Total 103 Perkara, Kejati Sumut Hentikan Penuntutan 2 Tersangka Lewat Keadilan Restoratif

Sebarkan:

 



Dokumen foto saat Kajati Sumut Idianto melakukan ekspos kedua perkara humanis secara virtual. (MOL/Ist)



MEDAN | Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejati Sumut), Selasa (3/10/2023) menghentikan penuntutan 2 perkara humanis dengan pendekatan Keadilan Restoratif atau Restorative Justice (RJ).


Penghentian penuntutan kedua tersangka tersebut setelah Kajati Sumut Idianto didampingi Aspidum Luhur Istghfar dan para Kepala Seksi (Kasi) melakukan ekspos perkara secara virtual dari Lantai II Kantor Jalan AH Nasution Medan kepada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM Pidum)  Dr Fadil Zumhana.


Kali ini Fadil Zumhana diwakili Direktur Tindak Pidana Terhadap Orang dan Harta Benda (Direktur TP Oharda) Dr Agnes Triani, Koordinator dan Kasubdit pada JAM Pidum.


Sedangkan Kajati Idianto didampingi Aspidum Luhur Istghfar dan para Kepala Seksi (Kasi). Secara.terpisah ekspos perkara secara virtual.juga diikuti Kajari Tobasamosir (Tobasa) Samsul Kasim, Kajari Gunungsitoli Parada Situmorang, Kasi Tindak Pidana Umum (Pidum) dan JPU yang menangani perkaranya.


Lebih lanjut Kajati melalui Kasi Penkum Yos A Tarigan mengatakan, hingga pekan pertama Oktober 2023 ini jajarannya telah menghentikan sekira 103 perkara humanis lewat pendekatan RJ, termasuk yang ditangani kedua kejari dimaksud.


Asal Kejari Tobasa, atas nama Ulina Sirait yang semula dijerat dengan sangkaan Pasal 351 Ayat (1) KUHPidana. Ulina tidak terima karena lahan dekat rumahnya dicangkul korban. Sementara korban merasa tidak melakukannya. 


Hanya membabat rumput yang mulai menyimak di kebunnya. Tidak terima, ibu rumah tangga itu langsung memukul korban dengan gagang sapu. 


Kedua, asal Kejari Gunungsitoli atas nama Faozaro Zebua alias Ama Devi,l yang semula disangka melakukan tindak pidana Pasal 335 Ayat (1) KUHPidana.


Yakni memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu, dengan memakai kekerasan, atau dengan memakai ancaman kekerasan, baik terhadap orang itu sendiri maupun orang lain.


Pria 60 tahun tersebut tidak terima korban melakukan pengukuran di atas tanah yang menurutnya bukan milik keluarga korban


Humanis


Mantan Kasi Pidsus Kejari Deliserdang tersebut menambahkan, payung hukum penghentian penuntutan perkara-perkara humanis tersebut adalah Perja No 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif atau RJ 


"Lbih kepada esensinya, yaitu mengedepankan tindakan humanis, kenapa seseorang itu melakukan tindak pidana dan pelaku tindak pidana menyesali perbuatannya serta menyampaikan permohonan maaf kepada korbannya. 


Dalam proses perdamaian, korban juga memaafkan pelaku yang berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya," kata Yos A Tarigan.


Proses penghentian penuntutan kelima perkara dimaksud sudah mengikuti beberapa tahapan dan yang paling penting dalam penghentian penuntutan perkara ini adalah pelaku belum pernah melakukan tindak pidana dan proses perdamaian antara tersangka dan korban disaksikan tokoh masyarakat, keluarga dan jaksa penuntut umum.


"Antara tersangka dan korban sudah bersepakat berdamai dan membuka ruang yang sah menciptakan harmoni di tengah masyarakat, tidak ada dendam di kemudian hari," pungkasnya. (ROBS)




Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini