Pekerjaan Jalan Silangit–Muara Taput 'Pure' Perdata, PH Rekanan Mohon Kliennya Dibebaskan dari Dakwaan

Sebarkan:

 




Tim PH terdakwa rekanan
Lindung Pitua Hasiholan Sihombing (kanan) saat menyampaikan eksepsi. (MOL/ROBS)



MEDAN | Tim penasihat hukum (PH) terdakwa Lindung Pitua Hasiholan Sihombing, rekanan pekerjaan  pembangunan Jalan Silangit-Muara, CS Tahun Anggaran (TA) 2019 memohon majelis hakim diketuai Nelson Panjaitan agar membebaskan klien mereka dari segala dakwaan.


Hal itu diungkapkan tim PH terdakwa, Binsar Siringoringo, Leonard H Manurung, Jannus Willem Purba, Hotmar S Situmorang dan Sepma Tuahta Sinaga di sesi pembacaan nota keberatan (eksepsi) atas dakwaan JPU pada Kejaksaan Tinggi Sumatera (Kejati Sumut), Senin (9/10/2023).


Menurut mereka, pekerjaan  pembangunan Jalan Silangit-Muara, CS 'pure' (murni) perkara perkara perdata. 


"Bahwa apabila ada laporan atau pengaduan dari masyarakat, di dalam Perpres 16 tahun 2018 Pasal 77 telah diatur dengan jelas mekanisme penanganan adanya laporan masyarakat, maka terkait dengan perkara ini apabila Penuntut Umum selaku penegak hukum ada mendapat laporan pengaduan dari masyarakat.


Berdasarkan pasal 77 ayat 2 Perpres 16 tahun 2018 penuntut umum selaku aparat penegak hukum seharusnya meneruskan pengaduan masyarakat kepada Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) untuk ditindaklanjuti. Bukan melalui penuntutan pidana," urai Sepma Tuahta Sinaga.


Sudah jelas dan terang bahwa terkait permasalahan pelaksanaan kontrak pengerjaan Jalan Silangit – Muara bukanlah merupakan perkara tindak pidana korupsi, namun merupakan perkara perdata. Oleh karenanya Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada PN Medan tidak berwenang mengadili perkara perdata klien mereka.


Selain itu, berdasarkan Yurisprudensi No: 04 / Yur / Pid / 2018 pada intinya menyebutkan, para pihak yang tidak memenuhi kewajiban dalam perjanjian yang dibuat secara sah, bukan penipuan, namun wanprestasi yang masuk dalam wadah keperdataan.


"Kecuali jika perjanjian tersebut didasari dengan itikad buruk atau tidak baik," tegasnya.


Di bagian lain tim PH menguraikan, dalam syarat – syarat umum kontrak atas paket pengerjaan jalan Silangit – Muara dinyatakan dengan tegas tentang klausula penyelesaian Perselisihan. 


Antara lain,  para pihak berkewajiban untuk berupaya sungguh – sungguh menyelesaikan secara damai semua perselisihan yang timbul dari atau berhubungan dengan kontrak ini atau interpretasinya selama atau setelah pelaksanaan pekerjaan dengan prinsip dasar musyawarah untuk mencapai mufakat.


Dalam hal musyawarah para pihak sebagaimana dimaksud dengan pasal 79 Ayat 1 tidak dapat mencapai suatu kemufakatan, maka penyelesaian perselisihan atau sengketa antara para pihak ditempuh melalui tahapan mediasi, konsiliasi dan arbitrase.


Selain ketentuan pada pasal 2 penyelesaian perselisihan / sengketa para pihak dapat dilakukan melalui layanan penyelesaian sengketa kontrak, dewan sengketa konstruksi dan pengadilan.


Kerugian Negara


Terkait dengan dakwaan penuntut umum tentang adanya kerugian negara sebagaimana dimaksud pada poin 9, adalah prematur sebab dasar dari pada pelaksanaan paket pekerjaan pembangunan jalan Silangit – Muara sebagaimana tertuang pada kontrak No 01 / KTR-APBN / DML / Bb2-Wil1.S7 / 2019.


"Haruslah berdasarkan mekanisme yang telah diatur pada syarat – syarat khusus kontrak, syarat – syarat umum kontrak dan Perpres Nomor 16 tahun 2018," kata Sepma Tuahta Sinaga.

 

Mengenai audit yang dilakukan oleh ahli jalan dari Fakultas Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara dilakukan dengan kondisi jalan sudah tidak Original lagi dikarenakan terhadap jalan Silangit – Muara yang dikerjakan oleh terdakwa selaku penyedia dalam perkara a quo, sudah ditimpa / telah ditingkatkan oleh PUPR Provinsi Sumatera Utara (Sumut) sehingga tidak memungkinkan dapatkan hasil audit yang akurat.


Alasan lainnya dakwaan penuntut umum kabur dan tidak jelas karena telah melanggar asas legalitas karena menggunakan aturan yang tidak berlaku lagi. 


Dakwaan JPU dalam perkara a quo juga menggunakan Perpres No 54 Tahun 2010. Sedangkan berdasarkan Perpres No 16 Tahun 2018 Pasal 92 telah dinyatakan bahwa Perpres No 54 Tahun 2010 tersebut, tidak berlaku.


Demikian juga dengan Perpres No 4 Tahun 2015 yang digunakan JPU, dengan tegas dalam Perpres No 16 tahun 2018 (Pasal 93) dinyatakan masih berlaku, sepanjang tidak bertentangan dengan Perpres No 16 tahun 2018.


Kemudian Surat Edaran Dirjen Bina Marga Nomor : 02 / SE / Db / 2016 tanggal 4 Mei 2016 dasar hukumnya adalah Perpres No 54 Tahun 2010. Maka dengan demikian dengan tidak berlakunya Perpres 54 Tahun 2010  maka otomatis Surat Edaran Dirjen Bina Marga Nomor : 02/SE/Db/2016 tanggal 4 Mei 2016 dinyatakan tidak berlaku.


"Mohon Yang Mulia majelis hakim dalam putusan sela nantinya juga menyatakan, menerima eksepsi PH terdakwa. Membebaskan terdakwa atas nama Lindung Pitua Hasiholan Sihombing dari segala dakwaan. Melepaskan terdakwa dari tahanan," pungkasnya. Sidang pun dilanjutkan pekan depan untuk penyampaian tanggapan JPU.


Sementara sebelumnya, Lindung Pitua Hasiholan Sihombing didakwa melakukan tindak pidana korupsi bersama Irganda Siburian, selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Provinsi Sumatera Utara (Sumut) dan Horas, selaku pengawas (konsultan) pekerjaan (berkas terpisah). (ROBS)






Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini