Temuan BPK 2019: Pekerjaan Jasa Konsultasi Dinas PUPR Siantar Tak Bisa Dipertanggungjawabkan

Sebarkan:
PEMATANGSIANTAR | Pekerjaan jasa konsultasi pada Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kota Pematangsiantar tak bisa dipertanggungjawabkan.

Pasalnya, Dinas PUPR belum memberikan pertanggungjawaban yang didukung laporan yang akurat, terukur dan nyata dengan nilai temuan sebesar Rp.433.322.000,00 sebagaimana dicantumkan dalam LHP BPK Sumut No.38.C/LHP/XVIII.MDN/04/2020, Tanggal 9 April 2020.

Kegiatan belanja jasa konsultasi Dinas PUPR Tahun 2019 terdiri dari Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur, Program Pembangunan Jalan dan Jembatan, Program Pembangunan Jembatan, Program Pembangunan Jalan (DAK), Program pembangunan Drainase/Gorong-gorong dan Program Rehabilitasi/Pemeliharaan Jalan.

BPK Sumut mencatat bahwa tahun 2019 Dinas PUPR telah melakukan perjanjian kerja sebanyak 46 kontrak kepada penyedia jasa dengan nilai sebesar Rp.2.305.305.000,00.

Berdasarkan hasil pemeriksaan atas dokumen pertanggungjawaban belanja jasa konsultasi diketahui bahwa pertanggungjawaban jasa konsultan sebanyak lima kontrak senilai Rp.246.772.000,00 tidak dilengakapi laporan pendahuluan laporan antara dan laporan akhir.

Kemudian pertanggungjawaban jasa konsultan sebanyak empat kontrak senilai Rp.186.550.000,00 tidak didukung kelengkapan laporan antara dan laporan akhir.

BPK Sumut memberikan asumsi bahwa jasa konsultansi adalah jasa layanan profesional yang membutuhkan keahlian tertentu di berbagai bidang keilmuan yang mengutamakan adanya olah pikir.

Hasil pekerjaan jasa konsultasi didokumentasikan dalam Laporan Pendahuluan, Laporan Antara, dan Laporan Akhir dengan menyertakan tagihan pertanggungjaban belanja personil dan non personel.

Kondisi tersebut jelas melawan Regulasi yang berlaku yakni Pasal 11 huruf (e) dan huruf (g) Peraturan Pemerintah Nomor 54 tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah yang menyatakan bahwa PPK memiliki tugas pokok dan kewenangan mengendalikan pelaksanaan kontrak serta menyatakan PPK menyerahkan hasil pekerjaan pengadaan barang/jasa kepada PA/KPA dengan berita acara penyerahan.

Selain itu kondisi tersebut sudah melanggar Pasal 132 ayat (1) dan ayat (2) Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 sebagaimana diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 tahun 2011 tentang pedoman pengelolaan keuangan daerah yang menyatakan bahwa setiap pengeluaran belanja atas beban APBD harus didukung dengan bukti yang lengkap dan sah, ayat (2) selanjutnya bahwa bukti sebagaimana dimaksud pada pasal 132 ayat (1) harus mendapatkan pengesahan oleh pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab atas kebenaran materil yang timbul dari penggunaan bukti yang dimaksud.

Akibat yang ditimbulkan dari permasalahan tersebut menurut BPK, mengakibatkan belanja jasa konsultan 9 pekerjaan senilai Rp.433.322.000,00 tidak dapat diyakini kebenarannya.

BPK Perwakilan Sumatera Utara merekomendasikan kepada Wali Kota Pematangsiantar agar memerintahkan Kepala Dinas PUPR menginstruksikan PPK meminta laporan hasil pekerjaan 9 kontrak pekerjaan jasa konsultan.

Apabila tidak dapat dipertanggungjawabkan agar dikembalikan dan atau disetor ke kas daerah.

Terpisah, saat dimintai tanggapan, Pengamat Kebijakan Publik dan Anggaran Ratama Saragih, Jumat (26/6/2020) mengatakan bahwa jasa konsultan saat ini banyak yang abu-abu dan tidak jelas legalitasnya.

"Belum lagi SDM nya yang masih dipertanyakan. Wali Kota Siantar harus bertanggungjawab atas rekomendasi BPK tersebut," ujar Ratama. (Sdy)
Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini