Konstruksi Dakwaan Terbantahkan, Sudah Triliunan Transaksi Fakta Hukum PT SNP Gagal Bayar ke Bank Sumut

Sebarkan:



Sidang lanjutan skandal penjualan MTN 'akal-akalan' milik PT SNP berjalan super-alot hingga malam di Pengadilan Tipikor Medan. (MOL/RobS)

MEDAN | Layaknya menonton acara debat biasa ditayangkan salah satu stasiun tv swasta di Jakarta, sidang lanjutan skandal pembelian surat berharga berupa Medium Terms Notes (MTN) milik PT Sunprima Nusantara Pembiayaan (SNP) Finance oleh PT Bank Sumut digadang-gadang merugikan keuangan negara Rp202 miliar berlangsung super-alot. 


Selama 2,5 jam -mulai pukul 18.20 WIB minus jeda 30 menit- nyaris tidak ada jeda ketika majelis hakim diketuai Sri Wahyuni, JPU dari Kejati Sumut Hendrik Sipahutar, tim penasihat hukum (PH) kedua terdakwa, Eva Nora, Mathilda dan Udhin Wibowo bertanya jawab dengan Maulana Akhyar Lubis dan Andri Irvandi.


Posisi keduanya secara bergantian dimintai keterangan sebagai saksi dan terdakwa lewat video conference (vidcon) di ruang Cakra 2 Pengadilan Tipikor pada PN Medan, Kamis (22/10/2020).


Baik Maulana Akhyar maupun Andri Irvandi yang mendapatkan pertanyaan bertubi-tubi berangsur mengurai kusutnya perjalanan pembelian MTN 'akal-akalan' milik PT SNP melalui broker (arranger) MNC Sekuritas 2017 lalu.


Konstruksi tindak pidana korupsi maupun pencucian uang (TPPU) sebagaimana didakwakan JPU dari Kejatisu, perlahan terbantahkan.


'Bodong' dan Gagal Bayar


Sudah ada lembaga negara yang bertugas mengawasi jasa keuangan di sektor perbankan serta nonperbankan seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK), termasuk mengenai benar tidaknya isi jaminan yang diperbuat PT SNP ketika menjual MTN tersebut. Ada juga lembaga audit seperti BPK.


"Faktanya adalah PT SNP selaku pemilik MTN kemudian gagal bayar ke Bank Sumut dan data jaminan yang disampaikan ke kami ternyata 'bodong'. Itu tugasnya mereka mengawasinya. Jadi siapa lagi yang kita percayai Yang Mulia?" timpal Maulana menjawab cecaran pertanyaan hakim anggota Felix Da Lopez.


Ketika dicecar hakim ketua Sri Wahyuni mengenai dakwaan JPU bahwa dirinya sebagai Pimimpin Divisi Treasury yang bertanggungjawab, menurut Maulana, tidak ada prosedur sebagaimana diamanatkan pada Kepdir No 531 Tahun 2004 yang dilanggar. 


Memorandum Nomor 258 yang diminta Divisi Treasury diteruskan ke Divisi Kredit dan keluar lah issuer limit (batas maksimal pemberian kredit) kemudian disetujui oleh Direktur Bisnis dan Syariah TM Jefry dan seterusnya  oleh Direktur Utama Edi Ritzlianto.


Triliunan


Menjawab pertanyaan PH-nya, Eva Nora, terdakwa Maulana Akhyar menguraikan, saat itu ada dana sekitar Rp8 triliun standby di Divisi Treasury. Tapi dirinya selalu profesional dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian seperti pertimbangan mikro dan makro sebagai perusahaan bank daerah sebelum mengambil keputusan menanamkan investasi. 


Terdakwa Andri Irvandi (kiri) dan terdakwa Maulana Akhyar dalam sidang vidcon. (MOL/RobS)


Semua sudah berjalan sesuai prosedur. Nggak tahu kenapa, sambungnya, bisa jadi bermasalah (dirinya dijadikan terdakwa, red). Bank Sumut juga telah mengajukan gugatan lewat Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) dan prosesnya masih berjalan. Belum tahu berapa nanti PT SNP membayarkan kewajibannya.


"Saya menyesal Yang Mulia. Menyesal bukan karena merasa bersalah. Menyesal karena keluarga Saya menerima pemberitaan atau rumor yang tidak benar tentang Saya. Transfer dari Irvandi Rp514 juta 10 November 2017 adalah hasil penjualan tanah Saya di November 2015. Kacamata bisnis dikenal istilah saling percaya. Dua tahun kemudian Irvandi bisa bayar.


Sepanjang karier sejak 2006 di Bank Sumut tidak pernah cacat. Sempat ada keuntungan (penjualan di bursa saham) sebesar Rp30 miliar. Bank Sumut dalam perkara ini adalah korban dari PT SNP. Bank Daerah lain seperti BPD Jambi, Sumsel, NTT dan perbankan lain Bukopin, Sinar Mas, Ganesha juga jadi korban. Saya masih berstatus pegawai Bank Sumut Yang Mulia," pungkasnya.


Sementara itu menjawab pertanyaan ketua tim PH-nya, Mathilda, terdakwa Andri Irvandi, Direktur Capital Market menguraikan, sebagai broker (arranger) perusahaannya sudah beberapa kali bertransaksi senilai Rp1 triliun lebih dengan Bank Sumut. Baru kali ini (penjualan MTN milik PT SNP, red) bermasalah.


Mengenai aliran dana kepada Reza Phalevi sebagai Komisaris Utama (Komut) PT Bank Sumut, tidak ada kaitannya dengan proses jual beli MTN milik PT SNP. Sebab terdakwa juga menggeluti bisnis jual beli motor gede (moge) Harley Davidson. Sidang pun dilanjutkan pekan depan dengan agenda mendengarkan saksi meringankan kedua terdakwa. 


Satu Rupiah


Usai sidang Udhin wibowo, anggota tim PH Andri Irvandi menuturkan bahwa kliennya sudah menjelaskan bahwa di dalam dunia pasar modal dikenal dengan istilah Primary Market dan Secondary Market. Kategori Primary Market sales broker tidak mendapatkan fee (komisi) dari perusahaan.


Dalam jual beli MTN milik PT SNP oleh MNC Sekuritas masuk kategori Primary Market. Bukan Secondary Market. Untuk kategori Secondary Market MNC Sekuritas sebagai broker pasar modal mengenal istilah spread (keuntungan) bagi para sales yang berhasil dalam jual beli saham.


"Tadi sempat terjadi kesalahan pemahaman seolah komisi (0,5 persen) yang didapat sales MNC Sekuritas dari penjualan MTN milik SNP ke PT Bank Sumut dan bisa dijelaskan terdakwa Andri Irvandi di akhir. Artinya satu rupiah pun tidak ada didapatkan Andri Irvandi," tegas Udhin Wibowo. (RobS)

Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini