Peduli Kasus Sigapiton Tobasa, Forum Sisada Ulaon Surati Presiden

Sebarkan:
MEDAN - Kasus tanah adat Sigapiton di Kabupaten Toba Samosir (Tobasa) yang sempat menyita perhatian publik hingga saat ini masih menjadi isu hangat di kalangan masyarakat umum.

Forum Sisada Ulaon, yang diketahui sudah beberapa kali membahas secara intensif kasus Sigapiton, memutuskan untuk menyurati presiden Joko Widodo (Jokowi) agar segera mengambil tindakan terbaik sehingga tidak menyengsarakan rakyat.

Forum Sisada Ulaon yang diisi oleh beberapa komunitas adat, jurnalis, akademisi hingga aktifis tersebut menjelaskan empat isu yang menjadi modal sosial masyarakat Batak, yakni Tanah, Masyarakat Adat, Model Pembangunan dan regulasi, serta dilengkapi dengan permasalahan dan rekomendasi.

"Terkait dengan adanya konflik masalah lahan dengan masyarakat bius Sibisa (desa Sibisa Pardamean, Motung dan desa Sigapiton) pada 12 September 2019, hingga terjadinya beberapa ibu melakukan aksi bertubuh polos untuk menyampaikan sikap mereka, oleh banyak kalangan berpandangan mengindikasikan bahwa komunikasi belum berjalan baik. Berarti perlu waktu hingga tercapainya kesepakatan yang adil dan diterima bersama," ujar Perwakilan Komunitas Bumi, Miduk Hutabarat melalui rilis yang diterima, Senin (4/11/2019).

Oleh karena itu, Forum Sisada Ulaon meminta izin untuk menyelenggarakan diskusi terfokus terbatas dan menyerahkan hasilnya ke Direktur Tata Ruang Wilayah Barat.

Terkait kasus Sigapiton tersebut, mereka ingin menyampaikan beberapa pandangan hasil diskusi yang telah mereka rangkum dari lima kali pertemuan yang dilakukan di Medan.

Miduk menjelaskan, kasus Sigapiton memiliki masalah yakni Indikatif BPODT telah mengangkangi Masyarakat Adat Sigapiton. Kasus Sigapiton mengindikasikan Pemda dan BPODT terlalu terburu-buru mengambil tindakan.

"Menurut pengamatan kami, indikatif BPODT mau ambil jalan pintas. Parapat sebagai destinasi awal belum pernah menyampaikan kepada publik bagaimana penataannya. Padahal itu eksisting yang sudah ada. BPODT terlalu fokus pada daerah baru nusabali di Sibisa, tanpa menyampaikan juga konsep bagaimana kawasan parawisata di Parapat yang sudah lebih dulu berjalan harusnya tetap mengembangkan home-stay," jelasnya.

Miduk menjelaskan bahwa mereka menawarkan beberapa rekomendasi beberapa diantaranya yakni Transformatif. Masyarakat sebagai subjek, yang dilibatkan dalam pembangunan seperti pemberdayaan di kampong, seperti Kampung Budaya dan Kampung Wisata, serta menghormati hak-hak masyarakat adat.

Masyarakat adat Bius Sibisa mencakup 3 desa, dan pemerintah wajib melibatkan ketiga desa dalam membangun kesepakatan. Selain itu mereka merekomendasikan agar Pemda segera menerbitkan SK Bupati dan atau Perda Masyarakat Adat di Kabupaten Tobasa.

"Dalam menangani kasus bius Sibisa, tidak tepat lagi pemerintah daerah dan BPODT mengunakan mekanisme Pago-pago, Batu Demban, Demban Tiar dan atau somba sikke untuk menangani kasus tanah di bius Sibisa dan atau ke tujuh Kabupaten lainnya," katanya.

Pemerintah, lanjut Miduk harusnya perlu melakukan terobosan baru dalam membangunan regulasi pengembangan Pariwisata di KDT. Dan belajar dari kesembilan kasus yang disampaikan.

"Kami Forum Sisada Ulaon menawarkan konsep kepemilikan atas tanah yang akan dibebaskan BPODT di 7 Kabupaten sekeliling Danau Toba, termasuk kasus di bius Sibisa yang berjumlah 392 Hektar, supaya ada kepastian hukum yakni 51% Saham Pemda, 29% saham Nasional dan 20% Saham Investor," tuturnya.

"Dalam surat tersebut juga dilampirkan usulan konsep pengembangan kawasan-kawasan Danau Toba dan sekitarnya," ujar Miduk. (Ril)
Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini