LBH Medan Desak Polda Sumut Evaluasi Internal, Halangi Kinerja Wartawan Bisa Dipidana 2 Tahun

Sebarkan:



Raden Armand (baju merah) saat dikepung dan dipaksa menghapus file foto oleh sejumlah oknum yang diduga pihak kepolisian. (MOL/Int)



MEDAN | LBH Medan mendesak Polri, khususnya jajaran Polda Sumut melakukan evaluasi internal terhadap anggotanya yang bertugas mengamankan kasus-kasus demo (unjuk rasa). Sebab di antara kerumunan massa bisa saja ada awak media sedang melaksanakan tugas jurnalistik.


Tindakan intimidasi pemaksaan penghapusan foto terhadap salah seorang wartawan foto di Medan oleh aparat berpakaian preman pada saat meliput demonstrasi penolakan terhadap Omnibus law menjadi UU Cipta Kerja 8 Oktober 2020 lalu bukan saja pembodohan tapi juga menghalang-halangi tugas jurnalistik


Pemaksaan penghapusan foto terhadap Raden Armand menambah catatan bobroknya mental aparat kepolisian. Padahal wartawan foto tersebut dalam menjalankan tugasnya dilindungi UU No 40 Tahun 1999 tentang Pers. 


Jika lembaga pers/perusahaan pers tidak tegas terhadap Pasal 18 Ayat (1) dimaskud khususnya yang dilakukan oleh kepolisian maka tidak menutup kemungkinan tindakan sewenang-wenang terhadap jurnalis akan terulang. 


Sebagai salah satu pilar demokrasi yang berperan dalam memberikan informasi serta edukasi, tindakan memaksa menghapus foto terhadap jurnalis merupakan tindakan pembodohan yang tidak bisa dibiarkan.


Demikian pers rilis LBH Medan diusung Direktur Ismail Lubis dan Kadiv Buruh dan Miskin Kota Maswan Tambak, Minggu (18/10/2020).


Pidana 2 Tahun


Menurut LBH Medan, tindakan pemaksaan menghapus foto wartawan sesuai dengan pasal 18 Ayat (1) UU Pers yakni setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) serta bisa dipidana penjara paling lama 2 tahun atau denda paling banyak Rp500 juta.


Unsur setiap orang yang dimaksud dalam pasal tersebut bermakna siapa saja tanpa terkecuali anggota kepolisian, sekalipun aparat penegak hukum. Unsur melawan hukum, dalam peristiwa ini tindakan memaksa menghapus foto tersebut telah melanggar ketentuan pada UU Pers. 


Kemudian penting untuk melihat peristiwa ini dari sudut pandang Hak Asasi Manusia (HAM) karena yang dimaksud dengan 'kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara' adalah bahwa pers bebas dari tindakan pencegahan, pelarangan, dan atau penekanan agar hak masyarakat untuk memperoleh informasi terjamin (Vide Penjelasan Pasal 4 ayat (1) UU Pers). 


Dengan demikian adanya tindakan pemaksaan penghapusan foto tersebut selain ada penghalang-halangan dan penghambatan jurnalis dalam meliput, tetapi ada pelanggaran hak masyarakat atas informasi. 


Kemudian dari peristiwa tersebut, tergambar ada ketakutan aparat kepolisian akan terbukanya tindakan tindakan represif atau pun tindakan lain yang dapat merusak citra kepolisian sekalipun pada dasarnya memang citra kepolisian sedang berada pada titik nadir terendah.


Minta Maaf


Sebelumnya, Kepala Bidang Humas Polda Sumut Kombes Tatan Dirsan Atmaja menyampaikan permohonan maafnya kepada jurnalis yang mendapat intimidasi. Tatan juga menyesalkan tindakan oknum tersebut. Pihaknya akan melakukan evaluasi di jajaran.


“Saya akan mengingatkan anggota di lapangan untuk bisa menjalin komunikasi dengan kawan-kawan insan pers. Yang pasti ini tidak ada unsur kesengajaan,” ujar Tatan, Minggu (11/10/2020). (RobS)

Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini