KSP: Bupati Langkat sebagai Tersangka Koruptor dan Pelaku Perbudakan Harus Dihukum Berat

Sebarkan:

KSP: Bupati Langkat sebagai Tersangka Koruptor dan Pelaku Perbudakan Harus Dihukum Berat

JAKARTA |
“Kantor Staf Presiden (KSP) mengutuk keras adanya dugaan praktik perbudakan oleh tersangka korupsi Bupati Langkat, Terbit Rencana Perangin Angin. Kami akan memastikan tersangka mendapatkan hukuman seberat-beratnya,” kata Jaleswari Pramodhawardani, Deputi V Kepala Staf Kepresidenan.

Pada hari Selasa tanggal 18 Januari 2022 Bupati Langkat Terbit Rencana Perangin Angin ditangkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam sebuah Operasi Tangkap Trangan (OTT). Bersamanya ditangkap juga 6 orang dari pemerintah dan swasta. Mereka semua kini menjadi tersangka tindak pidana korupsi.

Selanjutnya dalam proses pemeriksaan tersangka, masyarakat menemukan adanya kerangkeng seperti sel penjara di dalam rumah Parangin. Diberitakan, sekitar 40 orang pernah dikerangkeng dan diperlakukan laksana budak di rumah Bupati Langkat ini.

“Kami sangat mengapresiasi warga masyarakat yang melapor ke Migrant Care yang lalu melaporkan ke Komnas HAM. Partisipasi warga dalam penanganan dan pencegahan tindak pidana yang keji seperti ini sangat kami apresiasi,” kata Jaleswari.

“KSP juga berterima kasih kepada KPK yang tanpa tindakan tegasnya meng-OTT Bupati Langkat, praktik perbudakan yang tidak berprikemanusiaan ini belum tentu segera terungkap. Saya berharap aparat penegak hukum mendengar suara hati dan rasa keadilan masyarakat dengan menghukum seberat-beratnya pelaku praktik korupsi dan perbudakan,” kata mantan peneliti LIPI ini.

“Saya tidak membayangkan kejahatan perbudakan seperti yang dilakukan bertahun-tahun oleh Bupati Langkat tanpa diketahui masyarakat. Dan ini adalah tahun 2022,” kata aktivis perempuan yang kerap dipanggil Dani ini geram. 


“Tindakan Bupati Langkat ini melanggar berbagai perundang-undangan, baik itu KUHP, UU Tipikor serta UU. Nomor 5 Tahun 1998 tentang Pengesahan Convention Against Tortureand Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment (Konvensi Anti Penyiksaan) yang ditarifikasi Indonesia segera setelah memasuki masa reformasi 1998," kata Jaleswari Pramodhawardani.(rel)

Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini