Kepercayaan Publik 81,2 Persen, Selamat HBA ke-63 Pak Jaksa Agung

Sebarkan:

 


Catatan : Robert Siregar

(Wartawan Metro Online)



PREAMBUL


Hari ini, Sabtu (22/7/2023) merupakan puncak peringatan Hari Bhakti Adhyaksa (HBA) ke-63. Pucuk pimpinan di kejaksaan dari masa ke masa silih berganti namun motto: Tri Krama Adhyaksa, tidak pernah luntur.


Doktrin Satya yakni kesetiaan yang bersumber pada rasa jujur, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, diri pribadi dan keluarga, maupun kepada sesama manusia, juga tidak tergerus seiring berjalannya waktu.


Perjalanan penegakan supremasi hukum sebagai panglima di negara Bhinneka Tunggal Ika sebagaimana digaungkan di Era Reformasi, tidak semudah ketika kita mengucapkannya. 


Bila di institusi Polri ada nama Jenderal Hoegeng Iman Santoso, Kapolri kelima (1968-1971) dikenal pemberani, jujur dan jauh dari kata hedonis, sepengetahuan penulis di institusi kejaksaan juga ada beberapa nama mantan Jaksa Agung yang memiliki semangat penegakan hukum mumpuni.


Mantan Jaksa Agung R Soeprapto (1951-1959) yang telah ditetapkan sebagai Bapak Kejaksaan Republik Indonesia.


Baharuddin Lopa, Jaksa Agung periode 6 Juni – 3 Juli 2001. Lopa yang dipercaya Presiden RI ketika itu Abdurrahman Wahid (Gus Dur) bisa menangani kasus-kasus korupsi dengan nilai fantastis. Salah satu kasus yang ditanganinya adalah kroni mantan Presiden kedua, Soeharto.


Kinerja aparat penegak hukum (APH) pada akhirnya bisa dirasakan lewat hasil lembaga survey kepuasan publik.


Sebelum meramu 'Potret Kejaksaan' di semester pertama tahun 2023 ini, sebagaimana data yang diperoleh dari bilik Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung (Puspenkum Kejagung) RI, izinkan penulis untuk bernostalgia sejenak.


Mengutip indonesiabaik.id, HBA merupakan hari peringatan berdirinya Kejaksaan RI. Sejarah berawal dari zaman Kerajaan Majapahit di mana kala itu Pemerintahan Majapahit sudah memiliki semacam sistem pengadilan dengan ‘Dhyaksa’ yang bertugas menangani masalah peradilan. 


Sebutan ‘Jaksa’ yang kita kenal selama ini memang berawal dari bahasa Sansekerta tersebut. Ada pun juga terdapat Adhyaksa atau Hakim Tertinggi yang memimpin dan mengawasi para Dhyaksa. 


Di zaman pendudukan Jepang, kejaksaan berperan sebagai satu-satunya lembaga penuntutan. Dasar hukumnya adalah Osamu Seirei No 3/1942, No 2/1944 dan No 49/1944. Setelah kemerdekaan diraih bangsa Indonesia pada 17 Agustus 1945 diiringi pula dengan pembentukan lembaga penegak hukum guna memastikan ketertiban umum. 


Pembentukan Kejaksaan RI tertuang pada Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945, diperjelas Peraturan Pemerintah (PP) No 2/1945. Kala itu, Kejaksaan dibentuk dengan berada dalam lingkup Departemen Kehakiman. Sebagai Jaksa Agung Indonesia pertama, terpilih Gatot Taroenamihardja.


Limabelas tahun setelahnya, kejaksaan menjadi departemen yang terpisah (mandiri) melalui rapat kabinet 22 Juli 1960 sebagaimana tertuang dalam Surat Keputusan Presiden RI 1 Agustus 1960 No 204/1960, yang kemudian disahkan menjadi UU No 15 Tahun 1961 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kejaksaan Republik Indonesia.


Pada masa Orde Baru, UU tentang Kejaksaan berubah menjadi UU No 5/1991 dan diperbarui pada Era Reformasi lewat UU No.16/2004 di mana Kejaksaan disebut sebagai lembaga pemerintahan yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan serta kewenangan lain. 


Kini setiap tahunnya pada tanggal 22 Juli diperingati sebagai HBA, pengabdian atau Bhakti yang dilakukan oleh insan Adhyaksa, yaitu para anggota Kejaksaan RI.


POTRET KEJAKSAAN


Bagaimana dengan 'Potret Kejaksaan' RI hingga semester I tahun 2023 ini? Informasi dihimpun dari bilik Puspenkum Kejagung RI, berdasarkan hasil Survey Nasional, kepercayaan publik terhadap institusi Kejaksaan RI konsisten bergerak naik.


Di bulan Juli 2022 lalu 74 persen, September 2022 (77 persen), Januari 2023 (80,6 persen), Juni 2023 (81,2 persen).


Masing-masing bidang di Kejaksaan RI tampaknya saling berkejaran menorehkan prestasi. Bidang Tindak Pidana Khusus (Pidsus), total kerugian negara yang berhasil ditangani sebesar Rp152.247.333.240.704 dan USD1.948.551.


Dengan rincian, mengembalikan kerugian keuangan negara Rp42.696.731.030.611 dan USD61.948.551. Mengembalikan kerugian perekonomian negara Rp109.550.602.210.093. 


Yakni terkait penanganan perkara Askrindo Mitra Utama (AMU), Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) tahun 2013-2019, minyak goreng, Garuda indonesia, Duta Palma Group, Taspen dan Base Transceiver Station (BTS) 4G di Kemenkominfo RI.


Pengembalian kerugian keuangan di perkara lainnya Rp8.825.453.498.044 serta penyelamatan dan pemulihan aset dari perkara tipikor Jiwasraya Rp3,1 triliun.


Bidang Tindak Pidana Umum (Pidum), sebanyak 3.073 perkara humanis yang dihentikan penuntutan hukumannya lewat pendekatan Keadilan Restoratif atau Restorative Justice (RJ) dan 3.535 Rumah RJ tersebar di Tanah Air. Sebanyak 287.935 perkara tahapan prapenuntutan, 341.213 perkara tahap penuntutan dan 320.853 terpidana telah dieksekusi.


Menyusul Bidang Intelijen (Intel), sebanyak 125 buronan diamankan di tahun 2020, 149 buronan (2021), 170 buronan (2022). Pengamanan pembangunan strategis di Tanah Air sebanyak 345 pekerjaan (2020), 920 pekerjaan (2021), 1.157 pekerjaan (2023).


Bidang Pengawasan, menunjukkan tren penurunan signifikan terhadap ketidakdisiplin personel di jajaran Adhyaksa. Tindakan disiplin pegawai di tahun 2021 (209 orang), 2022 (167 orang) dan hingga Juni 2023 (56 orang).


Bidang Pidana Militer (Pidmil) telah melaksanakan koordinasi teknis penuntutan yang dilakukan oditurat militer sebanyak 10 perkara (tahap penyelidikan), 4 perkara (masing-masing tahap penyidikan dan penuntutan)


'Ujung tombak' selanjutnya, Badan Pendidikan dan Pelatihan (Badiklat) telah 'mencetak' 300 jaksa dengan kualifikasi kompetensi untuk menangani perkara tindak pidana lingkungan hidup mineral dan batubara serta kehutanan. 


Diklat sistem peradilan pidana anak 240 jaksa (2021), 120 jaksa (2022). Badiklat juga memperoleh ISO 37001:2016.


KOMITMEN


Komitmen luhur pimpinan dan jajaran Kejaksaan RI disusul dengan eksekusi atas poin-poin yang telah direncanakan nantinya tercermin lugas dalam etalase kepercayaan publik di mana tantangan hari ini dan seterusnya bergerak dinamis. 


Mulai dari upaya intervensi hingga rayuan materi atau hadiah, asumsi hukum 'Tajam ke Bawah Tumpul ke Atas', 'No Viral No Justice' hingga beredarnya hoax seolah Prof Dr ST Burhanuddin mengundurkan diri dari jabatan Jaksa Agung.




Dokumen foto Upacara BHA ke-63 dengan Irup Presiden RI Joko Widodo. (Ist)




Jaksa Agung Prof Dr ST Burhanuddin beberapa waktu lalu telah mengingatkan jajaran agar bekerja secara baik, professional, teliti dan cermat maka dia akan terus menjaga warga Adhyaksa di manapun berada.


Dia juga memberikan garansi itu jangan pernah takut dan gentar dalam menghadapi perlawanan pihak-pihak yang anti dalam penegakan hukum kasus perkara korupsi atau corruptors fight back.


Sebab pemberantasan tindak pidana korupsi merupakan etalase bagi reputasi dan tolok ukur keberhasilan penegakan hukum yang dilakukan oleh kejaksaan.


Jaksa Agung ST Burhanuddin tak henti-hentinya menekankan dan mengingatkan bahwa semua tindakan yang dilakukan oleh warga adhyaksa dalam setiap tahapan penegakan hukum, senantiasa akan mendapatkan perhatian dari seluruh masyarakat baik yang pro maupun kontra.


Hal ini penting disampaikannya adalah agar dalam setiap langkah yang dilakukan oleh warga adhyaksa dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya di bidang penegakan hukum senantiasa dalam koridor hukum yang benar.


Mengutip kata-kata bijak, 'Tak Ada Gading yang Tak Retak'. Tak ada yang sempurna di bumi yang fana ini. Dengan segala dinamikanya, tetaplah buat yang terbaik bagi bangsa ini. Kepercayaan Publik pada level 81,2 persen bukanlah pekerjaan mudah. SELAMAT HBA ke-63 pak Jaksa Agung dan jajarannya. (**)






Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini