Belawan Makin Terendam

Sebarkan:

Parit dan kaki lima di bilangan Jalan protokol Raden Soelian Belawan tertutup bangunan tambahan di depan ruko.

BELAWAN | Banjir memang menjadi persoalan yang kerap menyusahkan. Problema warga pesisir yang tak pernah usai ini kian hari semakin meremukkan pikiran. Sebab, tak satu hal yang harus diurus warga ketika banjir pesisir (rob) datang menyergap. Ini khususnya di Kecamatan Medan Belawan secupak tanah di ujung utara Kota Medan yang berdampingan dengan dinding timur Pulau Sumatera, Senin (30/5/2022).  

Tidak berlebihan. Kalau dulu banjir air pasang dari laut membawa berkah bagi warga di “Kota Maritim” ini, karena lahan resapan air seperti rawa-rawa dan paluh masih berfungsi dengan baik. Meskipun pasang perdani, warga bisa mendapatkan hasil melalui kegiatan menjala udang, mancing dan menangkul kepiting. Tapi, semua itu kini tinggal impian yang membekas dan nyata. Belawan tetap terendam dan kumuh.

Nestapa hari ini berbilang pada sisa-sisa waktu seakan tak lagi menanti harapan bahagia, melainkan cemas bakal disuguhkan imbauan dari Camat Medan Belawan yang berbunyi: “Masyarakat pesisir Waspada Banjir Rob”. Tentu saja ini membuat letih persendian warga. Apa lagi air pasang dari laut sudah berubah menjadi cerita duka. 

Menyikapi imbauan tersebut, warga yang bermukim di “Kelurahan Padat Kaum Miskin” seperti di Belawan II harus mengalihkan sebagian biaya yang semestinya untuk makan diprioritaskan menjadi keperluan membeli pasir dan semen. Sedangkan warga yang tergolong susah lagi miskin cuma bisa beli kerak lilin untuk menyekat masuknya air pasang ke rumah mereka.  

Penuh duka-lara memang. Setelah seharian disergap banjir rob, malamnya hujan deras turut menambah runyam keadaan. Rumah warga terendam berubah menjadi destinasi banjir. Akibatnya waktu istirahat malam warga dirampas untuk ekstra kerja keras menguras banjir. Tak ada lagi kesempatan untuk membasuh lelah di malam hari.

Derita lainnya, aktivitas untuk mencari nafkah sudah pasti terganggu. Di tengah kesulitan seperti sekarang ini beban hidup warga semakin bertambah. Pantas saja mereka kesal dan geram sambil bergumam mencemoohi janji-jani manis dan kombur malotup yang pernah diumbar. Janji membangun Belawan semakin nyata tinggal impian.

Warga di “Kecamatan Pendulang Devisa” melalui jalur laut ini belum melihat upaya Pemerintah Kota Medan hingga kepada perangkatnya serius mengatasi dan membenah fasilitas pengendali banjir di Belawan. Konon pula bermimpi ingin membangun tanggul rob. Itu hanya sebagai angan-angan mengukir langit saja, tanggap Baginda Masri Tanjung.

Pengamat fasilitas pengendali bajir di Kota Pelabuhan Laut Medan ini menambahkan, ketinggian air pasang dari laut dalam rentang waktu satu dekade belakangan ini ditingkahi oleh beberapa penyebab. Itu di antaranya semakin hilangnya kantong-kantong air seperti rawa-rawa dan paluh akibat ditimbun untuk kepentingan usaha seperti lapangan penumpukan peti kemas dan pabrik.

“Nah, ini kan pantas mereka mengeluarkan CSR-nya untuk membantu merawat lingkungan yang telah beralih fungsi. Untuk merealisasi langkah efektif ini diharapkan kehadiran Pemerintah Daerah baik Pemko Medan maupun Pemprosu menggedor” perusahaan-perusahaan tersebut yang menutup lahan resapan air untuk kepentingan usaha bagi mendatangkan keuntungan buat mereka. Baik itu BUMN seperti Pelindo I maupun BUMD.” 

“Agaknya masih mendingan melakukan tindakan yang praktis, efektif dan ekonomis, yaitu benahi saja lebih dulu parit dan paluh. Biayanya tidak besar. Sumber anggaran dari APBD Kota Medan berpadu dengan CSR perusahaan yang menjalankan usahanya di Belawan. Jika ini terlaksana, banjir yang telah mengubah potret Belawan menjadi Kota Terendam, Kota Kumuh dan Kota Tua yang Makin Menua dapat teratasi sekalipun tidak maksimal,” ujar Baginda.      

Benahi Parit dan Paluh

Untuk mengatasi problema banjir di Belawan yang tak pernah usai, imbuh Tanjung, langkah efektif dan tindakan pemungkasnya sudah ada pada kebijakan Pemko Medan, yaitu Perwal Kota Medan No.09/2009 sebagai reinkarnasi Perda No. 31 Tahun 1993. Pada Perwal tersebut dengan tegas melarang mendirikan bangunan di atas parit dan sepadan jalan. 

Sayangnya Perwal Kota Medan ini tidak terkawal dengan baik, sehingga tidak sedikit parit di Belawan yang diharapkan sebagai fasilitas pengendali banjir ditutup semau gue oleh pemilik rumah/ruko. Bahkan kaki lima sebagai sepadan jalan pun ditutup oleh bangunan untuk keperluan garasi. 

Bangunan yang menindih parit dan beram jalan (kaki lima) termasuk sebagai penyumbang banjir yang lambat surutnya. Ini dominan di bilangan inti kota seperti Jalan Veteran dan Jalan Raden Soelian Belawan. Di Kelurahan Belawan II juga terdapat di sepanjang lambung Jalan Selebes sebelah timur. Bangunan tersebut berdiri secara permanen, sehingga air pasang yang menggenang di pundak Jalan Selebes terhalang untuk bisa kembali ke paluh karena tidak ada parit sebagai penyalur.

Jalan Selebes Tanpa Parit 

Di Kelurahan Belawan II, Jalan Selebes merupakan urat nadi lalu lintas masyarakat. Termasuk yang berkeperluan ke Kantor Lurah Belawan II dan Kantor Camat Medan Belawan. Ironisnya ruas jalan sepanjang hampir 1,2 Km tanpa parit ini tetap menjadi kolam ketika banjir air pasang laut melanda. Itu karena sejumlah gang yang dulunya sebagai lalu lintas air pasang, kini telah tertutup oleh proyek pembangunan jalan stiker yang sebagiannya tanpa riol pendukung keluar masuk air pasang. Jalan stiker di Lingkungan 43, 37 dan 36 permukaannya lebih tinggi dari bahu Jalan Selebes.

Paluh di Kelurahan Belawan II terentang dari utara ke sampai ke selatan sepanjang daratan kelurahan ini menampung buangan air dari 22 ruas jalan melalui 3 gorong-gorong. Gorong-gorong ini terletak di Lingkungan 43 Gang Rukun, Lingkungan 35 Titipanjang Gang 2, dan Lingkungan 32 Kampung Perdamean Gang 10. 

Sayangnya 22 ruas parit di Kelurahan Belawan II sejak dari Jalan Bunga sampai ke Jalan Ciledug Kampung Syukur sebagian besar tumpat. Begitu juga paluh yang diharapkan sebagai urat nadi pengendali banjir sudah mengalami sedimentasi sekitar 60 Cm. 

Saran dan Harapan

Guna mengurangi sebagian derita warga bersebab banjir pesisir (rob) di Belawan, langkah efektifnya kawal dan berlakukanlah dengan tegas Perwal 09/2009 yang menegaskan Larangan mendirikan bangunan di atas parit dan sepadan jalan sebagaimana telah diaplikasikan Wali Kota Bobby Nasution di beberapa kecamatan dalam pelukan Kota Medan beberapa waktu lalu.

Selain itu, paluh di Kelurahan Belawan II yang dulunya berukuran lebar 9 meter dengan kedalaman 1,5 meter pada posisi air tertinggi, kini sudah berubah menjadi parit berukuran lebar 1,2 meter dengan kedalaman 70 centimeter. Ini sangat urgen untuk dikeruk, sehingga lahan resapan air sebagianya dapat mengurangi ketinggian banjir di permukaan.

“Harapan tak pupus, semoga pejabat nomer wahid di Kota Medan ini menjadikan aspirasi ini sebagai atensi sangat berharga. Berkenanlah Tuan meluangkan waktu meninjau kondisi parit di bilangan inti Kota Belawan dan ruas Jalan Selebes. Kami nanti kedatangan Wali Kota Bobby yang sangat peduli pada keluhan warga,” ujar Bgd. Masri Tanjung. (RE Maha/REM)


Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini