Ketua MNPP 98 Sahat Simatupang: Pembubaran FPI Sudah Tepat, Usah Bangun Narasi Kontraproduktif

Sebarkan:



Ketua MNPP 98 Sahat Simatupang (atas) dan tokoh berikut massa FPI. (MOL/IST)


MEDAN | Langkah pemerintah di bawah kepemimpinan Joko Widodo membubarkan sekaligus melarang setiap kegiatan yang dilakukan atas nama Front Pembela Islam (FPI) sudah tepat, final dan mengikat.


"Otoriter bagaimana? Dasar dan pertimbangan hukumnya kan sudah dijelaskan. Jadi nggak usah lagi dibangun narasi-narasi kontraproduktif. 


Ormas yang tidak tunduk dan patuh pada UUD 1945 dan Pancasila, dibubarkan saja," tegas Ketua Majelis Nasional Perhimpunan Pergerakan (MNPP) 98 Sahat Simatupang, Minggu (3/1/2021) di Medan.


Pasal 1 ayat (1) UUD 1945 menyatakan bahwa negara Indonesia adalah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik sering disingkat dengan NKRI. Bukan NKRI bersyariah sebagaimana didengung-dengungkan FPI selama ini. 


"Jangan sesuka hati menafsirkan bentuk negara. FPI dalam AD/ART nyata-nyata tidak mengakui Pancasila dan UUD 1945. Malah sebaliknya pemerintah berhasil menangkap kegelisahan rakyat yang dijawab dengan membubarkan dan melarang aktivitas FPI," jelasnya.


Dari jejak digital disebutkan, produk UU No 17 Tahun 2013 tentang Ormas memiliki kelemahan sehingga perlu direvisi sesuai perkembangan zaman. Maka lahirlah Perppu Nomor 2 Tahun 2017 tentang Perubahan atas UU No 17 Tahun 2013 tentang Ormas.


Kelemahan UU Ormas Tahun 2013, imbuh Sahat, untuk pembubaran ormas harus melalui lembaga pengadilan dan memakan waktu lama. Kelemahan kedua, soal definisi tentang ajaran yang bertentangan dengan Pancasila diartikan secara terbatas yaitu hanya mencakup ateisme, komunisme / marxisme maupun leninisme.


Sedangkan dalam UU No 16 tahun 2017 tentang Ormas, definisi tentang ajaran yang bertentangan dengan Pancasila mencakup pula ajaran bertujuan mengganti/mengubah Pancasila dan UUD 1945. Dengan berlakunya asas contrarius actus, maka pemerintah dapat membubarkan ormas yang melanggar tanpa melalui proses pengadilan terlebih dahulu.

 

Landasan 


Dengan demikian tuduhan seolah pemerintahan Presiden Joko Widodo seolah otoriter oleh sejumlah politisi anti-pemerintahan otomatis gugur karena pembubaran dan pelarangan aktivitas FPI memiliki landasan hukum yang kuat.


Kalau pemerintahan Jokowi otoriter, timpalnya, maka seluruh ormas atau lembaga yang berbeda pandangan dengan pemerintah bisa saja dibubarkan. Namun faktanya tidak seperti itu. 


Sebab yang dibubarkan itu ormas yang yang tidak mengakui Pancasila sebagai falsafah hidup berbangsa dan bernegara serta  UUD 1945. 


"Jika dalam kasus ini Pak Jokowi otoriter, pasti kami akan bereaksi keras. Namun faktanya adalah pembubaran dan pelarangan aktivitas ormas yang melanggar UU Ormas dan konstitusi," pungkasnya. (RobS)


Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini