Dakwaan Keliru, PH Mohon Hakim Bebaskan Konglomerat Sukses Mujianto

Sebarkan:

 


Surepno Sarpan (kiri) saat membacakan eksepsi di hadapan majelis hakim dan terdakwa Mujianto. (MOL/Ist)



MEDAN | Surepto Sarpan selaku ketua tim penasihat hukum terdakwa Mujianto memohon agar majelis hakim diketuai Immanuel Tarigan membebaskan kliennya dari segala dakwaan JPU dari Kejati Sumut.


Permohonan itu disampaikannya saat menyampaikan nota keberatan (eksepsi) atas dakwaan JPU, Rabu (10/8/2022) di Cakra 8 Pengadilan Tipikor Medan.


Menurutnya, tindak pidana korupsi beraroma kredit macet dan atau tindak pidana pencucian uang  (TPPU) senilai Rp39,5 miliar sebagaimana didakwakan penuntut umum kepada kliennya sebagai Direktur PT Agung Cemara Realty (ACR) Mujianto (67) yang didakwa pencucian uang Rp39,5 miliar, keliru.


Di antaranya, tidak memenuhi unsur  pasal 143 Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Alasannya perbuatan yang dituduhkan tidak ada hubungannya dengan terdakwa Mujianto baik tentang kesalahan prosedur pengajuan kredit di bank sehingga menimbulkan kredit macet.


"Itu semua tidak ada hubungannya dengan terdakwa," ujar Sarpan. Sebab antara Canakya selaku Direktur PT Krisna Agung Yudha Abadi (KAYA) dan klien kami, Mujianto memang pernah mengikat perjanjian jual beli tanah untuk membangun Perumahan Takapuna Residence di Jalan Kapten Sumarsono Medan.


Saat itu Canakya (berkas penuntutan terpisah-red) membeli tanah milik Mujianto  seharga Rp45 miliar dengan cicilan. Tapi akhirnya hutang Canakya tersebut sudah dilunasi 25 Juni 2012.


Tapi JPU dalam surat dakwaannya malah menguraikan kredit macet yang dilakukan terdakwa dikenal konglomerat sukses tersebut dan Canakya berlangsung 3 Maret 2014. Padahal 2014 itu terdakwa tidak punya hubungan lagi dengan Canakya 


"Kalau pun ada kesalahan prosedur antara Canakya dengan pihak bank, itu bukan urusan terdakwa Mujianto. Sebab dikabulkan atau tidaknya permohonan kredit  tergantung kreditur dan debitur dan tidak ada hubungannya dengan terdakwa Mujianto," tegasnya.


Sementara tentang tuduhan TPPU kepada terdakwa, kata Sarpan, makin memperlihatkan surat dakwaan JPU  Itu kian keliru atau kabur dan tidak jelas. Karena dengan bukti transfer JPU itu, bagaimana bisa menjerat terdakwa  dengan pasal pencucian uang tanpa melibatkan Canakya Suman? 


JPU juga tidak melibatkan Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan ( PPATK) tentang berapa besar kerugian negara yang dilakukan seseorang itu.


Menurut Sarpan, karena dakwaan JPU tidak memenuhi unsur pasal 143 KUHAP, maka selayaknya hakim menolak surat dakwaan JPU tersebut sekaligus membebaskan terdakwa dari tahanan.


Penangguhan


Setelah pembacaan eksepsi, Penasihat Hukum terdakwa Mujianto mengajukan permohonan penangguhan penahanan kepada Majelis hakim.


"Kami memohon hakim mengabulkan permohonan penangguhan penahanan itu karena terdakwa sakit-sakitan dan sudah usia lanjut," ujar Sarpan


Menyahuti  permohonan tersebut, hakim Immanuel akan mempertimbangkannya. Sehingga sidang pun ditunda sepekan mendatang untuk replik Jaksa.


Sebelumnya dalam surat dakwaan JPU Isnayanda, dijelaskan, terdakwa Mujianto melanggar  Pasal 5 ayat 1 UU No 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU.


Selain itu terdakwa dijerat pasal  2 ayat 1 Jo pasal 18 ayat 1 huruf b UU Nomor 20 Tahun 2001 perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana


Menurut Jaksa, pemberian kredit KMK kepada PT KAYA tidak sesuai prosedur dan penggunaan kredit KMK oleh PT KAYA tidak sesuai peruntukannya yang menyebabkan negara rugi senilai Rp39,5 miliar. (ROBS)






Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini