Tak Sesuai Fakta, LIRA Kritik Hasil MCP KPK RI kepada Pemko Tebingtinggi

Sebarkan:
Wali Kota LIRA Tebingtinggi Ratama Saragih.
TEBINGTINGGI | Wali Kota Lumbung Informasi Rakyat (LIRA) Tebingtinggi Ratama Saragih mengkritik keras hasil pencapaian Monitoring Centre for Preventation (MCP) 16 Pemerintah Daerah (Pemda) di Provinsi Sumut per 30 Juni 2020 (tidak dijelaskan periode waktu penilaian capaian).

MCP yang diumumkan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI dengan ganjaran skor tertinggi yakni kepada Pemerintah Kota (Pemko) Tebingtinggi dengan skor 61%.

"Pencapaian 61% MCP KPK RI yang diberikan kepada Pemko Tebingtinggi tidak ditemukan adanya hubungan sebab akibat terhadap fakta terkini di lapangan," ujar Ratama melalui telepon selular, Kamis (3/9/2020) pagi.

Menurutnya, MCP KPK RI yang diluncurkan hanya sebatas Self Assesment, meng-input laporan aksi koordinasi dan supervisi pemberantasan korupsi terintegrasi Pemko Tebingtinggi ke KPK RI melalui aplikasi Monitoring Centre For Preventation (MCP) tanpa menunggu tim monitoring KPK turun langsung.

"Hal ini biasa juga disebut laporan Asal Bapak Senang," katanya.

Responder BPK ini menjelaskan bahwa dalam progres Area Intervensi MCP KPK ada menggunakan Progres Area Intervensi yakni Perencanaan dan Penganggaran APBD dengan standart penilaian maksimal 63% tertinggi dari tujuh instrumen Progres Area Intervensi.

Dimana Pemko Tebingtinggi, kata dia, masih meninggalkan sederetan panjang perencanaan APBD yang tidak tepat sasaran bahkan realisasinya mencapai Total Lost, seperti Pembangunan Pasar Induk di Jalan AMD, Kecamatan Padang Hulu yang menelan uang negara diatas Rp 10 milyar dibangun sejak tahun 2017 sampai tahun 2020, hingga berbuntut proses penyelidikan di Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara.

Kemudian, Pasar Tradisional di Kelurahan Mekar Sentosa nyaris Total Lost dan tidak maksimal digunakan oleh para pedagang.

Lalu, ada Pasar Rakyat di Kecamatan Padang Hilir juga Total Lost. Seperti Pasar Pattimura yang sejak pembangunan revitalisasi tahun 2020 diduga sarat korupsi, hingga kini tidak ada aktivitas pasar yang lazim serta adanya indikasi monopoli oleh segelintir pihak.

Kemudian, ada juga kolam renang yang dianggarkan di APBD selama 5 tahun berturut-turut sejak tahun anggaran 2016 menghabiskan uang negara sia-sia dan ditaksir sekitar Rp 25 milyar.

Lanjut, lanjut Ratama, progress area intervensi Manajemen Aset Daerah dengan standart penilaian maksimal 60% dimana Pemko Tebingtinggi di Tahun Anggaran 2019 saja memperoleh nilai raport merah dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Sumatera Utara sebagaimana LHP BPK Nomor: 43.B/LHP/XVIII.MDN/04/2020 tanggal 23 April 2020.

BPK menyatakan bahwa penatausahaan aset tetap kurang tertib, baik aset tetap tanah, aset peralatan dan mesin, aset tetap gedung dan bangunan serta aset tetap jalan dimana hasil pemeriksaan BPK Sumut menyatakan Pemko Tebingtinggi kehilangan hak kepemilikan atas 189 bidang tanah yang belum bersertifikat dengan nilai sebesar Rp.16.028.826.724,00, resiko kehilangan atas 76 unit aset peralatan mesin yang tidak diketahui keberadaannya dengan nilai sebesar Rp.572.937.645,00.

Progress Area Intervensi Pelayanan Terpadu Satu Pintu Pemko Tebingtinggi kehilangan PAD dari akibat perbuatan melawan hukum maladministrasi dengan menerbitkan IMB yang tidak sesuai dengan peruntukan semula yakni pembangunan Grand Mansion Hotel berbintang 4 disulap menjadi pembangunan ruko 50 unit terjadi pada tahun 2020.

"Bisa ditaksir kontribusi dari retribusi pembangunan hotel bintang 4 tersebut sampai milyaran rupiah, dibanding retribusi ruko," kata Jejaring Ombudman Perwakilan Sumut.

Bukan itu saja, lanjut Ratama, potensi dugaan unsur gratifikasi dan suap bisa saja terjadi, sebab mengubah izin awal yang tidak sesuai peruntukan semula itu hanya bisa dilakukan oleh pejabat yang punya wewenang dan otoritas.

Pengamat Kebijakan Publik dan Anggaran ini jugs mengkritik pedas terhadap progress perencanaan APBD dimana tingkat kepatuhan pelaporan penyesuaian APBD 2020 dalam penanganan percepatan Covid-19.

Hal ini terbukti dari lampiran Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 10/KM.7/2020, tanggal 29 April 2020 yang merupakan ganjaran pedas dari Kementerian Keuangan RI kepada Pemko Tebingtinggi.

Penggiat Anti Korupsi ini menjelaskan bahwa terkini pihak Kejaksaan Negeri Tebingtinggi masih giat melakukan penyidikan kasus-kasus korupsi yang belum tuntas.

Kondisi tersebut diatas sesungguhnya menggambarkan ketidakberesan atas 3 Progress Area Intervensi yang digunakan KPK RI sebagai dasar penskoran capaian MCP KPK RI.

"Jika seperti itu faktanya, apakah KPK wajar mengganjar Pemko Tebingtinggi di urutan pertama? Jawabnya ada pada publik yang menilai sendiri, karena publik dan masyarakat Tebingtinggi pasti mengerti dan mengetahui kondisi ril, apalagi LSM LIRA gencar memberitakan ke media terkait dugaan indikasi perbuatan melawan hukum, penyalahgunaan wewenang alias korupsi," pungkasnya. 

Sebelumnya diberitakan, Koordinasi dan Supervisi Pencegahan (Korsupgah) KPK RI mengumumkan hasil capaian MCP 16 Pemda di Provinsi Sumut per 30 Juni 2020.

Dari 16 daerah itu, capaian MCP Pemko Tebingtinggi adalah yang paling tinggi yakni 61,93%. Itu artinya kinerja pencegahan korupsi cukup baik. Kota Medan, Palas, Binjai dan Nias masuk zona merah.

Tertinggi kedua Pemprov Sumut 58,2% dan Pemkab Humbang Hasundutan dengan capaian 50,89%, disusul Pemkab Tapanuli Selatan 50,75%. Begitupun, capaian MCP seluruh Pemda di Sumut hingga per 30 Juni 2020 itu, sepenuhnya masih belum menggemberikan karena tak satupun Pemda di Sumut yang nilai MCP-nya berada di zona hijau tua (kategori baik).

Sebagaimana diketahui, capaian MCP KPK zona merah (0-25%), zona kuning (25%-50%), zona hijau (50%-75%) dan zona hijau tua (75%-100%). Klasifikasi zona itu sekaligus menegaskan tak ada satu pun Pemda di Sumut yang masuk zona hijau tua (kategori baik). (Sdy)
Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini