Berstatus Tahanan Kota, Hakim Tolak Permohonan Terdakwa Mujianto Baksos ke Nias

Sebarkan:

 


Para saksi (kanan) saat dimintai keterangannya. (MOL/ROBS)



MEDAN | Mujianto, terdakwa kredit macet Rp39,5 miliar yang berstatus  tahanan kota dipastikan masih berada di Medan.  Majelis hakim Pengadilan Tipikor Medan diketuai Immanuel Tarigan dalam sidang lanjutan, Rabu (14/9/2022) menolak permohonannya pergi ke Nias untuk acara baksos sosial (baksos).


"Setelah bermusyawarah, kami majelis hakim menolak permohonan saudara bepergian ke Nias. Karena terdakwa masih status tahanan kota," ujar Immanuel Tarigan di hadapan tim JPU Isnayanda, Saut Hasibuan dan Vera Tambun serta penasihat hukum (PH) terdakwa di Cakra 8 Pengadilan Tipikor Medan.


Saya berniat ke Pulau Nias untuk bagi-bagi bagi sembako ke warga. Apakah boleh Pak hakim?" pinta Mujianto. 


Namun menurut majelis hakim keperluan terdakwa tidak urgen bukan kepentingan berobat atau alasan kesehatan," ujar Immanuel.


Mendengar penolakan tersebut terdakwa pun terdiam. "Siap pak hakim. Saya tetap patuh terhadap status tahanan kota yang masih melekat pada saya," timpal Mujianto.


Sebelum menutup persidangan, Immanuel mengingatkan kembali terdakwa agar kooperatif selama persidangan. 


"Status Anda masih tahanan kota. Jadi tidak boleh keluar Kota Medan tanpa seizin majelis hakim Immanuel," ujarnya


Dijelaskannya, apabila terdakwa ke luar kota tanpa seizin Majelis hakim, maka status tahanan kota itu bisa ditinjau ulang.


Sebelumnya JPU Isnayanda dkk menghadirkan lima saksi yajni Petrus Raja Gopal, Ferry, Agus,Dewo dan Aditya eks karyawan bank milik pemerintah ke persidangan.


JPU mempertanyakan tiga surat kuasa yang dibuat terdakwa  Mujianto setelah pencairan kredit yang dimohonkan Canakya Suman (terdakwa berkas penuntutan terpisah), selaku Direktur PT Krisna Agung Yudha Abadi (KAYA) Canakya.


Ketiga surat kuasa tersebut Surat Kuasa Menjual (SKM), Surat Kuasa Memasang Hak Tanggungan (SKMHT) dan Personal Guarantee (PG).


Namun kelima saksi tersebut tidak mengetahui manfaat dari ketiga Surat Kuasa tersebut yang dibuat pihak ketiga (terdakwa Mujianto).


"Saya hanya tahu SKMHT karena saat itu berkas terlalu banyak. Sedangkan dua surat kuasa lagi saya tidak tahu," ujar Petrus Raja Gopal yang saat itu menjabat sebagai analis perkreditan.


Komisaris PT KAYA


Sedangkan saksi Ferry, Dewo dan Aditya mengatakan, tidak tahu siapa yang mengkonsep ketiga surat kuasa tersebut.


Pantauan awak media, tim JPU dari Kejati Sumut beberapa saat tampak tertegun ketika  PH terdakwa mempertanyakan tentang SKM No 368  antara Canakya selaku Direktur PT KAYA dan  ayahnya, Julius selaku Komisaris PT KAYA kepada ketiga saksi. 


Pasalnya JPU tidak punya SKM No 368 tersebut di mana Canakya memberi kuasa kepada ayahnya untuk menjual unit Perumahan Takapuna Residence yang menjadi agunan kredit macet Rp39,5 M.


"SKM No 368 itu gak ada sama Saya. Yang ada SKM No 366 Canakya memberi kuasa kepada Mujianto," ujar JPU.


Majelis hakim langsung mempertegas  tentang  SKM ada dua versi itu akan dipertanyakan kepada notaris Elviera yang juga terdakwa dalam perkara ini," ujar Immanuel. Sidang pun dilanjutkan pekan depan. (ROBERTS)






Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini