Dugaan Penganiayaan dan Rekayasa BB Sabu, Oknum Kompol DK akan Jalani Sidang Etik

Sebarkan:
Suhandri Umar Tarigan (kedua dari kiri), tim PH Rahmadi. (MOL/RS)

MEDAN | Oknum penyidik pada Subdit III Direktorat Reserse Narkoba (Ditresnarkoba) Polda Sumut Kompol Dedi Kurniawan (DK) disebut-sebut akan menghadapi sidang etik oleh Bidang Profesi dan Pengamanan (Bidpropam) Polda bulan ini. 

Sidang ini digelar menyusul laporan dugaan penganiayaan dan rekayasa kasus terhadap seorang warga Kota Tanjungbalai bernama Rahmadi pada Maret 2025 lalu.

Hal itu diungkapkan Suhandri Umar Tarigan, tim penasihat hukum (PH) Rahmadi usai mendampingi Marlini Nasution, istri Rahmadi, di Bidpropam, Rabu (15/10/2025).

"Akreditor telah menyampaikan bahwa sidang etik terhadap Kompol DK akan dilangsungkan dalam bulan ini," ujar Umar.

Menurut Umar, laporan yang menyeret Kompol Dedi Kurniawan terkait dugaan penganiayaan Rahmadi saat penangkapan oleh tim Ditresnarkoba. 

Penanganan kasus dimaksud terkesan lambat dan kurang maksimal. "Bidpropam masih setengah hati. Kasusnya sudah berjalan lebih dari enam bulan," jelasnya.

Selain dugaan penganiayaan, sambungnya, laporan lain yang mendesak Bidpropam untuk bertindak profesional adalah raibnya uang Rp11,2 juta dari rekening keliennya. 

Uang itu hilang setelah Victor Topan Ginting, anggota tim yang terlibat penangkapan, memaksa meminta PIN M-Banking Rahmadi dengan dalih kepentingan penyelisikan.

Selanjutnya soal dugaan kejanggalan dalam penangkapan ini terekam jelas dalam kamera pengawas (CCTV). Rekaman itu menunjukkan penganiayaan fisik yang dilakukan Kompol Dedi Kurniawan terhadap Rahmadi. 

Tak hanya itu, dalam video tersebut, Victor Topan Ginting juga sempat berujar kepada Rahmadi agar tidak melawan karena barang bukti (BB) narkotika jenis sabu, sudah 'dikantongi'.

Fakta ini, menurut Umar, menguatkan dugaan bahwa kasus narkoba yang menjerat Rahmadi sarat dengan rekayasa. Terlebih, video CCTV yang viral di media sosial turut membuka mata publik atas insiden tersebut.

"Pemeriksaan terhadap Victor Topan Ginting sudah dilakukan, tapi dia belum mengakui," ungkap Umar. 

Namun, lanjutnya, Victor Topan Ginting sempat memohon kepada keluarga Rahmadi agar tidak melaporkan kasus kehilangan uang ini. Belakangan diketahui, uang itu mengalir ke rekening BCA seorang perempuan bernama boru Purba.

Namun sayangnya Rahmadi justru telah dituntut JPU pada Kejaksaan Negeri (Kejari) Tanjungbalai dengan pidana sembilan tahun penjara dan denda Rp1 miliar. 

Hal ini dinilai ironis, mengingat bukti-bukti yang mengindikasikan rekayasa kasus justru semakin menguat.

Karena itu, tim PH berharap, sidang etik yang akan digelar dapat membongkar dugaan pelanggaran etik dan penyalahgunaan wewenang oleh oknum kepolisian, serta menegakkan keadilan bagi Rahmadi. 

Hingga berita sore tadi belum ada keterangan resmi dari Polda Sumut mengenai jadwal pasti sidang etik Kompol DK. (ROBS/RS)



Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini