. (ROBERTS)




Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini