Pakar UGM Sebut Ekonomi RI Baru Bisa Positif di Kuartal IV

Sebarkan:
Foto: Detik.com
YOGYAKARTA | Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II-2020 mengalami kontraksi sebesar 5,32% (year on year/yoy), dibandingkan dengan capaian pada kuartal I sebesar 2,97% (yoy). Ekonomi Indonesia kemungkinan positif pada kuartal IV.

Pakar ekonomi Universitas Gadjah Mada (UGM) Eddy Junarsin mengatakan negatifnya ekonomi Indonesia di tengah pandemi COVID-19 ini memang sudah diprediksi sebelumnya. Bahkan, pertumbuhan negatif juga diproyeksikan masih akan terjadi di kuartal III.

Penurunan pertumbuhan ekonomi terjadi pada seluruh komponen PDB. Seperti halnya konsumsi rumah tangga mengalami kontraksi sebesar 5,51%, sementara sektor Investasi mencatat kontraksi 8,61%.

"Kita perlu hati-hati di kuartal III, ini masih menjadi tanda tanya besar. Harapannya di kuartal IV bisa mulai positif meski tidak bisa tinggi, dengan catatan penanganan COVID-19 berjalan lebih baik," katanya melalui keterangan tertulis, Rabu (26/8/2020).

Terkait bahaya resesi ekonomi yang dikhawatirkan banyak pihak, Eddy menyebut jika menggunakan definisi resesi sebagai defisit perekonomian selama 2 kuartal berturut-turut maka Indonesia memang belum mengalami resesi.

Indonesia sendiri belum memiliki indeks seperti halnya The Chicago Fed National Activity Index di Amerika Serikat (AS) yang dirancang untuk mengukur aktivitas ekonomi secara umum, sehingga standar yang digunakan masih berupa defisit angka pertumbuhan ekonomi.

Namun jika resesi dipahami sebagai penurunan aktivitas ekonomi secara umum, maka Indonesia sebenarnya bisa disebut sudah memasuki resesi.

"Ada kemungkinan kita sebenarnya sudah memasuki resesi dalam artian sebenarnya," ujarnya.

Di sisi lain, pemulihan ekonomi nasional sangat bergantung pada keberhasilan penanganan pandemi COVID-19. Meski aktivitas perekonomian beberapa bulan terakhir mulai kembali berjalan, namun tren jumlah kasus COVID-19 yang tidak kunjung mengalami penurunan menyebabkan banyak pelaku ekonomi masih akan menunggu perkembangan situasi.

"Kalau masih seperti ini, semua komponen ekonomi masih wait and see (menunggu dan melihat), jadi pertumbuhan akan sulit. Kalau bisa di atas nol itu sudah prestasi," ucapnya.

Situasi tersebut sejalan dengan melemahnya ekonomi global akibat pandemi COVID-19. Menurutnya, untukk mendorong kinerja perekonomian, pemerintah Indonesia telah mengambil sejumlah kebijakan moneter dan fiskal, misalnya dengan menggenjot belanja negara dan menurunkan suku bunga.

Langkah ini memang bukan merupakan solusi jangka panjang, namun ini adalah upaya yang dilakukan untuk mendorong pemulihan aktivitas ekonomi dalam negeri yang sempat menurun drastis sebagai dampak dari penerapan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

"Kebijakan ini umum dilakukan dan memang paling tepat untuk diterapkan di masa krisis seperti yang dihadapi Indonesia saat ini," ujar Eddy.

Oleh karena itu, untuk membangkitkan kembali perekonomian Indonesia, langkah yang paling penting untuk dilakukan menurutnya terletak pada perbaikan penanganan COVID-19. Mengingat btanoa adanya kebijakan ekonomi yang diambil tidak akan memberikan hasil yang diharapkan.

"Siapa pun yang menjadi Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia pasti akan melakukan hal yang sama. Tapi kebijakan ekonomi walau arahnya sudah benar dan memang harus dilakukan, kalau kondisinya seperti ini kita tetap tidak akan ke mana-mana," katanya.

Diberitakan sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memaparkan kondisi kinerja APBN hingga akhir Juli 2020. Fiskal negara belum memberikan tanda-tanda yang bisa membuat ekonomi nasional melaju hingga akhir tahun ini.

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini bahkan menyebut ekonomi nasional berpotensi minus di sepanjang tahun 2020. Jika benar begitu, maka Indonesia resmi resesi.

Pada kuartal I-2020, perekonomian Indonesia tumbuh di level 2,97% dan di kuartal II-2020 terkontraksi minus 5,32% akibat pandemi Corona. Sementara untuk kuartal III-2020, dia mengungkapkan outlook pertumbuhan ekonomi pada kuartal III-2020 berada di kisaran 0% hingga minus 2%. Hal tersebut menyusul belum terjadinya pembalikan ekonomi nasional yang solid.

"Kita memang melihat di kuartal III downside risk tetap menunjukkan risiko yang nyata, kuartal III outlook-nya antara 0% hingga negatif 2%" kata Sri Mulyani dalam konferensi APBN KiTa, Jakarta, Selasa (25/8/2020).

Dengan outlook tersebut, Sri Mulyani mengungkapkan pertumbuhan ekonomi nasional sepanjang tahun 2020 akan berada di kisaran minus 1,1% hingga positif 0,2%.

Sri Mulyani mengungkapkan setidaknya ada dua kunci yang bisa menyelamatkan ekonomi tanah air dari jurang resesi, yaitu konsumsi rumah tangga dan investasi.

"Kunci utamanya, konsumsi dan investasi," kata Sri Mulyani. (Dc)
Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini