Ir MB Samsul: Program TORA Indikator Penting Terkait Pembangunan di Paluta

Sebarkan:
PALUTA - Program TORA (Tanah Objek Reforma Agraria) merupakan salah satu program pemerintah untuk kesejahteraan rakyat dalam mewujudkan pemerataan struktur penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah.

Hal itu juga telah dituangkan dalam Peraturan Presiden (Perpres) nomor 88 tahun 2017 tentang penyelesaian penguasaan tanah dalam kawasan hutan dan Perpres nomor 86 tahun 2018 tentang reforma agraria.

Dalam Perpres tentang reformasi agraria ini disebutkan, bahwa penyelenggaraan reforma agraria dilakukan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah terhadap TORA melalui tahapan yakni, perencanaan reforma agraria dan pelaksanaan reforma agraria.

Dalam jabarannya, perencanaan reforma agraria itu yakni meliputi, perencanaan penataan aset terhadap penguasaan dan pemilikan TORA, perencanaan terhadap penataan akses dalam penggunaan dan pemanfaatan serta produksi atas TORA, perencanaan kepastian hukum dan legalisasi atas TORA, perencanaan penanganan sengketa dan konflik agraria dan perencanaan kegiatan lain yang mendukung reforma agraria.

Terkait itu, salah satu aktivis pertanahan dan pemerhati kawasan hutan di Kabupaten Padang Lawas Utara (Paluta), Provinsi Sumatera utara, Ir.MB Samsul Harahap kepada Metro-online.co, Rabu (16/2/2020).

Ia meminta, agar Pemeritah Kabupaten (Pemkab) Paluta baik eksekutif maupun legislatif harus peka dalam menuntaskan program TORA di daerah ini.

"Karena program TORA merupakan Indikator penting pembangunan di Paluta, terutama bagi kecamatan dan desa-desa di Paluta yang wilayahnya sebagian besar masuk dalam kawasan hutan," ungkap Samsul.

Apalagi, kata Samsul, setelah adanya dana desa dimana sebagian besar desa di Paluta kegiatan fisiknya terindikasi berada dalam kawasan hutan dan sangat rentan berbenturan dengan UU nomor 18 dan UU 41 tahun 1999 tentang kehutanan serta UU nomor 18 tahun 2013 tentang pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan.

"Yang menjadi catatan buat kita, dari 386 desa di Paluta, sekitar 250 wilayah desanya masuk dalam kawasan hutan, bahkan mirisnya lagi masih ada terindikasi beberapa alas hak bangunan infrastruktur milik Pemkab Paluta berada dalam status kawasan hutan," ujar Samsul.

Dari itu, lanjut Samsul, Pemkab Paluta diminta harus sigap dan sesegera mungkin menuntaskan program TORA, yang mana katanya, quota untuk daerah Paluta telah ditetapkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) seluas kurang lebih 17.400 hektar.

"Saya dapat informasi bahwa salah satu Plt Kepala desa beserta camatnya baru-baru ini ada yang dipanggil oleh pihak dinas kehutanan dan sempat diperiksa Unit Tipiter Polres Tapsel. Pemanggilan tersebut, saya dengar terkait adanya indikasi perusakan kawasan hutan akibat kegiatan fisik dana desa menggunakan alat berat excavator tanpa izin dinas kehutanan," ungkapnya.

Samsul melihat, permasalahan tersebut berpotensi akan semakin meruncing dan melebar jika program TORA tidak segera dituntaskan di Paluta.

"Karena saya menduga sejak kucurnya dana desa, hampir separuh jumlah desa di Paluta terindikasi kegiatan fisiknya berbenturan dengan undang undang tentang pengerusakan kawasan hutan, terutama ada kegiatan dana desanya bukaan jalan menggunakan alat berat. Hanya program TORA lah salah satunya solusi menjawab persoalan tersebut," pungkasnya. (GNP)
Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini