Pentingnya Menata Ulang Pendataan Pemilih Disabilitas

Sebarkan:

Oleh: Lidiyawati Harahap Ketua Divisi Perencanaan, Program Data dan Informasi di KPU Paluta, Minggu(7/11/2021).


Penyandang disabilitas adalah setiap orang yang mengalami keterbatasan fisik, intelektual, mental dan atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dapat mengalami hambatan dan kesulitan untuk berpartisipasi secara penuh dan efektif dengan warga Negara lainnya berdasarkan kesamaan hak. Defenisi tersebut berdasarkan undang-undang nomor 8 tahun 2016.

Isu disabilitas selalu menjadi perbincangan, karena mereka belum mendapat tempat selayaknya di masyarakat. Kehadirannya masih dipandang sebelah mata. Keterbatasan yang dimiliki membuat mereka dianggap sebagai kelompok yang lemah, tidak berdaya dan hanya perlu mendapatkan belas kasihan.

Hak-hak mereka sebagai Manusia seringkali diabaikan. Mulai dari hak untuk hidup, hak untuk memperoleh pelayanan pendidikan dan kesehatan hingga hak kemudahan mengakses fasilitas umum.

Padahal, Undang-Undang Dasar UUD 1945 sudah dengan tegas menjamin para penyandang disabilitas. Dalam pasal 28 H ayat (2) UUD 1945 menyebutkan, bahwa setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan.

Selain itu, penyandang disabilitas juga berhak untuk mendapatkan penghormatan atas integritas mental dan fisiknya berdasarkan kesamaan dengan orang lain, termasuk di dalamnya hak untuk mendapatkan pelindungan dan pelayanan sosial dalam rangka kemandirian, serta dalam keadaan darurat.

Untuk menjamin pemenuhan hak penyandang disabilitas, pemerintah menerbitkan undang-undang nomor 8 tahun 2016 tentang penyandang disabilitas.

Secara garis besar, undang-undang tersebut mengatur mengenai ragam penyandang disabilitas, hak penyandang disabilitas, pelaksanaan penghormatan, pelindungan, dan pemenuhan hak penyandang disabilitas.

Dengan begitu, hak dan kesempatan yang lebih baik bagi penyandang disabilitas akan semakin kuat. Mulai dari hak hidup, hak mendapatkan pekerjaan yang layak, pendidikan yang lebih baik dan kemudahan mengakses fasilitas umum.

Dalam berdemokrasi, penyandang disabilitas juga memiliki hak dan kewajiban yang sama dengan orang penyandang non disabilitas, termasuk hak dan kewajiban konstitusional, yang meliputi hak politik.

Sebagai warga negara, Pemilihan Umum (Pemilu) menjadi penyalur kehendak mereka dalam menentukan pemimpin yang akan memperjuangkan aspirasi mereka. Termasuk dalam pemenuhan dan memperjuangkan hak-hak kelompok penyandang disabilitas.

Perlindungan dan pemenuhan hak kelompok penyandang disabilitas pada Pemilu sangat bergantung pada upaya penyelenggara pemilu dalam mempersiapkan dan melaksanakan pemilu yang berprinsip aksesibilitas. Saat ini masalah perlindungan hak pilih penyandang disabilitas juga merupakan isu penting bagi semua pihak khususnya juga bagi penyelenggara.

Pada Pemilu 2019 yang lalu Komisi Pemilihan Umum (KPU) mencatat jumlah pemilih penyandang disabilitas sebanyak 1.247.730 pemilih. Sedangkan data yang dihimpun Perludem melalui Kementerian Kesehatan penyandang disabilitas berjumlah 6.008.640 orang.

Dan sekarang berdasaran data Program International Foundation for Electoral Systems (IFES) Indonesia bahwa jumlah penduduk disabilitas di Indonesia sekitar 23 juta orang. Angka ini sekitar 10 persen dari total penduduk Tanah Air sebanyak 230 juta.

Sementara, berdasarkan data administrasi kependudukan per Juni 2021, penduduk Indonesia sudah lebih dari 272 juta jiwa. Tentunya angka ini semakin besar dari sebelumnya. dalam Berdasarkan estimasi BPS diperkirakan terdapat 26 juta jiwa penyandang disabilitas (republika,3/12/2020).

Realitanya, besarnya jumlah penyandang disabilitas tidak bisa serta merta menjadi jumlah pemilih penyandang disabilitas. Besarnya selisih kedua jumlah tersebut dapat diasumsikan bahwa pertama, banyak masyarakat penyandang disabilitas belum terdaftar sebagai pemilih. Kedua, penyandang disabilitas tersebut sudah tercatat dalam daftar pemilih namun tidak tercantum keterangan sebagai pemilih disabilitas pada dokumen daftar pemilih tetap (DPT) .

Hal ini terjadi karena pendataan terhadap penyandang disabilitas belum tertata dengan baik sebagai penduduk dan sebagai penyandang disabilitas.

Sebagai penduduk, masih banyak penyandang disabilitas yang belum melakukan pendaftaran penduduk untuk mendapatkan nomor identitas diri. Dan sebagai penyandang disabilitas, belum tercatatnya ragam disabilitas yang dialami oleh yang bersangkutan. Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016, ada lima kategori ragam disabilitas antara lain disabilitas fisik, intelektual, mental, sensorik, dan disabilitas ganda atau multi.

Disabilitas fisik itu termasuk amputasi, lumpuh layu, paraplegi, cerebral palsy, stroke, kusta, dan orang kecil seperti dwarfism atau seckel syndrome. Sedangkan, disabilitas intelektual termasuk lambat belajar, grahita, dan down syndrome. Disabilitas mental termasuk skizofrenia, bipolar, Depresi, anxietas, gangguan kepribadian, autis, dan hiperaktif. Disabilitas sensorik mencakup tunanetra, tuli, tunawicara, dan rungu wicara.

Sedangkan, disabilitas multi atau ganda merupakan dua disabilitas atau lebih yang disandang oleh satu orang. Misal, fisik dan mental, fisik dan intelektual, fisik dan sensorik, sensorik dan mental, intelektual dan sensorik, mental dan intelektual, fisik mental sensorik, atau fisik intelektual dan sensorik.

Tidak tersedianya data penyandang disabilitas secara akurat juga dipengaruhi oleh faktor keluarga. Banyak keluarga tidak bersedia memberikan informasi secara terbuka bahwa ada anggota keluarga mereka yang disabel.

Masih banyak yang menyembunyikan keberadaannya. Sehingga, sulit untuk mendeteksinya terutama pada penyandang disabilitas mental. Bahkan ada juga penyandang disabilitas tidak terdata di kartu keluarga. Dampaknya banyak penyandang disabilitas tidak memiliki identitas diri. Hal ini sama dengan kajian Bappenas bahwa masih banyak penyandang disabilitas, bahkan yang didalam panti sekalipun tidak memiliki identitas kependudukan seperti NIK dan KTP .

Sementara KTP adalah syarat seseorang untuk dapat didaftarkan sebagai pemilih. Hal ini juga dimuat dalam Undang Undang Pemilu no 7 tahun 2017. Kendala inilah yang menjadi faktor utama mengapa penyandang disabilitas tidak dapat didaftarkan sebagai pemilih padahal sudah memenuhi syarat sebagai pemilih. Dan pemilih yang sudah terdaftar sebagai pemilih namun tidak tercantum ragam disabilitas juga berakibat pada tidak terpenuhinya hak bagi penyandang disabilitas seperti hak memilih, TPS yang akses, hak pedampingan. Dan pada akhirnya para penyandang disabilitas akan kehilangan unsur kemandirian dan kerahasiaan dalam proses pemilihan umum .

Pelaksanaan Pemilu serentak 2024 masih jauh. Namun KPU mempunyai kewajiban merawat data pemilih sejak sekarang dalam kegiatan pemutakhiran data pemilih berkelanjutan (PDPB). Untuk memastikan hak politik para penyandang disabilitas sangat perlu dilakukan penataan ulang pendataan pemilih dalam mewujudkan Pemilu 2024 yang akses, baik sebagai penduduk, jenis disabilitas dan pemilih.

Pendataan ini berguna untuk membantu perumusan implementasi kebijakan, penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak penyandang disabilitas. Namun data ini juga harus akurat dan terinci berdasarkan karakteristik dan ragam disabilitas yang disandang guna mengatasi hambatan dalam mendapatkan haknya.

Dalam pemilu yang berkeadilan semua warga harus mendapatkan hak politiknya. Untuk mendapat perlindungan hak pilih, masyarakat penyandang disabilitas harus terdaftar sebagai pemilih dalam data pemilih. Kepemilikan dokumen kependudukan atau KTP merupakan syarat utamanya.

Dalam pendataan sebagai penduduk sekaligus penyandang disabilitas, Kementerian Sosial (Kemensos) sedang mempersiapkan kartu identitas khusus selain Kartu Tanda Penduduk (KTP), sebagai identitas bagi penyandang disabilitas di Indonesia. Kartu khusus ini akan mempermudah penyandang disabilitas dalam rangka pengenalan terkait beberapa pelayanan yang akan mereka dapatkan.

Hal ini tentunya dibutuhkan usaha bersama. Kementerian Sosial bekerja sama Dirjen Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) di Kemendagri untuk mendata secara detail seluruh penyandang disabilitas di Indonesia lengkap dengan identifikasi disabilitasnya. Sehingga dengan adanya kartu identitas ini, berbagai pelayanan untuk memberikan hak-hak bagi penyandang disabilitas di Indonesia bisa diberikan secara maksimal dan menyeluruh. Mengingat pendataan juga merupakan salah satu hak penyandang disabilitas.

Namun, Pemerintah juga mengalami kendala dalam pencatatan kependudukan bagi penyandang disabilitas karena sistem pendaftaran penduduk berbasis sistem pelaporan diri. Bahwa setiap penduduk yang baru lahir, menikah dan meninggal dunia keluarga yang bersangkutan harus melaporkan ke pada Dinas Dukcapil.

Hal ini juga akan menjadi kendala bagi masyarakat penyandang disabilitas itu sendiri. Mereka akan mengalami kesulitan untuk mendaftarkan diri secara langsung.

Namun hal ini ada solusinya, menurut Direktur Jenderal Kependudukan dan pencatatan Sipil Kemendagri Zudan Arif Fakrulloh (Republika, 3/12/20) menyatakan, bahwa tugas Dukcapil adalah melakukan pendataan penduduk, termasuk bagi penyandang disabilitas.

Dalam melakukan pendataan ini, diperlukan suatu langkah proaktif melalui program ”jemput bola”. Selain nomor identitas kependudukan , pendaftaran ini juga sudah mengakomodasi kondisi disabilitas seseorang. Petugas langsung merekam data kependudukan ditempat ditemukan.

Dengan terdaftarnya penyandang disabilitas sebagai penduduk, maka KPU akan lebih mudah melakukan pendataan sebagai pemilih. Pendataan sebagai penyandang disabilitas perlu dilakukan untuk mencatat ragam disabilitas yang disandang masing masing orang.

Tujuannya, agar ditemukan hambatan dan solusi masing masing jenis disabilitas dalam pemenuhan haknya.

Pendataan sebagai pemilih juga merupakan sesuatu yang penting Karena sebagai warga negara, penyandang disabilitas berhak terlibat aktif dalam berkehidupan politik. Lembaga yang bertanggung jawab dalam hal ini adalah Komisi Pemilihan Umum sebagai lembaga penyelenggara kepemiluan.

Bila masyarakat penyandang disabilitas telah terdata sebagai penduduk dan sebagai penyandang disabilitas maka KPU pun akan lebih mudah melakukan pendataan sebagai pemilih dan mencatat ragam disabilitas yang disandang dalam daftar pemilih.

Terwujudnya data pemilih penyandang disabilitas yang akurat menjadi hal krusial untuk dituntaskan karena merupakan bagian penting dalam mengukur sukses tidaknya pelaksanaan pemilu.

Dengan tercatatnya masyarakat penyandang disabiltas dengan baik sesuai dengan ragam disabilitasnya akan membuat data pemilih semakin akurat. Dan KPU akan lebih mudah menyediakan tempat dan logistik pemilu berdasarkan ragam disabilitas yang ada di TPS tersebut.

Oleh karena itu, KPU akan melakukan penataan kembali data pemilih melalui pemutakhiran data pemilih berkelanjutan dalam rangka menyongsong pemilu serentak 2024 yang akses.

Aksesibilitas adalah hak masyarakat penyandang disabilitas. Suatu fasilitas dan pelayanan yang bisa memudahkan penyandang disabilitas dalam memberikan hak politiknya dalam pemilu.

Terpenuhinya aksesibilitas akan berpengaruh pada pemenuhan hak politik penyandang disabilitas dalam pemilu, antara lain; hak untuk didaftar sebagai pemilih, hak atas informasi termasuk informasi tentang pemilu hak atas akses ke TPS, hak atas pemberian suara yang rahasia, hak untuk ikut menjadi penyelenggara dalam pemilu dan hak untuk dipilih menjadi anggota legislatif.

Kebutuhan akan aksesibilitas dalam pemilu harus terpenuhi di setiap tahapan pemilu termasuk dalam menggunakan hak pilih agar terwujud kemandirian dan kerahasiaan dalam penggunaan hak pilih.

Implementasi dari pemilu yang aksesibel adalah menghendaki adanya kebutuhan logistik penunjang seperti alat bantu pencoblosan, surat suara yang khusus , desain lokasi, dan akses lainnya.

Demikian juga tentang informasi kepemiluan yang ramah terhadap penyandang disabilitas. Sebagai contoh terdapat informasi tertulis atau berupa bahasa isyarat bagi pemilih disabilitas rungu/wicara. Sehingga penyandang disabilitas di Indonesia memenuhi hak pilihnya secara mandiri dan rahasia dalam pemilu.

Pemutakhiran data berkelanjutan adalah proses memperbaharui data pemilih guna mempermudah proses pemutakhiran daftar pemilih pada pemilu atau pemilihan selanjutnya.

Dalam kegiatan pemutakhiran data pemilih berkelanjutan, KPU memelihara data pemilih dengan memperhatikan data kependudukan sesuai ketentuan peraturan perundang – undangan. ada tiga kegiatan yang dilakukan adalah menambah pemilih baru, menghapus pemilih yang tidak lagi memenuhi syarat dan melakukan perubahan data pemilih.

Dalam pendataan penyandang disabilitas sebagai pemilih dapat dilakukan bila telah memiliki KTP dan tercatat dalam penyandang disabilitas.

Dengan adanya dokumen kependudukan tersebut, ada tiga hal yang bisa dilakukan yaitu pertama, menambah pemilih baru bila sebelumnya belum terdaftar dalam data pemilih. Kedua, perubahan elemen data pemilih seperti Nomor Kartu Keluarga, status, alamat bahkan keterangan disabilitas.

Terkait perubahan keterangan disabilitas ini bisa saja terjadi pada siapa saja. Salah satu penyebab disabilitas adalah karena kecelakaan, penyakit dan lain-lain. Dan bila sebelumnya belum tercantum ragam disabilitas maka perubahan elemen data ini bisa dicantumkan dalam data pemilih. Dan ketiga adalah menghapus dari daftar pemilih bila seorang penyandang disabilitas tidak lagi memenuhi syarat sebagai pemilih.

Untuk mewujudkan data ini diperlukan dukungan dan kerja sama semua pihak baik pemerintah, lembaga swasta dan masyarakat. Sesungguhnya data pemilih yang bersih, akurat, mutakhir adalah tanggung jawab kita bersama. Semoga bermanfaat.(Ginda/Gnp)


Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini