Tak Masuk LKPj Walikota T. Tinggi 2019, Anggaran Pengadaan Ambulance dan Alkes RSUD Kumpulan Pane Mengalir Kemana?

Sebarkan:
TEBINGTINGGI - Terdapat sejumlah kejanggalan dalam penggunaan anggaran yang bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK) TA 2019 di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kumpulan Pane yang berlokasi di Jalan Dr Kumpulan Pane, Kelurahan Bandar Utama, Kecamatan Tebingtinggi Kota, Kota Tebingtinggi, Sumatera Utara.

Rumah sakit plat merah yang bernaung dibawah Dinas Kesehatan Kota Tebingtinggi itu terindikasi menyebabkan kerugian negara dalam penggunaan DAK 2019 yakni dalam pengadaan mobil Ambulance senilai Rp.933.320.000 dan pengadaan Peralatan Kesehatan dan Kedokteran senilai Rp.11.531.207.000.

Pasalnya, kedua item tersebut tidak dijabarkan dalam Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPj) Wali Kota Tebingtinggi 2019 dan diduga tidak ditenderkan dalam LPSE Tebingtinggi.

Padahal kita ketahui, penyusunan LKPj bertujuan untuk mengetahui keberhasilan atau kegagalan Kepala Daerah dalam menjalankan tugasnya selama periode tertentu serta peningkatan efisiensi, efektivitas, produktivitas, dan akuntabilitas penyelenggaraan pemerintahan daerah melalui pengawasan DPRD.

Faktanya, saat Wali Kota Tebingtinggi Umar Zunaidi Hasibuan membacakan LKPj dalam rapat paripurna bulan Maret lalu di hadapan para Anggota Dewan, tidak ada disebutkan bagaimana pertanggungjawaban dari kedua item anggaran yang disebutkan diatas.

Dalam sebuah rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi I DPRD Tebingtinggi yang dipimpin Anda Yasser, Direktur RSUD Kumpulan Pane Dr Yohnly menjelaskan bahwa pengadaan Mobil Ambulance telah dibatalkan dan dana telah dikembalikan.

Sementara, dana pengadaan peralatan kesehatan dan kedokteran, sebut Yohnly, hanya terserap sekitar Rp.9 Milyar, sisanya sekitar Rp.2 Milyar juga telah dikembalikan.

Secara terpisah, pernyataan itu sempat membuat heran Wakil Ketua DPRD Tebingtinggi yang juga Koordinator Komisi I Iman Irdian Saragih.

Iman yang akrab disapa Dian ini mempertanyakan bukti nyata bahwa dana itu telah dikembalikan. Ia hendak meminta bukti dokumen pengembalian dana tersebut kepada pihak terkait seperti RSU Kumpulan Pane maupun Badan Pengelolaan Keuangan, Pendapatan dan Aset Daerah (BPKPAD) Pemko Tebingtinggi.

"Tidak bisa hanya ngomong aja bilang dikembalikan, seharusnya disertai dengan dokumen tertulis bahwa uang itu telah dikembalikan ke negara. Bagaimana kita mau percaya, sedangkan di LKPj aja tidak dijabarkan?," ucap Dian dengan heran beberapa waktu lalu.

Terkait permasalahan ini, Direktur RSUD Kumpulan Pane Dr Yohnly ketika dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp, Sabtu (2/5/2020) enggan berkomentar dan meminta redaksi untuk mempertanyakan ke BPKPAD.

"Konfirmasi ke BPKPAD berkaitan anggaran tersebut," tulisnya singkat.

Redaksi pun mencoba mengkonfirmasi hal tersebut ke Kepala BPKPAD Pemko Tebingtinggi Jefri Sembiring melalui pesan WhatsApp, namun hingga berita ini ditayangkan, belum ada balasan.

Menanggapi hal ini, Pemerhati Kebijakan Publik dan Anggaran Kota Tebingtinggi Ratama Saragih menjelaskan, Pengadaan Ambulance dan Peralatan Kesehatan ditampung dalam APBD TA 2019 Kota Tebingtinggi dengan kode rekening 1.02.1.02.01.26 yang didalamnya ada Total Belanja Modal sebesar Rp.12.464.527.000 (2 Item).

Menurut Ratama, kedua item kegiatan tersebut tidak ditenderkan dalam LPSE Kota Tebingtinggi dan tidak dijabarkan dalam LKPj Wali Kota Tebingtinggi TA 2019.

"Ini berpotensi menimbulkan dugaan pada kerugian negara, bahkan bisa diduga fiktif. Apalagi, opini LHP BPK untuk Kota Tebingtinggi adalah Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) semakin menambah sederetan panjang dugaan tersebut," ujarnya, Minggu (3/5/2020).

Senada, Direktur Center for Local Government Reform (Celgor) Sumatera Utara Pardo Gultom menegaskan, LKPj APBD merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dari penganggaran.

Artinya, LKPj merupakan bentuk keseriusan dari Kepala Daerah sebagai Pemegang Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Daerah dalam merealisasikan penggunaan anggaran.

"Dari LKPj-lah kita mengetahui target dan sasaran suatu mata anggaran berjalan dengan baik atau tidak. Jika terdapat item anggaran yang luput dari LKPj, maka proses pelaksanaan pekerjaan dalam suatu kebijakan tidak dapat berjalan sesuai dengan Program Perencanaan Daerah (Propeda)," ungkapnya.

Dikatakan Pardo, hal ini pasti menganggu keputusan yang tertuang dalam RPJMD. Semuanya itu satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan dengan anggaran.

Menurutnya, penganggaran muncul karena ada program yang sudah ditetapkan. Dan program-program tersebut semuanya hasil paripurna antara eksekutif dengan legislatif. Biasanya LKPj dijadikan sebagai acuan dalam menyusun APBD berikutnya.

"Nah, jika terdapat satu item anggaran yang tidak tertuang dalam LKPj, maka dapat disebut pelaksana kegiatan telah melakukan penggelapan anggaran. Dan ini tentunya dapat dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi," pungkasnya. (Sdy)
Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini