Postingan Terdakwa Boasa Soal Cuan, Otak Proposal dan Numpang Nebeng, Ini Kata Ahli

Sebarkan:


Kedua ahli dari disiplin ilmu berbeda saat didengarkan pendapatnya dalam perkara ITE Boasa Simanjuntak (kanan kemeja putih). (MOL/ROBERTS)



MEDAN | Giliran dua ahli berbeda disiplin ilmu dihadirkan JPU pada Kejaksaan Negeri (Kejari) Medan AP Frianto dalam sidang lanjutan perkara pemberitahuan bohong (hoax) dan atau Informasi Teknologi dan Elektronik (ITE), atas nama terdakwa Boasa J Simanjuntak atau Boasa Simanjuntak.

Ahli hukum pidana Dr Alphi Sahari dan ahli bahasa Agus Bambang Hermanto dimintai pendapatnya secara bergantian di Cakra 3 PN Medan, Selasa petang (30/1/2024).

Hakim ketua Dr Fahren langsung menanyakan pendapat ahli atas postingan terdakwa pada akun TikTok-nya, 'Boasa Sitombuk16' dengan judul 'MODUS CARI CUAN AKSI ATAU AUDIENSI DANA DARI MANA PERTEMUAN HOTEL MADANI'.

Di mana terdakwa ada mengucapkan kata-kata, “ ..... hehehehehe. Modus-modus, Kau tuh mau aksi atau audiensi, koq kau satu hari menjelang aksi ada pertemuan di hotel Madani, dengan institusi yang mau kau demo ?,,, dengan instansi yang mau kau demo…hah? Dan seterusnya. 

Menurut Agus Bambang Hermanto, kata: cuan berasal dari bahasa Hokkian dan di tahun 2021 dimasukkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) yang artinya keuntungan. Sedangkan modus artinya cara tertentu. Mengacu pada postingan terdakwa maknanya adalah cara tertentu untuk mencari keuntungan. 

Ada kata: proposal yang artinya rencana yang dituangkan ke dalam rancangan untuk mendapatkan uang atau persetujuan atau untuk memperoleh dana untuk suatu kegiatan.

Selanjutnya ada kata-kata: otak proposal hanya untuk mendapatkan uang secara materi, untuk menaikkan pamor organisasi. Kau itu gak ada apa-apanya dibanding saya, menurut ahli bahasa, orang yang menyampaikan hal itu posisinya lebih tinggi dari orang dimaksud.

“(Narasi lainnya) terdakwa yang menyebutkan, dalam kasus Josua aja kau numpang nebeng kau, padahal gak ada andilmu apa-apa, ikut-ikut kau di dalam tim Kamarudin Simanjuntak, menempatkan posisi orang lain lebih rendah lagi. Meniadakan orang lain. Kata: kau ditujukan kepada orang lebih rendah. Kata: anda sejajar. Kata: bapak itu ditujukan kepada sesesorang yang posisinya di atas,” urainya. 

Dari rangkaian kata-kata tersebut, menurutnya, masuk dalam kategori penghinaan yang ditujukan kepada pihak tertentu sesuai dengan ciri-ciri sebagaimana disebutkan dalam narasi dimaksud.

Berdamai

Di bagian lain, ahli hukum pidana Dr Alphi Sahari langsung dicecar tim penasihat hukum terdakwa dimotori Nanda tentang sudah adanya perdamaian antara kliennya dengan saksi korban, Lamsiang Sitompul yang juga Ketua DPP Horas Bangso Batak (HBB) pada persidangan, Kamis (25/1/2024) lalu.

Ahli menimpali bahwa keadilan itu adanya di tingkat penyidik, penuntut hingga ke persidangan yang dikenal dengan istilah Rehabilitative Justice, Retributive Justice dan Restorative Justice, tanpa melupakan ancaman pidananya.

Rehabilitative Justice berarti pelaku kejahatan tidak hanya diberi sanksi tetapi juga diperbaiki tindakannya. Begitu pula korban kejahatan tidak hanya dipulihkan, tetapi juga direhabilitasi. Retributive Justice berusaha mempertahankan hukum dengan menetapkan kesalahan dan mengatur penghukuman. 

Sedangkan Restorative Justice mempertahankan korban dengan memperhatikan perasaan sakitnya dan membuat kewajiban pertanggung jawaban pelaku kepada korban dan masyarakat yang dirugikan.

“Penyelesaian di luar pengadilan dan hapusnya penuntutan pidana antara lain dikarenakan ne bis in idem, penuntutan daluwarsa, Restorative Justice dan ada juga diatur pada UU Perlindungan Anak. 

Soal apakah karena adanya perdamaian tersebut proses pemidanaannya dilanjutkan atau tidak, tergantung kepada keyakinan majelis hakim Yang Mulia,” pungkasnya. Hakim ketua melanjutkan persidangan, Kamis lusa (1/2/2024) untuk pemeriksaan Boasa Simanjuntak sebagai terdakwa. (ROBERTS)







Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini