Pendapat Ahli Menohok Jaksa, Penetapan Rekanan Pekerjaan Jalan Silangit-Muara Sebagai Tersangka tidak Sah

Sebarkan:

 



Ahli hukum pidana Dr Berlian Simarmata dan tim kuasa hukum pemohon prapid, Kamaruddin Simanjuntak dan Poltak Silitonga. (MOL/ROS)







MEDAN | Ahli hukum pidana dari Universitas Katolik (Unika) Santo Thomas Medan Dr Berlian Simarmata pada sidang lanjutan perkara permohonan praperadilan (prapid) atas nama Lindung Pitua Hasiholan Sihombing (Direktur PT Dinamala Mitra Lestari / DLM-red), memberikan pendapat menohok terhadap jaksa penyidik pada Kejati Sumut (termohon).


Berangkat dari jawaban kuasa hukum termohon dalam persidangan sebelumnya, tim kuasa hukum pemohon, Kamaruddin Simanjuntak dan Poltak Silitonga menilai termohon telah 'menabrak' rambu-rambu hukum acara pidana (KUHAP).


Klien mereka ditetapkan termohon sebagai tersangka tertanggal 17 Juli 2023. Namun bukti surat dari Badan Pemeriksaan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Provinsi Sumut tertanggal 8 Agustus 2023 katanya merugikan keuangan negara Rp466.437.818 terkait pekerjaan Jalan Silangit-Muara, Kabupaten Tapanuli Utara (Taput)


"Klien kami tidak pernah menerima surat dari BPKP, kejaksaan maupun dari Dinas PUPUR. Pemahaman kami surat itu oleh jaksa," cecar Kamaruddin Hasibuan, Rabu (20/9/2023)  di Cakra 3 PN Medan.


Ahli menimpali, kalau surat itu dijadikan sebagai salah satu alat bukti menetapkan seseorang jadi tersangka, berarti dia (ahli dari BPKP-red) diperiksa sebelum pemohon prapid ditetapkan sebagai tersangka.


"Ditetapkan sebagai tersangka tanggal 17 Juli 2023 sementara di bulan Agustus 2023 diminta keterangan ahli, artinya keterangan ahli itu tidak  bisa digunakan. 


Kalau toh dipaksakan digunakan sebagai dasar menetapkan seseorang sebagai tersangka, menurut Saya itu tidak ada lagi logikanya. Dan itu tidak sah," tegas Berlian Simarmata. 


Terkait Nota Kesepahaman antara Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) RI dan Kejaksaan Agung (Kejagung) RI serta Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) Nomor: 100.4.7/437/SJ  Nomor: 1 Tahun 2023 


Dan Nomor: NK/1/I/2023 tentang Koordinasi Aparat Pengawasan Internal Pemerintah dan Aparat Penegak Hukum Dalam Penanganan Laporan atau Pengaduan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah di Pasal 5 Ayat (1), ahli membenarkan, pemohon sebagai rekanan bila ditemukan indikasi kerugian keuangan negara seharusnya secara administrasi diberikan waktu selama 60 hari untuk menyelesaikannya. Proses hukum adalah upaya terakhir


Mengenai petunjuk digunakan sebagai salah satu alat bukti, Dr Berlian berpendapat bahwa hal itu bukan merupakan ranah penyidik. Melainkan ranah hakim untuk menilainya secara arif dan bijaksana. 


Ketika ditanya mengenai keterangan saksi dikatakan telah memenuhi unsur secara formil dan materiil satu alat bukti menetapkan seseorang menjadi tersangka, menurutnya, secara formil harus disumpah. Syarat materiilnya, haruslah menerangkan apa yang dilihat, didengar atau dialaminya. Harus mengarah menunjukan bahwa patut diduga melakukan tindakan pidana   


Bercermin dari perkara-perkara permohonan prapid ketika ditanya tentang alat bukti, penegak hukum lain langsung mengatakan sudah masuk dalam materi pokok perkara. Ahli kemudian berpendapat, dalam putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 21 Tahun 2014, bukti itu harus berkualitas.


"Berkualitas maksudnya bahwa alat bukti surat itu harus menandakan bahwa si tersangka itu melakukan tindak pidana," tegasnya


Kerugian Negara


Menurut ahli, yang berhak menyatakan atau mendeclare kerugian keuangan negara adalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), sesuai Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) RI Nomor 4 Tahun 2016. Institusi lain seperti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Inspektorat dan seterusnya, boleh melakukan penghitungan tapi tidak berhak mendeclare kerugian keuangan negara. 


Pemohon selaku rekanan telah mempertanggung jawabkan pekerjaan, sudah diserahterimakan pekerjaan hingga termasuk pemeliharaan pekerjaan pada 5 tahun apakah layak dijadikan sebagai tersangka, menurut ahli, menyangkut pekerjaan proyek dasar hukumnya adalah hukum keperdataan. Adanya perjanjian para pihak.


"Sebelum seseorang dijadikan tersangka harus ada perbuatan melawan hukum. Perbuatan melawan hukum dimaksud juga harus dilihat apakah administrasi, perdata atau ranah pidana. Bila misalnya pekerjaan telah berjalan, maka itu ranah hukum administrasi.


Kalau misalnya ditemukan perbuatan melawan hukum ada kerugian keuangan negara, harus diselesaikan dulu berdasarkan Undang Undang yang menjadi dasar hukumnya. Yakni Undang Undang Konstruksi Jalan. Oleh karenanya diselesaikan dulu permasalahan administrasinya.


Artinya, antara pemberi pekerjaan dengan penerima pekerjaan. Antara Pejabat Pembuat Komitmen dan kontraktor (pemohon prapid) Kalau terjadi misalnya kerugian keuangan negara atau kelebihan pembayaran uang negara maka harus diberi waktu kepada kontraktor untuk menyelesaikan kelebihan bayar itu. Penerapan hukum pidana merupakan upaya terakhir," tegasnya.


Bukti Surat


Sementara menjawab pertanyaan tim kuasa hukum termohon, Tumpal Hasibuan dan Erik Sarumaha, surat-surat resmi pelaksanaan proyek, bukan alat bukti. Namun bila berisikan adanya penyimpangan menyebabkan kerugian keuangan negara adanya dugaan tindak pidana korupsi, itu dinamakan alat bukti surat. 




Kuasa hukum termohon prapid Tumpal Hasibuan dan Erik Sarumaha. (MOL/ROS)





"Jadi intinya menurut ahli, penetapan tersangka setelah adanya dua alat bukti apakah itu saksi-saksi dan alat bukti surat. Penetapan (pemohon prapid) sebagai tersangka tidak sah karena lebih dulu ditetapkan sebagai tersangka daripada keterangan saksi-saksi dan alat bukti surat. Begitu maksud saudara?" cecar hakim tunggal Nurmiati dan diiyakan ahli.


Kriminalisasi


Usai persidangan, Kamaruddin Simanjuntak didampingi Poltak Silitonga mengatakan, kliennya dinilai telah dikriminalisasi termohon.  "Bila memang ada kekurangan dalam pengerjaan proyek Jalan Silangit-Muara, ada waktu selama 60 hari diberikan kepada rekanan untuk menyelesaikan kewajibannya. 


Namun hal itu tidak diberikan kepada klien kami. Itu namanya kriminalisasi atau pesanan dalam tanda kutip," urai Kamaruddin. 


Poltak Silitonga menambahkan, klien mereka sejatinya taat hukum. Ketika disebutkan ada kerugian keuangan negara, klien mereka menanyakan penyidik (termohon prapid).


"Mana suratnya? Di mana kerugiannya? Biar Saya bayar. Kalau cuma ngomong-ngomong doang disuruh bayar kan kurang tepat.  Jangan-jangan nanti jadi suap," pungkas Poltak. (ROS)




Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini