Terkait Lahan 106 Ha Menjerat Tamin Sukardi, MA Alihkan Aset Negara ke Pihak Swasta

Sebarkan:
DELISERDANG | Mahkamah Agung (MA) melalui surat putusan Nomor : 1331.K/PID.SUS/2019 telah mengadili Tamin Sukardi hukuman 5 tahun penjara, menjerat perkara tindak pidana korupsi penguasaan lahan negara seluas 106 hektare (Ha) yang merupakan eks HGU PTPN II Kebun Helvetia, Kabupaten Deliserdang.

Dalam amar putusan itu, Mahkamah Agung juga menetapkan aset negara seluas 106 hektare dengan perincian lahan seluas 32 hektare dikembalikan kepada Dewan Pengurus Al - Washliyah dan lahan seluas 74 hektare menjadi hak kuasa PT Agung Cemara Realty (ACR) melalui Mujianto selaku direktur.

Berdasarkan putusan Mahkamah Agung tersebut. Kejaksaan Negeri Deliserdang memasang spanduk ekseksi terhadap 2 objek lahan di 32 hektare dan 74 hektare di Pasar 4, Desa Helvetia, Kecamatan Labuhandeli.

Sekjend Komite Tani Menggugat (KTM) Sumut, Syaifal Bahry, SE, Selasa (20/8), memangku kecewa dengan putusan yang ditetapkan oleh Mahkamah Agung. Berdasarkan salinan putusan 6 lembar yang ia pegang, terdapat kekeliruan terhadap peralihan lahan negara kepada pihak swasta.

"Lahan itukan milik negara, kenapa Mahkamah Agung menetapkan aset negara ini kepada Al - Washliyah dan PT ACR. Harusnya lahan itu dikembalikan ke negara, kasus ini sudah jelas ranah Tipikor yang dirugikan negara, bukan pihak swasta. Jadi, putusan tentang pengalihan lahan negara ke pihak swasta kita duga ada kekeliruan," ucap pria akrab disapa Sefal.

Selain itu, kata aktivis petani ini, dalam putusan soal luas lahan tidak sesuai dengan objek yang dimaksud. Pasalnya, putusan Mahkamah Agung disebutkan 126 hektare untuk lahan tersebut, padahal lahan yang sebenarnya adalah 106 hektare. Sefal menduga ada kesalahan terhadap putusan yang dianggap proses hukum yang telah berjalan tidak menguasai tentang luas lahan tersebut.

"Saya sudah baca 6 lembar salinan putuaan yang ditetapkan Mahkamah Agung. Ini ada yang aneh, di mana 20 hektare lagi lahan yang dimaksud," beber Sefal.

Putusan Mahkamah Agung pengalihan aset negara ke swasta, cetus Sefal, tidak berdasar. Alasannya, tidak ada menerangkan tentang alas hak dari PT ACR dan Al - Washliyah untuk lahan 106 hektare tersebut.

"Kasus ini adalah ranah Tipikor bukan perkara perdata. Jadi, lahan itu harus dikembalikan ke negara. Harusnya, kejaksaan tidak menerima begitu saja keputusan dari Mahkamah Agung, tapi harus melakukan Peninjauan Kembali (PK) atas putusan itu," pungkas Sefal.

Pria yang sudah lama bergelut di aktivis petani ini menduga adanya bentuk mafia peradikan persengkongkolan yang sangat besar. Sebab, kasus yang menjerat Tamin Sukardi telah menyeret hakim yang terlibat suap. Jadi, ia menduga keputusan Mahkamah Agung juga bentuk konspirasi buruknya peradilan.

"Intinya Kejagung harusnya PK, bukan menerima keputusan begitu saja. Jangan, kebobrokan peradilan kita kembali disorot KPK. Jadi, harapan kami kepada Bapak Presiden bisa melihat kasus ini, agar menjadi perhatian serius terhadap mafia yang merusak peradilan di Indonesia khsususnya di Sumatera Utara," tegas Sefal. (mu-1)
Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini