Korupsi Pembangunan Lanjutan Jembatan Sei Wampu, Komisaris PT NIM Dituntut 18 Bulan

Sebarkan:


Foto ilustrasi. (MOL/Ist) 




MEDAN | Terdakwa Andi Ahmad Ridla alias Rido, 41, selaku Komisaris PT Nur Ihsan Minasamulia (NIM), Kamis (25/4/2024) di Pengadilan Tipikor Medan ditintut agar dipidana 18 bulan (1,5 tahun) penjara.

Warga Jalan H Abdil Malik, RT 003 / RW 016, Kelurahan Sukasari, Kecamatan Tangerang, Kota Tangerang, Provinsi Banten itu juga dituntut pidana denda Rp100 juta subsidair (bila denda tidak dibayar diganti dengan kurungan) selama 3 bulan.

JPU pada Kejaksaam Tinggi Sumatera Utara (Kejati sumut) Hendri Edison Sipahutar dalam surat tuntutannya mengatakan, dari fakta-fakta terungkap di persidangan, terdakwa dinilai telah memenuhi unsur melakukan tindak pidana Pasal 3 ayat jo Pasal 18 UU No 31 Tahun 1999 diubah dengan UU No 21 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHPidana, sebagaimana dakwaan subsidair. 

Yakni menyuruh, melakukan atau turut serta menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp100 juta terkait pembangunan lanjutan Jembatan Sei Wampu, Kabupaten Langkat.

Andi Ahmad Ridla alias Rido juga dikenakan pidana tambahan membayar uang pengganti (UP) sebesar Rp100 juta, namun tidak menjalani pidana penjara karena telah mengembalikan kerugian keuangan negaranya ke Rekening Penampungan Lainnya (RPL) pada Kejaksaan Negeri (Kejari) Langkat. 

“Hal memberatkan, perbuatan terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam upaya pemberantasan tindak pidana Korupsi. Hal meringankan, terdakwa sudah mengembalikan kerugian keuangan negara yang dinikmatinya,” urai Hendri Edison.

Majelis hakim diketuai Fauzul Hamidi melanjutkan persidangan pekan depan untuk mendengarkan nota pembelaan (pledoi) terdakwa maupun penasihat hukumnya.

‘Pesanan’

Hendri Edison Sipahutar dalam dakwaan menguraikan, Pemerintah Pusat lewat Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Tahun Anggaran (TA) 2019 mengalokasikan dana sebesar Rp19.633.256.000 untuk Proyek Pembangunan Lanjutan Jembatan Sei Wampu.

Berkas terpisah, Nani Tabrani selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) menetapkan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) atau owner estimate untuk kegiatan Pembangunan Lanjutan Jembatan Sei Wampu TA 2019 senilai Rp20.294.071.000.

Karena ada ‘pesanan’ dari Bambang Pardede selaku Kepala Bidang (Kabid) Pembangunan pada Balai Pelaksana Pemilihan Jasa Konstruksi (BP2JK) Wilayah Sumut, Kelompok Kerja (Pokja) Pemilihan kemudian menetapkan PT NIM sebagai pemenang tender.

Sedangkan Bambang Pardede mendapatkan perintah dari Slamat Rasidi, selaku Kepala Balai Nasional II Medan.

Palsukan

“Bahwa saksi Johannes Christian Nahumury (terdakwa juga berkas terpisah) tidak memiliki perusahaan untuk ikut memasukkan penawaran pembangunan jembatan. Johannes Christian Nahumury bekerjasama dengan terdakwa Andi Ahmad Ridla alias Rido selaku Komisaris untuk bisa menggunakan PT NIM,” urai JPU.

PT NIM merupakan perusahaan keluarga dengan Direktur Utama (Dirut) Andi M Badrullah Ali Habibulah yang juga adik kandung dari terdakwa Andi Ahmad Ridla alias Rido. Tanda tangan Andi M Badrullah Ali Habibulah dipalsukan Johannes Christian Nahumury kemudian dibawa ke hadapan notaris. Seolah Johannes Christian Nahumury sebagai Dirut PT NIM.

Pekerjaan Pembangunan Lanjutan Jembatan Sei Wampu dengan nilai kontrak sebesar Rp18.633.256.000, tidak dikerjakan oleh Andi M Badrulla Ali Habibullah selaku Dirut. Melainkan oleh Johannes Christian Nahumury bersama terdakwa.

Pekerjaannnya juga tidak bisa selesai tepat waktu. Progres pekerjaan tidak bisa dicapai oleh PT NIM akan tetapi pembayaran tetap dilaksanakan 100 persen alias terjadi kelebihan bayar yang mengakibatkan kerugian keuangan negara total sebesar Rp6.697.601.179. 

Berkas Terpisah

Kedua terdakwa lainnya berkas terpisah, Nani Tabrani yang lebih dulu disidangkan di Pengadilan Tipikor Medan diganjar 1 tahun penjara, denda Rp50 juta subsidair 1 bulan kurungan serta membayar UP sebesar Rp203.300.000 tanpa menjalani pidana.  

Sedangkan rekanan Johannes Christian dihukum selama 7 tahun dan denda Rp500 juta subsidair 3 bulan kurungan serta membayar UP sebesar Rp6.394.301.179,47. Dengan ketentuan, sebulan setelah perkaranya berkekuatan hukum tetap, harta benda terpidama nantinya disita dan lelang JPU. Bila juga tidak mencukpi menutupi UP tersebut maka diganti dengan 2 tahun penjara. (ROBERTS)



Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini