Kerugian Keuangan Negara Kewenangan Mutlak Hakim, JPU Mohon Eksepsi Alwi dan Rekanan Ditolak

Sebarkan:


JPU Hendri Edison Sipahutar saat membacakan tanggapan atas eksepsi terdakwa dr Alwi Mujahit Hasibuan. (MOL/ROBERTS)



MEDAN | Soal ada tidaknya kerugian keuangan negara dalam perkara korupsi sebagaimana disebutkan dalam putusan Mahkamah Konstitusi (MK) RI Nomor 31 Tahun 2012, merupakan kewenangan mutlak dari hakim yang menangani perkaranya.

Hal itu ditegaskan JPU pada Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejati Sumut) Hendri Edison Sipahutar saat membacakan tanggapan atas nota keberatan (eksepsi) tim penasihat hukum (PH) kedua terdakwa perkara korupsi terkait pengadaan Alat Pelindung Diri (APD) Covid-19 Tahun Anggaran (TA) 2020, Kamis (25/4/2024).

Yakni atas nama terdakwa mantan Kepala Dinas (Kadis) Kesehatan Provinsi Sumatera Utara (Provsu) dr Alwi Mujahit Hasibuan dan rekanan, Robby Messa Nura (masing-masing berkas terpisah). 

“Dalil PH terdakwa menyebutkan perhitungan kerugian keuangan negara yang dilakukan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Tadulako, sebesar Rp24.007.295.676 inkonsisten, patut dikesampingkan.

Hal itu merupakan kewenangan mutlak hakim, kemerdekaan hakim. Bisa dibuktikan sendiri di luar Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atau badan yang sama,” tegasnya di Cakra 6 Pengadilan Tipikor Medan

Demikian juga dalil PH kedua terdakwa menyebutkan surat dakwaan tidak lengkap, lanjutnya, tidak dapat diterima. Justru sebaliknya, secara formil maupun materiil telah terpenuhi sebagaimana dimaksud Pasal 143 ayat 2 Hukum Acara Pidana (KUHAP). Jelas diuraikan tanggal, identitas terdakwa, waktu dan tempat.

Bagaimana peran masing-masing terdakwa, tidak menerangkan batas-batas kewenangan terdakwa, dalam keadaan darurat (pandemi Cobid-19). Tidak jelas siapa yang dijadikan terdakwa secara bersama-sama.

Tidak cermat karena membebankan seluruhnya kepada terdakwa Alwi Mujahit Hasibuan karena ada pendelegasian kewenangan ke pihak terkait, kata JPU, bukan ruang lingkup eksepsi tapi sudah masuk pada pokok perkara yang perlu dibuktikan di persidangan.

Oleh karenanya, kami penuntut umum memohon majelis hakim nantinya dalam putusan sela menyatakan, menolak eksepsi para terdakwa keseluruhan dan melanjutkan persidangan untuk pemeriksaan pokok perkara,” pungkas Hendri Edison.




Terdakwa rekanan Robby Messa Nura. (MOL/ROBERTS)



Majelis hakim diketuai M Nazir pun melanjutkan persidangan, Senin depan (29/4/2024) untuk pembacaan putusan sela.

‘Dikondisikan’

Sementara dalam dakwaan diuraikan, pengadaan APD Covid-19 Tahun 2020 lada Dinas Kesehatan Provsu sejak awal telah dikondisikan agar terdakwa Robby Messa Nura sebagai rekanannya. 

Karena Robby Messa Nura hanya memiliki perusahaan PT Bangun Asahan (BA) yang bergerak di bidang konstruksi dan tidak memenuhi persyaratan sebagai penyedia barang / jasa kegiatan penanganan Covid-19, terdakwa dan dr Aris Yudhariansyah meminta saksi Hariyati untuk mencarikan perusahaan yang cocok untuk kegiatan tersebut agar Robby Messa Nura dapat menjadi penyedia barang / jasa dalam pengadaan APD. 

Saksi Hariyati kemudian merekomendasikan 2 (dua) Perusahaan yaitu PT Sadado Sejahtera Medika (SSM) dan PT Mutiara Insani Alkesindo (MIA) serta memberikan nomor handphone saksi Mareko Nduru alias Eko dari PT SSM dan nomor Hanafi dari PT MIA.

Walaupun APD berupa 2.400 box handscoon belum diterima oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), namun terdakwa Alwi Mujahit Hasibuan selaku Kadis Kesehatan dan Pengguna Anggaran (PA), tetap melakukan pembayaran terhadap PT SSM sebesar Rp15.464.500.000.

Demikian juga dengan APD berupa 45.000 pasang sarung tangan Panjang dan 4.000 Box Masker N 95 (isi 20 Pcs) belum diterima oleh saksi Ferdinand Hamzah, S.KM. selaku PPK, terdakwa tetap mengeluarkan surat perintah pembayaran terhadap PT SSM sebesar Rp24.513.500.000.

Keduanya dijerat dengan dakwaan primair, Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) UU Nomor 31 Tahun 1999 telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.

Subsidair, Pasal 3 ayat (1) Jo Pasal 18 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana. (ROBERTS)



Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini