Mahasiswa Gelar Aksi, Minta Edy Rahmayadi Jelaskan Konsep Wisata Halal Danau Toba

Sebarkan:
Medan - Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Peduli Danau Toba dan Paguyuban Marga Batak Kampus Unika Santo Thomas, mendatangi Kantor BPODT, Jalan Pattimura, Kota Medan, Senin (2/9/2019).

Kedatangan massa mahasiswa itu untuk menyampaikan aspirasi dan meminta kepada Gubernur Sumatera Utara (Gubsu) Edy Rahmayadi untuk menjelaskan konsep Wisata Halal di Danau Toba.

Menurut pantauan, dalam aksi itu, mahasiswa terlihat membawa beberapa spanduk yang bertuliskan 'Danau Toba Tidak Butuh Label Halal', Usir TPL, AFN Allegrindo, 'Jangan Usir Persaudaraan Kami' dan NKRI Harga Mati, Batak Harga Diri dan Babi Harga Kali.

Koordinator aksi, Rico Nainggolan mengatakan bahwa BPODT pernah membuat kerjasama dengan Kementerian Perhubungan soal pelebaran landasan udara yang ada di Silangit.

Selain itu, ia menuding BPODT tidak punya konsep bagaimana caranya menanggulangi dugaan kerusakan yang dilakukan oleh PT TPL, PT Aquafarm Nusantara dan PT Allegrindo dan perusahaan lain yang berhubungan dengan kerusakan kawasan Danau Toba.

"BPODT ini sebenarnya punya program kerja enggak?Karena kita belum merasakan dampak yang signifikan terhadap kehadiran BPODT," ujar Rico dalam orasinya.

Selain itu, Rico meminta kepada Gubsu Edy Rahmayadi untuk mengklarifikasi maksud dari pernyataannya soal wisata halal dan tim pengkaji tentang penataan wilayah keramba jaring apung (KJA) dan pemotongan hewan berkaki empat.

“Silahkan dinas pariwisata yang digenjot bagaimana mengembangkan pariwisata tanpa menghilangkan identitas dan budaya lokal masyarakat,” katanya.

Soal KJA, lanjut Rico, Pemprov Sumut memiliki dinas lingkungan hidup. Silahkan konsep apa yang dimiliki dinas lingkungan hidup untuk mencegah hal tersebut.

Rico mengaku, bahwa pada 1 Februari 2019 Pemprovsu sudah mengeluarkan surat teguran kepada Aquafarm Nusantara dan diberi tenggat waktu sampai 180 hari sampai 1 Agustus 2019. Tapi mulai 1 Agustus 2019 sampai sekarang tidak ada terdengar hasil dari teguran itu.

"Kita mau klarifikasi sebenarnya, bagaimana komitmennya. Apa pak Gubernur buta dengan kawasan Danau Toba dan kondisi sosial dan budayanya sehingga mencanangkan wisata halal itu. Karena wisata halal sangat sensitif dan bisa memicu konflik yang berbeda suku dan agama dan lainnya," tegasnya.

"Kami merasa ini atau jangan-jangan Gubernur sengaja membuat isu itu untuk mengkotak-kotakkan masyarakat daerah atau memang tidak ada konsep untuk mengembangkan pariwisata," lanjutnya.

Pihaknya sebagai masyarakat lokal disana yang mayoritas beragama Kristen, suku Batak dan mengkonsumsi babi, menilai konsep wisata halal dan penataan untuk memotong hewan berkaki empat masih tabu.

"Kita jelas menolak konsep wisata halal karena jika ini yang digadang-gadang dan dikaji terus, takutnya akan menimbulkan perpecahan," pungkasnya.

Sebelumnya diberitakan, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumatera Utara (Sumut) telah meluruskan informasi mengenai wisata halal di Danau Toba.

Wisata halal yang dimaksud adalah menyediakan fasilitas pendukung yang diperlukan bagi wisatawan muslim. Wisata halal bukanlah menghilangkan budaya yang sudah ada di daerah tempat wisata. 

Hal tersebut perlu dilakukan lantaran banyaknya wisatawan mancanegara yang datang ke Danau Toba. Apalagi saat ini, wisatawan mancanegara yang paling banyak datang adalah yang berasal dari Malaysia dan sekitarnya. Penduduk negara tetangga itu mayoritas muslim. Untuk itu segala keperluan wisatawan tersebut harus disiapkan.

“Menyiapkan fasilitas adalah salah satu konsep penting dalam pariwisata,” ujar Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sumut Ria Novida Telaumbanua saat konferensi pers terkait wisata halal Danau Toba di Kantor Gubernur Sumut, Jalan Diponegoro, Medan, Sabtu (31/8/2019). (Ril)
Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini