Terbukti Suap untuk Muluskan DAK Pemkab Labura, Mantan Bupati H Buyung dan Stafnya Divonis 1,5 Tahun Penjara

Sebarkan:



Terdakwa Agusman Sinaga (kiri) dan mantan Bupati Labura Kharuddin Syah Sitorus (kanan) mengikuti persidangan secara video conference (vidcon). (MOL/ROBS)



MEDAN | Mantan Bupati Labuhanbatu Utara (Labura) Kharuddin Syah Sitorus alias H Buyung, Kamis (8/4/2021) di Cakra 2 Pengadilan Tipikor Medan  akhirnya divonis pidana  1 tahun dan 6 bulan penjara dan denda Rp100 juta subsidair (bila denda tidak dibayar maka diganti dengan pidana) 2 bulan kurungan.


Vonis serupa juga dijatuhkan majelis hakim diketuai Mian Munthe terhadap mantan bawahannya, Agusman Sinaga (berkas penuntutan terpisah) selaku Kepala Badan Pengelola dan Pendapatan Daerah (BPPD) Kabupaten Labura sebagai perantara pemberian suap.


Dari fakta-fakta terungkap di persidangan, majelis hakim sependapat dengan tim JPU pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pemberian uang suap secara berkelanjutan tersebut  untuk memuluskan usulan Pemkab Labura ditampung pada Dana Alokasi Khusus DAK Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara-Perubahan (APBN-P) TA 2017 dan APBN TA 2018.


Terdakwa Kharuddin Syah Sitorus maupun Agusman Sinaga diyakini terbukti bersalah melanggar pidana sebagaimana dakwaan pertama, Pasal 5 ayat 1 Huruf (a) UU No 31 Tahun 1999 telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana jo Pasal 65 ayat (1)  KUHPidana.


Yakni secara bersama-sama dan perbarengan beberapa perbuatan dipandang sebagai perbuatan berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan dengan memberikan uang suap kepada kepada sejumlah pihak yang dananya bersumber dari para rekanan yang akan mengerjakan proyek di lingkungan Pemkab Labura. 


Permohonan JC


Hanya saja, walaupun tim JPU pada KPK dimotori Budhi S sebelum pembacaan putusan menyerahkan Surat Keputusan Pimpinan KPK yang menerima permohonan Justice Collaborator (JC) Agusman Sinaga, namun majelis hakim tetap memvonisnya pidana 1,5 tahun penjara, sesuai tuntutan JPU pada KPK.


Sedangkan terdakwa Kharuddin Syah Sitorus yang permohonannya ditolak Pimpinan KPK dan majelis hakim justru divonis lebih ringan 6 bulan dari tuntutan JPU pada KPK.


Di bagian lain majelis hakim di awal amar putusannya dibacakan hakim anggota Husni Thamrin menyatakan, walau terdakwa H Buyung di persidangan membantah beberapa poin, namun majelis hakim berpendapat lain berdasarkan keterangan para saksi fakta lainnya, unsur rekanan, termasuk Agusman Sinaga.


Bahwa terdakwa ada memerintahkan Agusman Sinaga dan Habibuddin Siregar ketika itu Sebagai Asisten I Setdakab Labura untuk memuluskan usulan Pemkab Labura ditampung di Dana Alokasi Khusus (DAK) Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara-Perubahan (APBN-P) TA 2017 sebesar Rp261 miliar.


Serta untuk memuluskan usulan DAK TA 2018 total sebesar Rp504 miliar lebih. Di antaranya untuk pembangunan irigasi dan sarana fisik lainnya, termasuk pembangunan Bidang Kesehatan sebesar Rp49 miliar yang Rp30 miliar di antaranya untuk melanjutkan pembangunan RSUD Aek Kanopan.


Setelah ditelusuri Agusman Sinaga dan Habinuddin Siregar ke Jakarta, belakangan didapatkan informasi bahwa Pemerintah Pusat tidak bersedia menggelontorkan dana untuk pembangunan RSUD yang baru. 


Majelis hakim diketuai Mian Munthe (tengah) saat membacakan amar putusan terhadap kedua terdakwa di Cakra 2 Pengadilan Tipikor Medan. (MOL/ROBS)



Janji Politik


Otomatis usulan pembangunan lanjutan RSUD Aek Kanopan yang merupakan janji politik terdakwa Kharuddin Syah Sitorus kepada warga Kabupaten Labura ketika jadi calon bupati petahanan periode 2015-2021, tidak bisa diteruskan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI ke Kementerian Keuangan (Kemenkeu) RI.


Fakta terungkap lainnya di persidangan, pada 3 Mei 2017 lalu dijembatani terdakwa Agusman Sinaga dan Habibuddin Siregar, terdakwa H Buyung bertemu dengan Yaya Purnomo, salah seorang staf Kemenkeu RI di Restoran Happy Day, Jakarta Pusat (Jakpus). 


Terdakwa H Buyung dan Yaya Purnomo di antaranya ada membicarakan usulan dana Pemkab Labura ke Pemerintah Pusat agar ditampung dalam DAK APBN-P TA 2017 dan APBN 2018 Bidang Kesehatan, khususnya untuk melanjutkan pembangunan RSUD Aek Kanopan. 


Ketika itu, saksi Yaya Purnomo (sudah divonis 6,5 tahun penjara-red) meminta 'komitmen fee' sebesar 7 persen dari nilai lagu yang nantinya akan disetujui Pemerintah Pusat. 


Lobi-lobi ke berbagai pihak pun berlanjut. Yaya Purnomo kemudian menghubungi Rifa Surya selaku Kepala Seksi Pengembangan Pendanaan Kawasan Perumahan dan Permukiman pada Direktorat Evaluasi Pengelolaan dan Informasi Keuangan Daerah pada Direktorat Jenderal (Dirjen) Perimbangan Keuangan Kemenkeu RI.


Karena sesama anggota Persaudaraan Muslim Indonesia, Rifa Surya melobi Bendahara Umum Partai Persatuan Pembangunan (Bendum PPP) Puji Suhartono. Puji  kemudian melobi anggota Komisi IX dari Fraksi PPP Irgan Chairul Mahfiz.


"Bahkan Puji Suhartono sudah mengakui dan mengembalikan uang yang pernah diterimanya. Namun H Buyung tidak mengakui pemberian (uang suap-red) komitmen fee' 7 persen kepada Yaya Purnomo," urai anggota majelis hakim Husni Thamrin. (ROBERTS)




Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini