Tahun 2020, IPW Minta Polri Serius Menata Organisasinya

Sebarkan:
Neta Pane

JAKARTA-Presiden Jokowi harus mendorong Kapolri Idham Azis agar segera mengarahkan kepolisian Indonesia menuju Polri 4.0, sehingga Polri tidak asyik sendiri melebarkan organisasinya dengan eforia penambahan jenderal disana sini, sehingga jumlah jenderal Polri membludak seperti sekarang ini.

Ind Police Watch (IPW) menilai, sangat ironis jika Presiden akan menghapus sejumlah eselon di departemen, sementara Polri asyik melebarkan organisasinya, seperti menjadikan Brimob dan Humas dipimpin jenderal bintang tiga dan penambahan Kapolresta dipimpin Kombes.

“Di era milineal sekarang ini Polri perlu segera menata organisasi dan personilnya, dengan mengedepankan IT, sehingga secara bertahap kepolisian menuju Polri 4.0. Saat ini konsep lama Polri sudah sangat  ketinggalan zaman dan menjadi beban berkepanjangan bagi organisasi,” ujar Neta S Pane selaku Ketua Presidium Ind Police Watch dalam releasenya ke Redaksi, Minggu (22/12/2019).

Rasio 1:750 milik Polri yang mengacu pada rasio PBB sudah tidak rasional lagi. Negara negara maju dan modern tidak lagi memakai rasio tersebut. Justru jumlah polisi dikurangi secara signifikan dan kekurangan personil ditutupi dengan IT, sehingga cctv menjadi mata kepolisian dimana mana. Dengan cctv dimana mana, polisi modern bisa bereaksi cepat dan 15 menit tiba di TKP. Teknologi menjadi andalan kepolisian dalam melindungi masyarakat.

“Dengan berkembangnya konsep Polisi 4.0, kepolisian di negara negara maju tidak lagi menggeber rekruitmen polisi secara besar besaran. Tapi rekrutmen secara terbatas. Sementara Polri setiap tahunnya merekrut 9.500 anggota baru, yang 300 di antaranya untuk Akpol. Akibatnya, terjadi penumpukan personil kepolisian. Jumlah Kombes yang menganggur kian banyak. Belum lagi jumlah AKBP yang menganggur lebih dari tiga kali lipat. Akibat hal ini saat lengser sebagai Kapolri, Tito Karnavian minta maaf akibat banyaknya jumlah Kombes nganggur saat ini,” tambahnya.

Dalam kondisi ini, jalan pintas pun diambil para elit Polri. Banyaknya jumlah Kombes disikapi dengan penambahan sejumlah struktur baru, dengan pangkat Brigjen, Irjen hingga Komjen. Selain itu, para jenderal Polri didorong bertugas ke luar institusi kepolisian. Sehingga jenderal polisi kian banyak dan ada dimana mana. Indonesia pun seakan menjadi negara polisi.

“Di sisi lain anggaran Polri yang terus bertambah setiap tahun tersedot untuk tunjangan dan fasilitas para jenderal yang terus bertambah jumlahnya,” jelasnya.

Situasi buruk di Polri  ini harus disudahi. Reformasi Polri harus dikembalikan kekhittahnya agar melahirkan Polri yang efisien, efektif, profesional, modern, dan terpercaya. Bukan Reformasi  Polri yang melahirkan jenderal dimana mana.

Sebab itu Presiden Jokowi sebagai Panglima Tertinggi Polri harus segera mendorong Kapolri Idham Azis melahirkan Polri 4.0. Selain itu untuk menyikapi kelebihan Kombes dan AKBP, penerimaan Akpol perlu dimoratorium dua atau tiga tahun ke depan.

Lalu ditawarkan pensiun dini kepada para Kombes yang sudah "mentok". Setelah itu organisasi Polri dirampingkan dan kinerja kepolisian ditata ulang menuju polisi yang efisien, efektif, Profesional, Modern dan Terpercaya, dengan IT dan cctv dimana mana sebagai pengganti polisi manusia. Sebab, makin banyaknya polisi manusia di lapangan persoalan bukannya cepat selesai tapi makin banyak persoalan baru dan rumit, yang membuat konsep profesional, modern dan terpercaya Polri diragukan banyak pihak.

Untuk itu di tahun 2020, Polri perlu serius menata organisasinya, mengevaluasi SDM dan alutsistanya untuk kemudian dibuat grand desain menuju polisi modern yang Polri 4.0. Sehingga Polri Promoter benar adanya dan bukan sekadar Promoter yang diplesetkan menjadi Promosi Orang orang Tertentu. (rel)

Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini