'Tidak Biasa', Mantan Camat Natal Dituntut 7,5 Tahun Denda Rp250 Juta Subsidair 2 Tahun

Sebarkan:

 


Terdakwa Riplan dihadirkan secara vicon di Pengadilan Tipikor Medan. (MOL/Ist)



MEDAN | Oknum mantan Camat Natal, Kabupaten Mandailing Natal (Madina) Riplan, terdakwa korupsi terkait pengadaan Handy Talky (HT) dituntut pidana terbilang tidak biasa.


Pria paruh baya itu dituntut 7,5 tahun penjara. Namun tuntutan pidana dendanya Rp250 juta subsidair (bila tidak dibayar maka diganti dengan pidana) 2 tahun kurungan.


Pantauan awak media, umumnya para terdakwa korupsi dituntut maupun divonis denda dengan subsidair 1 hingga 6 bulan kurungan.


"Setelah kita tanya ke JPU-nya, terdakwa Riplan sudah dituntut pekan lalu di Pengadilan Tipikor Medan," kata Kasi Pidum Kejati Sumut yos A Tarigan lewat pesan teks WhatsApp (WA), Senin malam tadi (14/2/2022).


Dakwaan primair JPU pidana Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 ayat (1) jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana, dinilai telah memenuhi unsur.


Selain itu, Riplan juga dituntut dengan pidana tambahan membayar uang pengganti (UP) kerugian keuangan negara sebesar Rp887 juta, dengan ketentuan sebulan setelah perkaranya berkekuatan hukum tetap, maka harta benda terpidana disita kemudian dilelang JPU.


Bila juga nantinya tidak mencukupi menutupi kerugian keuangan negara, maka diganti dengan pidana 5 tahun.


Pengadaan HT


Sementara dakwaan JPU dari Kejati Sumut Agustini di hadapan majelis hakim diketuai Sulhanudin di Cakra 4 Pengadilan Tipikor Medan, terdakwa Riplan bersama-sama dengan Nirwana selaku Kasi Pemerintahan Kecamatan Natal, Tahun Anggaran (TA) 2019-2020. 


Terdakwa kemudian memerintahkan para kepala desa (kades) se-Kecamatan Natal untuk memuat beberapa kegiatan yang ditampung dalam APBDes 2019.


Yakni kegiatan pengadaan/pembelian HT, buku perpustakaan milik desa, pelatihan PKK dan pelatihan tanggap bencana alam.


Tindakan terdakwa sempat ditentang unsur kades kegiatan dltersebut wajib ditampung dalam APBDes TA 2019. Setelah itu, para Kades melaksanakan musyawarah desa dengan masing-masing masyarakat yang dihadiri BPD di masing-masing desa.


Selanjutnya, terdakwa memerintahkan Nirwana untuk meminta uang kepada 11 kades untuk pengadaan kedua kegiatan dimaksud.


Untuk pembelian HT, setiap kades menyerahkan uang sebesar Rp13.425.000. Sedangkan pengadaan buku perpustakaan milik desa, terdapat 22 desa menyetorkan uang ke Nirwana sebesar Rp5 hingga Rp7,5 juta dengan total Rp136,5 juta.


"Sampai akhir TA 2019, terdakwa tidak ada menyerahkan buku perpustakaan tersebut kepada Kades yang telah menyerahkan uang untuk pembelian buku perpustakaan tersebut (fiktif)," cetus Agustini.


Kemudian, pada pelaksanaan PKK dan pelatihan tanggap bencana alam TA 2019, Nirwana kembali diperintahkan terdakwa mengumpulkan uang dari setiap Kades se-Kecamatan Natal. Uang yang dikutip dari 28 Kades masing-masing menyerahkan Rp6 juta dengan total keseluruhan sebesar Rp 168 juta.


Berdasarkan keterangan Nirwana, penyerahan uang sebesar Rp 80.000.000 kepada terdakwa di rumah dinas Camat Natal yang disaksikan oleh Hendra, Nori dan Netty (istri terdakwa-red). Kemudian, pelaksanaan kegiatan tanggap bencana alam, Nirwana menerima Rp274 juta dari beberapa kades.


Berlanjut


Kemudian, kegiatan berlanjut hingga tahun 2020, terdakwa mengumpulkan para kades lagi untuk memerintahkan memasukkan kegiatan titipan terdakwa agar dimuat dalam P-APBDes TA 2020. 


"Kegiatan titipan tersebut adalah Kegiatan pelatihan 3 pilar, kegiatan BPD, kegiatan LPM dan PKK TA 2020," sebut Agustini.


Terdakwa Riplan memang ada membuat Surat Pertanggungjawaban (SPj) dari keseluruhan kegiatan namun ditolak oleh para kades karena SPJ tersebut belum ditandatangani. Kerugian keuangan negara diperkirakan sebesar Rp887.055.000. (ROBERTS)





Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini