Terlambat Laporkan DD dan ADD, Desa Sambosar Raya Tak Patuhi Rekomendasi BPK TA 2019

Sebarkan:
SIMALUNGUN  | Pemerintah Desa Sambosar Raya, Kecamatan Raya Kahean, Kabupaten Simalungun diduga tak patuhi Rekomendasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Sumatera Utara Nomor.59.C/LHP/XVIII.MDN/06/2020, tanggal 25 Juni 2020.

Pasalnya, sampai akhir bulan Juli 2020 baru menyerahkan Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) Dana Desa (DD) dan Alokasi Dana Desa (ADD) TA 2019 Kepada Bupati Simalungun c/q Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Nagori (DPMPN) Kabupaten Simalungun.

Pemerintah Desa Sambosar Raya, Kecamatan Raya Kahean, Kabupaten Simalungun adalah salah satu desa dari 334 desa yang tersebar di 32 kecamatan yang tidak mematuhi Pasal 38 ayat (1) Permendagri Nomor.113 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa yang menyatakan bahwa Kepala Desa menyampaikan laporan pertanggungjawaban realisasi pelaksanaan APBD desa kepada Bupati/Walikota setiap akhir tahun anggaran.

Faktanya, Pemerintah Desa Sambosar Raya pada posisi 11 Mei 2020 belum juga menyerahkan LPJ DD dan ADD kepada Bupati c/q DPMPN Kabupaten Simalungun.

Dari penjelasan LHP BPK Perwakilan Sumatera Utara diketahui bahwa Pemerintah Desa Sambosar Raya Kecamatan Raya Kahean kabupaten Simalungun menerima DD Tahap I (20%) sebesar Rp.146.096.400, tahap II (40%) sebesar Rp.292.192.800, tahap ke III (40%) sebesar Rp.292.192.800 yang menurut LHP BPK Perwakilan Sumut belum dipertanggungjawabkan pada posisi 11 Mei 2020.

Terpisah, Pengamat Kebijakan Publik dan Anggaran yang juga Responder BPK Perwakilan Sumut Ratama Saragih menyatakan bahwa Pemerintah Desa yang terbukti terlambat menyerahkan LPJ DD dan ADD bisa menimbulkan dugaan penggunaan anggaran tidak dapat diyakini kebenarannya.

Alasannya sudah melawan regulasi yang sudah disiapkan untuk DD dan ADD, seperti Pasal 24 ayat (2) huruf b, c Peraturan Menteri Keuangan Nomor.193/PMK.07/2018 tentang Pengelolaan Dana Desa menyatakan bahwa penyaluran DD dari RKUD ke RKD, sebagaimana dimaksud ayat (1) dilaksanakan setelah bupati/walikota menerima dokumen persyaratan penyaluran dari kepala Desa dengan ketentuan Tahap II berupa laporan realisasi penyerapan dan capaian output DD tahun anggaran sebelumnya, dan Tahap III yakni laporan realisasi penyerapan dan capaian output DD sampai dengan tahap II.

"Jika diamati dan dianalisa Permenkeu tersebut maka tidak mungkin terjadi adanya keterlambatan LPJ Dana Desa tersebut," kata Ratama dalam keterangannya, Kamis (6/8/2020).

Selain itu, jejaring Ombudsman ini juga menjelaskan bahwa dalam Pasal 22 ayat (1) Peraturan Bupati Simalungun Nomor.4 Tahun 2019 tentang Tata Cara Pembagian dan Penetapan Rincian Dana Desa TA 2019, tanggal 10 Januari 2019 menyatakan bahwa panghulu menyampaikan laporan realisasi penyerapan dan capaian output Dana Desa setiap tahap penyaluran kepada Bupati.

"Ini mengharuskan Panghulu bertanggungjawab atas tiap tahapan penyaluran Dana Desa. Jika demikian maka patut disikapi hasil temuan BPK tersebut. Jika memang penggunaan Dana Desa di Kabupaten Simalungun menurut BPK tidak dapat diyakini kebenaran peruntukannya dan membuka penyalahgunaan keuangan dengan meneruskannya kepada APH, agar selanjutnya APH meminta BPK atau BPKP selaku APIP melakukan Investigasi atau Pemeriksaan Tujuan Tertentu, sehingga ditemukan seberapa besar kerugian negara yang nyata dan kepada penanggungjawab Dana Desa segera diproses hukum sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku," tegasnya.

Seperti diketahui bahwa Kabupaten Simalungun menurut LHP BPK Perwakilan Sumut, Anggaran Dana Desa (ADD) yang tidak diyakini kebenaran peruntukannnya sebesar Rp.261.268.771.700 dan Alokasi Dana Desa (DD) sebesar Rp.114.479.075.380. (Sdy)
Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini