Menteri Pertanian Umumkan 16 Daerah di Sumut Positif Terjangkit ASF Babi

Sebarkan:
Ilustrasi
NASIONAL - Pemerintah RI melalui Kementerian Pertanian (Kementan) mengumumkan 16 daerah di Sumut positif terjangkit penyakit African Swine Fever (ASF) babi.

Hal itu disampaikan Menteri Pertanian RI, Syahrul Yasin Limpo, yang tertuang dalam Surat Keputusan Nomor 820/KPTS/PK.320/M/12/2019 tentang pernyataan wabah penyakit demam babi afrika (african swine fever) tertanggal 12 Desember 2019.

Dalam surat keputusan itu, disebutkan 16 daerah di Sumut terdampak penyakit ASF diantaranya Dairi, Humbang Hasundutan, Deliserdang, Karo, Toba Samosir, Tapanuli Utara, Tapanuli Tengah, Tapanuli Selatan, Samosir, Simalungun, Pakpak Bharat, Langkat, Tebing Tinggi, Pematang Siantar, dan Medan.

Untuk diketahui, ASF adalah penyakit pada babi yang sangat menular dan dapat menyebabkan kematian pada babi hingga 100% sehingga mengakibatkan kerugian ekonomi yang sangat besar.

Virus ASF sangat tahan hidup di lingkungan serta relatif lebih tahan terhadap disinfektan. ASF tidak berbahaya bagi manusia dan bukan masalah kesehatan masyarakat.

ASF bukan penyakit yang dapat menular dari hewan ke manusia (zoonosis), jadi produk babi dipastikan tetap aman untuk konsumsi.

Tanda-tanda klinis ASF, adalah ada kemerahan di bagian perut, dada dan scrotum, diare berdarah, berkumpul bersama dan kemerahan pada telinga, demam (41 derajat celsius), konjungtivitis, anoreksia, ataksia, paresis, kejang, muntah, diare atau sembelit, pendarahan Kulit Sianosis, babi menjadi tertekan, telentang, kesulitan bernapas dan tidak mau makan.

ASF dapat menyebar melalui kontak langsung, serangga, pakaian, peralatan peternakan, kendaraan, pakan yang terkontaminasi.

Untuk babi yang terkena penyakit ASF, isolasi hewan sakit dan peralatan serta dilakukan pengosongan kandang selama 2 bulan.

Untuk babi yang mati karena penyakit ASF dimasukkan ke dalam kantong dan harus segera dikubur oleh petugas untuk mencegah penularan yang lebih luas. Tidak menjual babi/karkas yang terkena penyakit ASF serta tidak mengkonsumsinya.

Hingga saat ini, belum ditemukan vaksin untuk pencegahan penyakit ASF. Penyakit ASF merupakan ancaman bagi populasi babi di Indonesia yang mencapai kurang lebih 8,5 juta ekor.

Berdasarkan kajian analisa risiko, ada beberapa faktor yang menyebabkan masuknya ASF ke Indonesia diantaranya melalui pemasukan daging babi dan produk babi lainnya, sisa-sisa katering transportasi intersional baik dari laut maupun udara, orang yang terkontaminasi virus ASF dan kontak dengan babi di lingkungannya.

Langkah strategis utama dalam mencegah terjadi ASF adalah melalui penerapan biosekuriti dan manajemen peternakan babi yang baik serta pengawasan yang ketat dan intensif untuk daerah yang berisiko tinggi.

Upaya deteksi cepat melalui kapasitas petugas dan penyediaan reagen untuk mendiagnosa ASF ini telah dilakukan oleh laboratorium Kementerian Pertanian yakni Balai Veteriner dan Balai Besar Veteriner di seluruh Indonesia yang mampu melakukan uji dengan standar internasional.

Sedang dikaji untuk kebijakan ketat terhadap importasi babi hidup dan produk-produk daging babi, terutama dari negara-negara yang tertular ASF.

Pemerintah menghimbau agar provinsi lain dengan populasi babi yang tinggi, seperti NTT, Sulut, Kalbar, Sulsel, Bali, Jateng, Sulteng, Kepri, dan Papua agar waspada dan siap siaga terhadap kemungkinan terjadinya penyakit ASF.

Hal penting yang perlu dilakukan antara lain sosialiasi kepada peternak dan advokasi kepada pimpinan daerah terkait ancaman ASF. (Ril)
Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini