Terkait Suap Loloskan Pembangunan RSUD Aek Kanopan, JPU KPK Tuntut 2 Politisi PPP 4,5 Tahun Penjara, JC-nya juga DItolak

Sebarkan:



Tim JPU dari KPK dimotori Budhi Sarumpaet (kanan) saat membacakan tuntutan. (MOL/ROBS)



MEDAN | Dua politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP), terdakwa penerima uang suap untuk meloloskan usulan Pemkab Labuhanbatu Utara (Labura) terhadap pembangunan RSUD Aek Kanopan yang baru, Senin petang (7/6/2021) di Cakra 2 Pengadilan Tipikor Medan masing-masing dituntut pidana 4,5 tahun penjara.


Selain itu tim JPU dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dimotori Budhi Sarumpaet juga menuntut mereka pidana denda Rp200 juta subsidair (bila denda tidak dibayar maka diganti dengan pidana) 3 bulan kurungan.


Kedua terdakwa yakni Irgan Chairul Mahfiz, selaku mantan anggota DPR RI 2 periode (2009-2019) di Komisi IX dan mantan Wakil Bendahara Umum (Wabendum) PPP Puji Suhartono (berkas penuntutan terpisah) dinilai bersalah sebagaimana dakwaan pertama penuntut umum.


Yakni pidana Pasal 12 huruf a UU No 31 Tahun 1999 telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.


Melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama melakukan perbuatan menerima hadiah atau janji atau menerima hadiah berupa uang seluruhnya sejumlah Rp200 juta padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya.


Hal memberatkan, perbuatan para terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi dalam mewujudkan pemerintahan yang bersih dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN).


Sedangkan hal meringankan, terdakwa berlaku sopan selama persidangan, tidak pernah dihukum dan telah mengembalikan uang hasil tindak pidana korupsi.


Tolak JC


Di bagian lain Budhi Sarumpaet didampingi Agung menambahkan, pimpinan KPK juga menolak permohonan Justice Collaborator (JC) kedua politisi tersebut karena tidak ada pihak lain patut diduga dijadikan sebagai tersangka lainnya.


JPU dari komisi antirasuah itu juga memohon agar majelis hakim diketuai Husni Thamrin menolak bantahan terdakwa Irgan Chairul Mahfiz seolah uang diterimanya ketika melaksanakan umroh bukan dari hasil upayanya melobi sejumlah pihak termasuk di Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI selaku mitra kerja dari Komisi IX DPR RI karena tidak didukung dengan alat bukti.


Ketika dikonfrontir hakim ketua tim penasihat hukum (PH) kedua terdakwa memohon agar diberikan waktu selama 10 hari untuk menyampaikan nota keberatan/pembelaan atas tuntutan yang baru dibacakan tim JPU.




Terdakwa Puji Suhartono (kiri) dan Irgan Chairul Mahfiz (kanan) mengikuti persidangan secara video conference (vicon) di Pengadilan Tipikor Medan. (MOL/ROBS)



DESK Kemenkes


Sementara dalam dakwaan diuraikan, semula Pemkab Labura mengusulkan pembangunan Bidang Kesehatan senilai Rp49 miliar agar ditampung dalam Dana Alokasi Khusus (DAK) pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) TA 2018. 


Sebanyak Rp30 miliar di antaranya untuk pembangunan RSUD Aek Kanopan yang baru. Namun usulan tersebut terganjal karena tidak sesuai Permenkes RI No 66 Tahun 2017 yang tidak memperbolehkan pembangunan rumah sakit yang baru.


Lobi-lobi pun dilakukan. Mantan Bupati Labura Kharuddin Syah Sitorus alias H Buyung kemudian mengutus stafnya, Kepala Badan Pengelola dan Pendapatan Daerah (BPPD) Agusman Sinaga (masing-masing telah divonis 1,5 tahun penjara) dan Habibuddin Siregar ketika itu Sebagai Asisten I Setdakab Labura ke Kemenkes RI di Jakarta.


Lobi-lobi


Utusan mantan Bupati pun melobi Yaya Purnomo, salah seorang staf di Kemenkes RI (juga telah divonis 6,5 tahun penjara). Selanjutnya Yaya dipertemukan Agusman Sinaga dengan H Buyung di Restoran Happy Day di Jakarta Pusat. 


Mantan orang pertama di Pemkab Labura tersebut bersedia mengabulkan permintaan Yaya komitmen fee 7 persen dari nilai yang nanti disetujui dalam DAK untuk pembangunan rumah sakit yang baru. 


Yaya Purnomo kemudian meminta bantuan Rifa Surya selaku Kasi Perencanaan DAK Fisik pada Ditjen Perimbangan Keuangan pada Kementerian Keuangan (Kemenkeu) RI. Rifa kemudian meminta bantuan terdakwa Puji Suhartono, sesama mahasiswa pascasarjana ketika mengambil Strata 3 Doktor dan aktif di organisasi Persaudaraan Muslimin Indonesia (Parmusi).


Revisi Permenkes


Puji Suhartono kemudian melobi rekannya sesama politisi PPP, terdakwa Irgan Chairul Mahfiz. Terdakwa Irgan kemudian menghubungi Azhari Jaya alias Acik selaku Kabag Perencanaan Strategis dan Program Biro Perencanaan Anggaran pada Kemenkes RI.


Di bagian lain, Yaya Purnomo juga mengarahkan Agusman Sinaga untuk melobi Azhari Jaya alias Acik dan  Arief Fadillah selaku auditor pada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI. Lobi-lobi Yaya Purnomo juga berhasil ditandai dengan kunjungan tim ke RSUD Aek Kanopan yang baru tersendat pembangunannya karena kekurangan dana.


Akhirnya kelanjutan pembangunan rumah sakit yang baru ditampung dalam DAK APBN TA 2018 ditandai dengan direvisinya Permenkes RI Nomor 66 Tahun 2017 menjadi Permenkes RI Nomor 18 Tahun 2018. Terdakwa Irgan Chairul Mahfiz dan Puji Suhartono pun meminta 'bagian' masing-masing Rp100 juta melalui Yaya Purnomo. 


Yaya kemudian menghubungi Agusman Sinaga. Atas perintah mantan bupati H Buyung, Agusman kemudian menghimpun dana untuk menutupi komitmen fee sebesar 7 persen tersebut dari para rekanan di Labura. (ROBERTS)




Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini