Minus Kerugian Negara namun Dipenjara, Rekanan dan PPK Jalan Pangasean-Sitamiang Samosir: Tidak Menyesal Yang Mulia

Sebarkan:

 





Rekanan Herdon Samosir dan PPK Saut Simbolon saat diperiksa sebagai terdakwa. (MOL/ROBERTS)



MEDAN | Bola mata rekanan Herdon Samosir serta Saut Simbolon selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pekerjaan Jalan Pangasean - Sitamiang, Kecamatan Onan Runggu, Kabupaten Samosir Tahun Anggaran (TA) 2021 spontan 'berkaca-kaca' saat hakim ketua memberikan pertanyaan menohok, Jumat (6/10/2023).


Beberapa detik kedua tampak terdakwa memandangi langit-langit ruang Cakra 6 Pengadilan Tipikor Medan sebelum memberikan jawaban. Walau sudah memberikan yang terbaik, namun mereka harus terpisah dengan keluarga kurang lebih 4 bulan karena kini berada di penjara.


"Tidak menyesal Yang Mulia," kata kedua terdakwa secara bergantian sembari menggelengkan kepala di hadapan hakim ketua Erika Sari Ginting didampingi anggota majelis Rina Lestari dan Gustap Marpaung. 


Keduanya kemudian membuka kacamata dan mengusap kelopak mata dengan jemari tangan agar air matanya tidak sampai membasahi pipi.


"Walaupun medannya berbukit, kami sudah memberikan yang terbaik dalam pekerjaan itu Yang Mulia. Belakangan Saya tahu, ada lahan yang belum bisa dikerjakan sebagaimana disebutkan dalam kontrak dan dialihkan ke titik lain. Antara lain yang menuju jalan negara," urai PPK Saut Simbolon.


Sebelumnya terdakwa juga dicecar tim JPU pada Kejaksaan Negeri (Kejari) Samosir. Saut Simbolon mengaku bersedia ditunjuk sebagai PPK karena sebelumnya ada Berita Acara Rapat Tim Pembebasan Lahan dengan warga yang dihadiri camat setempat. 


"Namun fakta di lapangan Yang Mulia, ada warga yang keberatan digelar pekerjaan tersebut. Setelah dibahas dengan para pihak sehingga terjadi addendum. Terjadi perubahan titik lokasi pekerjaan. Dan addendum dalam pekerjaan merupakan hal yang biasa. Ada diatur masalah itu (addendum)," imbuhnya.


Diaudt BPK


Di bagian lain, hakim ketua menanyakan alasan terdakwa Herdon Samosir Wakil Direktur (Wadir) CV Nabila mau membayar tuntutan ganti rugi (TGR), hasil temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Provinsi Sumatera Utara (Sumut) sebesar Rp425 juta.


"Temuan itu jadi kepikiran Yang Mulia. Saya trauma limit 60 hari untuk mengembalikannya. Saya gak rela perusahaan punya jejak rekam kurang baik ke depan khususnya di Samosir," timpalnya.


Fakta lainnya terungkap di persidangan, walau sudah diaudit BPK Provinsi Sumut dan sudah dibayarkan TGR, JPU kemudian menghadirkan ahli dari Badan Pemeriksaan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Provinsi Sumut. 


Atas audit tersebut, JPU mendakwa Herdon Samosir dan Saut Simbolon (berkas terpisah) melakukan tindak pidana korupsi yang mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp744.492.680.


Pada persidangan beberapa pekan lalu Bakti Ginting selaku ahli dari BPKP Provinsi Sumut yang dihadirkan JPU pun telah mengakui kekeliruannya dalam penghitungan volume realisasi pekerjaan dikalikan dengan harga satuan. 


Di hadapan majelis hakim, ahli mengakui dan menerima koreksi yang telah diungkapkan tim penasihat hukum terdakwa Herdon Samosir yakni Binsar Siringoringo didampingi Jannus Willem Purba, Hotmar S Situmorang, Leonard Manurung dan Sephma Tuahta Sinaga lewat slide di Cakra 9. 


Kerugian keuangan negara pada pekerjaan rekonstruksi Jalan Pangasean - Sitamiang, Kecamatan Onan Runggu, Kabupaten Samosir TA 2021 bukanlah Rp744.492.680. Melainkan minus Rp41.438.425 juta. Justru negara cq  Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Samosir yang masih berutang kepada rekanan sebesar Rp1, 1 miliar lebih..


Walau sudah dilakukan serah terima hasil pekerjaan tahap I atau Provisional Hand Over (PHO) dan tahap II atau Final Hand Over (FHO), namun Dinas PUPR Kabupaten Samosir hingga kini belum kunjung membayarkan hasil pekerjaan terdakwa rekanan Herdon sebesar Rp1,1 miliar lebih..


"Untuk pekerjaan itu dari dana pribadi sama ngutang ke bank Yang Mulia," pungkas Herdon Samosir singkat.  


Suka-suka


Sebelumnya, tim PH kedua terdakwa kedua menghadirkan ahli hukum pidana dari Universitas Sumatera Utara (USU) Dr Mahmud Mulyadi SH MHum. Dia menyoroti indikasi adanya standar ganda dari Aparat Penegak Hukum (APH) dalam hal ini Kejari Samosir.




Ahli hukum pidana Mahmud Mulyadi. (MOL/ROBERTS)




"Sudah ada audit dari BPK. Masuk lagi audit BPKP. Jadi, alat surat mana yang mau kita pakai ini Yang Mulia? BPK atau BPKP? Kalau begitu kondisinya. bisa terancam kita ini Yang Mulia. Keluarga kita. Kerabat kita," tegasnya. 


Menurut Mahmud, penegakan hukum jangan sampai menimbulkan kesan seolah suka-suka. Seharusnya hasil audit dari BPKP tidak berdiri sendiri. "Bila memang ada koreksi, seyogianya koreksi itu disampaikan kepada BPK," pungkasnya. 


Hakim ketua melanjutkan persidangan pekan depan untuk pembacaan surat tuntutan terhadap kedua terdakwa. (ROBERTS)




Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini