Dokumen foto ekspos 3 perkara pendekatan RJ. (MOL/Ist)
MEDAN | Jaksa Agung Muda Pidana Umum (JAM Pidum) Dr Fadil Zumhana diwakili Direktur TP Oharda pada JAM Pidum Agnes Triani kembali menyetujui usulan Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejati Sumut) untuk menghentikan 3 perkara humanis lewat pendekatan Keadilan Restoratif atau Restorative Justice (RJ).
Penghentian penuntutan ketiga tersangka tersebut setelah Kajati Sumut Idianto didampingi Wakajati Joko Purwanto, Aspidum Luhur Istighfar, Kajari Nias Selatan (Nisel) Rabani Halawa, Kajari Belawan Nusirwan Syahrul, Kabag TU, Koordinator, para Kasi pada Aspidum melakukan gelar perkara (ekspos) secara virtual, Rabu (31/5/2023) dari ruang Vicon Lantai 2 Kantor Kejati Jalan AH Nasution Medan.
Sedangkan Kajari Langkat Mei Abeto Harahap dan Kajari Padanglawas (Palas) Teuku Herizal didampingi stafnya ikut virtual dari kantonya masing-masing.
Kajati Sumut Idianto melalui Kasi Penkum Yos A Tarigan menyampaikan bahwa ke-3 perkara yang diajukan untuk dihentikan penuntutannya dengan RJ adalah dari Kejaksaan Negeri (Kejari Langkat dengan tersangka atas nama Muhammad Khadafi alias Khadafi melanggar Pasal 310 ayat 3 Subs Pasal 310 ayat 2 Subs Pasal 310 ayat 1 Jo Pasal 109 ayat 1 UU RI No. 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas.
Kedua, berasal dari Kejari Nisel dengan tersangka atas nama Yohane Wau alias Ama Lurus melanggar Pasal 351 ayat 1 KUHPidana Ketiga, dari Kejari Palas dengan tersangka Hotman Muda Pulungan yang sebelumnya disangka melakukan pencurian dikenakan Pasal 362 KUHPidana.
"Kemudian, tersangka Sofyan Nasution yang melakukan pemukulan terhadap tetangganya karena emosi dan tidak terima ditegur dengan suara knalpot sepeda motornya yang blong. Tersangka yang melakukan pemukulan dan penganiayaan ini melanggar Pasal 351 KUHPidana," kata Yos A Tarigan.
Penghentian penuntutan dengan pendekatan keadilan restoratif ini, lanjut Yos berpedoman pada peraturan Jaksa Agung No 15 Tahun 2020, yaitu tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, jumlah kerugian akibat pencurian yang dilakukan tersangka di bawah dua setengah juta rupiah, ancaman hukuman di bawah 5 tahun penjara, adanya perdamaian antara tersangka dengan korban, dan direspons positif oleh keluarga.
“Penghentian penuntutan dilakukan ketika antara tersangka dan korban ada kesepakatan berdamai dan tersangka menyesali perbuatannya serta berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya lagi. Proses pelaksanaan perdamaian disaksikan keluarga, tokoh masyarakat, tokoh agama, dan difasilitasi masing-masing Kajari serta didampingi jaksa yang menangani perkaranya,” katanya.
29 Perkara
Secara khusus, tambah Yos, dengan dilakukannya penghentian penuntutan dengan pendekatan keadilan restoratif ini membuka ruang yang sah menurut hukum bagi pelaku dan korban secara bersama merumuskan penyelesaian permasalahan guna dilakukannya pemulihan keadaan ke keadaan semula.
"Ketika tersangka dan korban berdamai, maka sekat yang memisahkan persaudaraan atau rasa dendam dan benci kemungkinan sempat tertanam bisa dicairkan agar tidak sampai membeku dan menciptakan permusuhan yang berkepanjangan.
Sebelumnya juga jajaran Kejati Sumut telah menghentikan penuntutan 29 perkara humanis lainnya," pungkas Yos A Tarigan. (ROBERTS)